Pro-Kontra Penghapusan Outsourcing: Antara Perlindungan Buruh dan Efisiensi Dunia Usaha
- Kalau pembatasan jenis pekerjaan outsourcing ini ditegakkan, itu sebenarnya adil. Tapi kuncinya bukan hanya pada regulasi, tapi juga pada penegakan hukum dan pengawasan

Debrinata Rizky
Author


JAKARTA – Wacana penghapusan sistem kerja outsourcing kembali mencuat di tengah berbagai persoalan ketenagakerjaan yang selama ini membayangi praktik alih daya tersebut.
Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, menilai masalah klasik seperti upah di bawah minimum, jam kerja berlebih tanpa kompensasi lembur, penahanan ijazah, hingga absennya jenjang karir menjadi catatan buram dalam praktik outsourcing di banyak perusahaan besar.
Padahal di sisi lain, outsourcing juga memiliki dasar hukum yang sah. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Mahkamah Konstitusi (MK) telah berulang kali menolak permohonan judicial review terhadap pasal-pasal yang mengatur outsourcing.
- Korupsi BJB dan Bank Jatim Terkuak, OJK 'Beres-beres' BPD
- Kampanye Unik Jepang dalam Mengedukasi Turis Asing tentang Etika
- Kasus Pagar Laut Nyaris Tenggelam
"Kalau pembatasan jenis pekerjaan outsourcing ini ditegakkan, itu sebenarnya adil. Tapi kuncinya bukan hanya pada regulasi, tapi juga pada penegakan hukum dan pengawasan," katanya kepada TrenAsia.com pada Senin, 5 Mei 2025.
Meski begitu lanjut Timboel, UU Ketenagakerjaan telah menegaskan bahwa outsourcing hanya diperbolehkan untuk jenis pekerjaan yang bersifat penunjang. Hal ini dipertegas dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 19 Tahun 2012 yang membatasi hanya lima jenis pekerjaan yang boleh dialihdayakan, seperti petugas kebersihan, keamanan, dan pengemudi.
Penghapusan Tak Objektif
Sementara itu, usulan penghapusan total outsourcing dinilai tidak objektif. Selain bertentangan dengan landasan yuridis yang telah sah, outsourcing juga telah menjadi bagian dari praktik bisnis global. Banyak perusahaan yang memilih fokus pada inti bisnisnya dan menyerahkan pekerjaan penunjang kepada pihak ketiga demi efisiensi.
"Kalau sistem outsourcing dihapus, akan ada penolakan besar dari dunia usaha. Ini juga berpotensi menurunkan pembukaan lapangan kerja, apalagi di tengah kondisi ekonomi yang belum stabil," jelasnya.
Ia menekankan pentingnya perbaikan sistem melalui pertama pembatasan jenis pekerjaan yang boleh di outsourcing. Kedua penegakan hukum yang tegas terhadap perusahaan penyedia outsourcing nakal.
Ketiga adanya kewajiban perusahaan untuk memberikan jaminan sosial yang lengkap dari kesehatan hingga pensiun bagi pekerja outsourcing.
Jika sistem ini dijalankan dengan benar dan pengawasan ditingkatkan, menurutnya outsourcing tetap bisa menjadi solusi ketenagakerjaan yang adil dan efisien. Sebaliknya, penghapusan total justru dikhawatirkan menimbulkan gelombang PHK baru dan memperburuk tingkat pengangguran terbuka.

Amirudin Zuhri
Editor
