Nasional

Plus Minus Jika BUMN Ambil Alih Operasional Sritex

  • Beberapa calon investor disebut-sebut berminat mengambil-alih atau berinvestasi di Sritex. Kabar yang santer terdengar, salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ikut diminta pemerintah menyelamatkan Sritex dengan mengambil-alih operasionalnya.
oh4arkh77djboiqtifzx.jpg
pabrik Sritex di Sukoharjo, Jawa Tengah yang tutup. (Sritex)

JAKARTA - PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) dinyatakan pailit pada akhir 2024 dan tutup operasionalnya pada 1 Maret 2025 setelah gagal memenuhi kewajiban pembayaran utang.

Saat ini, tim kurator Sritex sedang dalam proses negosiasi dengan calon investor potensial untuk menyewa atau mengambil alih aset perusahaan. Langkah ini diharapkan dapat menjaga nilai aset dan memungkinkan mantan karyawan yang terkena PHK untuk dipekerjakan kembali oleh investor baru.

Beberapa calon investor disebut-sebut berminat mengambil-alih atau berinvestasi di Sritex. Kabar yang santer terdengar, salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ikut diminta pemerintah menyelamatkan Sritex dengan mengambil-alih operasionalnya.

Bisa Selamatkan Pekerja atau Bumerang untuk BUMN?

Koordinator Advokasi BPJS Watch Timbul Siregar mengatakan, jika salah satu BUMN mengambil alih operasional Sritex tetap memiliki banyak pekerjaan rumah (PR) termasuk dalam hal skema perjanjian kerja dan jaminan para pekerja jika dipekerjakan kembali.

"Ini bisa jadi angin segar, meskipun BUMN tersebut tetap dihantui oleh PR-PR lain terkait penyelesaian hak-hak pegawai jika dipekerjakan kembali," katanya kepada TrenAsia.com pada Senin, 10 Maret 2025.

Timbul mengatakan, sebenarnya sangat mudah BUMN untuk mengambil alih Sritex untuk menjadi investor baru. Pasalnya jika investor baru hanya menyewa atau membeli aset perusahaan tanpa mengambil alih kepemilikan, maka utang lama tetap menjadi tanggung jawab kurator dan aset perusahaan yang tersisa.

Bahkan Investor baru tidak bertanggung jawab atas utang lama karena mereka hanya membeli aset, bukan perusahaan secara keseluruhan. Sehingga kata Timbul tidak akan membebani keuangan BUMN tersebut.

Timbul menyoroti, alih-alih kurator fokus mencari pengganti operasional, alangkah baiknya para kurator berusaha mencari investor baru yang bisa menjalankan kembali perusahaan tekstil terbesar ini. Baru nanti menentukan BUMN mana yang akan mengambil alih dari sisi operasional.

"Kalau dilihat saat ini BUMN mengambil sisi operasionalnya saja ya masih mungkin, asal investor utamanya jelas,"lanjutnya.

Dalam proses kepailitan, lanjut Timbul, kurator akan menjual aset perusahaan untuk membayar utang kepada kreditor. Jika aset yang dijual tidak cukup untuk melunasi seluruh utang, kreditor mungkin harus menerima pemotongan atau penghapusan sebagian utangnya sesuai dengan putusan pengadilan.

Pekerja Tua Kena Imbas

Timbul mengungkapkan meskipun nantinya operasional akan dialihkan ke BUMN, hal ini tidak menjamin semua karyawan yang terkena PHK dapat kembali dipekerjakan

Salah satu karyawan yang akan terkena imbas adalah pekerja dengan usia yang mendekati pensiun, menurutnya untuk menghidupkan kembali perusahaan tekstil terbesar ini dapat mengambil pekerja-pekerja dengan usia muda atau produktif saja.

Alasannya karena, usai pailit kejayaan Sritex tidak sebesar dulu lagi sehingga harus ada yang dikorbankan untuk menghidupkan kembali kejayaannya.

"Menurut saya dari 10 ribu orang yang di PHK tidak usah semuanya masuk jadi untuk pekerja-pekerja usia muda dan produktif bisa rekrut kembali sembari menunggu perusahaan tekstil ini normal," katanya

Terakhir kata Timbul, PR kurator saat ini harus memastikan kapan kepastian pesangon dan THR bagi mantan karyawan Sritex cair.

Kurator harus memastikan, pesangon dan THR bagi mantan karyawan Sritex tidak hilang dan tetap terbayarkan setelah urusan pencairan jaminan sosial BPJS Ketenagakerjaan selesai.

BUMN Primisima Bangkrut

Jika BUMN akan mengambil alih Sritex juga terkesan aneh. Karena Kementerian BUMN juga memiliki PT Primissima, sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di industri tekstil. Faktanya Primisima telah resmi menghentikan operasionalnya dan memutuskan hubungan kerja dengan 402 karyawannya pada Oktober 2024.

Perusahaan yang berbasis di Sleman DIY ini mengalami kesulitan keuangan yang signifikan, terutama akibat kenaikan harga kapas yang tajam. Selain pemutusan hubungan kerja, 

Primissima juga menunggak pembayaran BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, dengan total tunggakan mencapai sekitar Rp7 miliar. Akibatnya, para pekerja yang di-PHK tidak dapat mengakses layanan BPJS.