Ekonom Sebut Lucu Kalau Ada Cukai Tiket Konser
- "Sekarang kita lihat apakah ada eksternalitas negatif dari orang mengkonsumsi tiket konser? Kan tidak ada."

Distika Safara Setianda
Author


JAKARTA - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sedang mempertimbangkan untuk memasukkan tiket pertunjukan hiburan, termasuk konser musik, sebagai objek barang kena cukai.
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan bahwa penerapan cukai seharusnya kembali kepada ruh awalnya, yaitu mengendalikan konsumsi barang yang memiliki eksternalitas negatif.
Ini seperti rokok, alkohol dan sebagainya. Penerapan cukai tidak seharusnya difokuskan untuk memperluas basis penerimaan cukai.
“Sekarang kita lihat apakah ada eksternalitas negatif dari orang mengkonsumsi tiket konser? Kan tidak ada. Maka, lucu kalau diadakan cukai tiket konser, terutama karena tiket tersebut lebih sering dinikmati oleh masyarakat golongan kaya,” ujar Nailul Ketika dihubungi TrenAsia, Jumat, 26 Juli 2024.
- Top! Kredit UMKM BRI Tembus Rp1.336,78 Triliun
- Ingin keluar dari Jebakan Negara Berpenghasilan Rendah, Indonesia Incar Kanggotaan OECD
- Profil dan Kekayaan Erintuah Damanik, Hakim yang Bebaskan Ronald Tannur
Menurutnya, hal kebijakan tersebut tidak layak untuk dipertimbangkan apalagi diterapkan. “Analogi yang sama, cukai kenakan untuk barang kupon SBN, investasi, atau bahkan investasi emas karena ya yang memiliki itu orang kaya. Jadi saya rasa kebijakan tersebut tidak layak untuk dikaji bahkan dilakukan,” jelasnya.
Sementara itu, peneliti INDEF Ahmad Heri Firdaus menilai hal tersebut harus kembali ke filosofi cukai. “Cukai adalah pungutan yang diatur dalam undang-undang dan dikenakan pada produk barang dan jasa yang perlu dikendalikan. Jadi, cukai hanya boleh dikenakan pada produk yang peredarannya perlu dikendalikan,” terangnya saat dihubungi TrenAsia.
Contohnya, rokok dan minuman beralkohol perlu dikendalikan peredarannya. Jika tidak dikendalikan, peredarannya bisa tidak terkontrol. Cukai berfungsi sebagai alat untuk mengendalikan peredaran produk tersebut, baik barang maupun jasa.
Jika suatu produk perlu dikendalikan peredarannya, seperti minuman beralkohol, rokok, atau plastik kresek, atau minuman berpemanis dalam kemasan seperti yang kita beli di minimarket, maka produk-produk tersebut akan dikenakan cukai.
Alasannya adalah karena produk-produk ini perlu dikendalikan peredarannya untuk mencegah dampak negatif pada kesehatan dan lingkungan. “Jika konser, apakah perlu dikendalikan? Mengapa harus dikendalikan? Apakah konser musik membahayakan kesehatan atau lingkungan? Itu adalah pertanyaan yang harus dijawab pemerintah,” katanya.
Dia menambahkan, pemerintah perlu menjelaskan justifikasi pengenaan cukai pada konser. “Ini perlu digodok lagi menurut saya,” tukas dia.
Direktur Teknis dan Fasilitas DJBC Iyan Rubianto menyatakan, selain tiket hiburan, beberapa barang lainnya juga masuk dalam prakajian. Barang-barang tersebut meliputi rumah, makanan cepat saji, tisu, telepon pintar, MSG, batu bara, dan deterjen.
- Ini Daftar Direksi dan Komisaris BUMN yang dirombak Demi Prabowo
- Berapa DER Waskita (WSKT) Usai Rugi Rp2,15 T di Semester I-2024?
- Benahi Transparansi, Industri Asuransi Jiwa Bentuk Internal Audit Forum
Ia menjelaskan, barang-barang tersebut dipertimbangkan dalam pra-kajian karena memiliki potensi untuk memberikan nilai tambah. Khusus untuk tiket hiburan, Iyan mencatat minat masyarakat sangat tinggi.
Sebagai contoh, banyak tiket konser di Indonesia yang terjual habis, dan bahkan banyak orang Indonesia yang pergi ke Singapura hanya untuk menonton konser musik. “Kayak kemarin sold out, sampai ada konser lagi di Singapura, kemudian konser lagi (di negara lain). Itu dibeli, dan masyarakat Indonesia saya kira kaya-kaya,” ungkapnya.

Amirudin Zuhri
Editor
