OJK Perpanjang Restrukturisasi Kredit, Simak Penyesuaiannya
JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi mengeluarkan aturan terkait perpanjangan restrukturisasi kredit. Langkah ini dilakukan lewat penerbitan POJK Nomor 48 /POJK.03/2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2020 Tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019. Ke depan, peraturan yang semula berakhir pada Maret 2021 ini sah diperpanjang hingga akhir Maret 2022. […]

Aprilia Ciptaning
Author


Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Wimboh Santoso. / Facebook @official.ojk
( Facebook @official.ojk)JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi mengeluarkan aturan terkait perpanjangan restrukturisasi kredit.
Langkah ini dilakukan lewat penerbitan POJK Nomor 48 /POJK.03/2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2020 Tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019.
Ke depan, peraturan yang semula berakhir pada Maret 2021 ini sah diperpanjang hingga akhir Maret 2022.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik OJK Anto Prabowo mengatakan, peraturan tersebut dikeluarkan setelah mencermati perkembangan dampak ekonomi, baik di domestik maupun global.
“Penyebaran virus yang masih berlanjut diperkirakan akan berdampak terhadap kinerja dan kapasitas debitur. Di samping itu, risiko kredit perbankan juga berpotensi naik,” kata Anto dalam keterangan tertulis yang diterima TrenAsia.com, Senin, 14 Desember 2020.
Ia menambahkan, POJK ini juga ditujukan sebagai langkah lanjutan dan antisipatif dalam mendorong optimalisasi kinerja perbankan dan menjaga stabilitas sistem keuangan.
Adapun pokok-pokok pengaturan bagi debitur yang terkena dampak pandemi, tutur Anto, tidak berubah dari ketentuan awal. Pertama, penilaian kualitas kredit/pembiayaan hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga untuk kredit/pembiayaan sampai Rp10 miliar.
Kedua, penetapan kualitas kredit/pembiayaan menjadi lancar setelah direstrukturisasi, serta terakhir yakni, pemisahan penetapan kualitas untuk kredit/pembiayaan baru.
Penyesuaian Aturan
Dalam perubahan atas POJK Stimulus COVID-19 ini, terang Anto, terdapat penyesuaian untuk memastikan penerapan manajemen risiko dan prinsip kehati-hatian bagi bank.
Penyesuaian yang dimaksud, yakni bank wajib memiliki pedoman untuk menetapkan debitur yang terkena dampak pandemi. Hal ini bisa dilakukan dengan melihat prospek usaha dari debitur.
Selain itu, bank juga diwajibkan membentuk cadangan untuk debitur yang dinilai tidak lagi mampu bertahan, kendati sudah direstrukturisasi kredit. Caranya dengan mempertimbangkan ketahanan modal. Kemudian, uji ketahanan mesti dilakukan oleh pihak bank secara berkala.
“Ini untuk mengantisipasi potensi penurunan kualitas kredit/pembiayaan restrukturisasi,” ujar Antto.
Di sisi lain, ketentuan restrukturisasi ini dikecualikan dari perhitungan aset berkualitas rendah (KKR) dalam penilaian tingkat kesehatan bank. Dengan kata lain, mekanisme persetujuan restrukturisasi ini bisa disesuaikan oleh bank sepanjang tetap memenuhi prinsip kehati-hatian.
Namun, di sini bank diimbau tetap harus melakukan penilaian terhadap kemampuan debitur yang terkena dampak pandemi, sampai dengan berakhirnya POJK.
Bank pun dapat menyesuaikan batas bawah pemenuhan liquidity coverage ratio dan net stable funding ratio dari 100% menjadi 85% sampai 31 Maret 2022. Kemudian, bank umum konvensional (BUK) atau bank umum syariah (BUS) dapat menyediakan dana pendidikan kurang dari 5% dari anggaran pengeluaran sumber daya manusia untuk 2020 dan 2021.
Selain itu, kualitas agunan yang diambil alih oleh bank dapat disesuaikan berdasarkan posisi Maret 2020.
Terakhir, BUK atau BUS yang termasuk dalam kelompok BUKU 3 dan BUKU 4 diperbolehkan untuk tidak memenuhi capital conservation buffer sebesar 2,5% dari aset tertimbang menurut risiko.
