Nasional

Pertama di RI, Jalur Kereta Api Trans Sulawesi Miliki Lebar Rel 1.435 mm

  • Jalur kereta api Trans Sulawesi memiliki mainline atau jalur utama Kereta Api (KA) yang menggunakan standaerd gauge 1.435 mm pertama di Indonesia. Pembangunan yang diselenggarakan pada jalur kereta api Tenate Rilau-Palanro dan Mandai-Mandalle lintas Makassar-Parepare ini diestimasikan akan rampung pada tahun 2021 ini.

<p>PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN menambah aliran listrik pada lima section pembangunan jalur Kereta Api Trans Sulawesi Makassar-Parepare. / PLN</p>

PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN menambah aliran listrik pada lima section pembangunan jalur Kereta Api Trans Sulawesi Makassar-Parepare. / PLN

(Istimewa)

JAKARTA – Jalur kereta api Trans Sulawesi memiliki mainline atau jalur utama Kereta Api (KA) yang menggunakan standaerd gauge 1.435 mm pertama di Indonesia. Pembangunan yang diselenggarakan pada jalur kereta api Tenate Rilau-Palanro dan Mandai-Mandalle lintas Makassar-Parepare ini diestimasikan akan rampung pada tahun 2021 ini.

Jalur tersebut merupakan sistem persinyalan dan telekomunikasi yang menjadi proyek pembangunan di bawah Kementerian Perhubungan. Lebih rinci, jalur tersebut mencakup jalur Tanete Rilau-Palanro di lintasan sepanjang 42,8 km dan Mandai-Mandalle sepanjang 59,6 km, atau total sepanjang 102,4 km.

Direktur Strategis Bisnis dan Portfolio PT Len Industri (Persero), Linus Andor Maulana menyebut, pengerjaan jalur Ternate Rilau-Palanro sudah mencapai 96,21% per akhir Februari 2021 lalu. Selanjutnya, PT Len Industri (Persero) dan Kemenhub bakal menggelar tahap testing and commissioning (tescom) pada 16-20 Maret 2021.

 “Ini adalah proyek mainline (jalur utama) KA pertama di Indonesia yang menggunakan Standard Gauge 1.435 mm. Proses pengetesan pertama sistem persinyalan di Stasiun Tanete Rilau yang kita bangun bersama Kementerian Perhubungan di Trans-Sulawesi Jalur Makassar-Parepare sudah dilakukan. Pengetesan dilakukan bersama konsultan supervisi dan PPK Pengembangan Perkeretaapian Pangkep-Barru pada tanggal 3,4,8 dan 9 Maret 2021 ini. Meskipun dalam kondisi pandemi yang berat saat memulai tahun 2021, tapi kita tetap bisa menyelesaikan Proyek Strategis Nasional ini tepat waktu dengan memanfaatkan software remote monitoring. Syukur dan puji kepada Tuhan YME.” Kat Linus dalam keterangan resmi, Jumat 12 Maret 2021.

Lintasan ini nantinya bakal menghubungkan wilayah Makassar dan Parepare, Sulawesi Selatan. Integrasi antara wilayah perkotaan dengan daerah pesisir diharapkan dapat meningkatkan kapasitas angkut penumpang, barang, dan komoditas. Pembangunan jalur kereta api ini juga diperkirakan bakal memperpendek waktu tempuh dan minim penggunaan energi.

Berbagai sektor industri yang menerima manfaat dari jalur kereta ini meliputi pertanian, kehutanan, perkebunan, hingga pariwisata.

Terobosan Baru

Lebar jalur yang mencapai 1.435 mm ini didesain berbeda dengan yang ada di Jawa mau pun Sumatra. Pasalnya, lebar rel yang mencapai 1.435 mm ini mampu mengeskalasi kecepatan kereta api hingga 160km per jam.

Otoritas setempat menargetkan realisasi kecepatan berada di angka 120 km per jam. Kendati demikian, kecepatan kereta api di Trans-Sulawesi ini tetap lebih tinggi ketimbang rata-rata kecepatan maksimal di Jawa dan Sumatra yang hanya 90-100 km per jam. Hal itu dikarenakan lebar rel yang ada di sebagian besar rel di Jawa hanya memiliki lebar 1.067 mm saja.

Jalur kereta api Tanete Rilau-Palanro dan Mandai-Mandalle lintas Makassar-Parepare ini melintasi empat statsiun besar, yakni Maros, Pangkajene, Tanete Rilau, Barru. Sementara itu 8 stasiun kecil yang akan dilintasi ialah Mandai, Rammang-Rammang, Labakkang, Ma’rang, Mandalle, Takalasi, Mangkoso, Palanro.

Centralized Traffic Supervisory (CTS) yang berfungsi sebagai sistem kendali lalu lintas perjlanan kereta api secara terpusat bakal ditempatkan di statsiun Maros.

Pertimbangan keselamatan menjadi tantangan utama pembangunan proyek jalur kereta api ini. Untuk dapat mengubungkan wilayah-wialayah tersebut, sebagian rel kereta harus dibangun di atas sawah dengan ketinggian timbunan lahan mencapai dua hingga tujuh meter.

“Tantangan di pekerjaan ini bagaimana melakukan penempatan peralatan persinyalan maupun wesel. Kita melakukan studi dan perancangan terlebih dahulu karena desainnya berbeda dari yang pernah kita kerjakan. Selain itu, ada beberapa wilayah dengan kondisi geografis yang memiliki akses terbatas. Sehingga harus membuat akses jalan baru dengan menimbun sawah dan menyewa lahannya dari masyarakat setempat,” imbuhnya. (SKO)