Defisit Fiskal Kuartal I-2025 Jadi Tantangan Awal Tahun, Coretax Diduga Jadi Faktor
- Pendapatan kumulatif pemerintah dari Januari hingga Maret 2025 tercatat turun 13,6% secara tahunan (year-on-year). Meskipun membaik dari penurunan 21% pada Januari-Februari, angka ini masih jauh lebih rendah dibandingkan rata-rata pertumbuhan pendapatan sebesar 30% dalam dua tahun terakhir.

Idham Nur Indrajaya
Author


JAKARTA – Ekonom Senior Bank DBS, Radhika Rao, mengungkapkan bahwa kinerja fiskal Indonesia pada triwulan pertama 2025 menunjukkan tekanan yang cukup signifikan. Dalam laporannya, Radhika menyebut bahwa anggaran negara kembali mengalami defisit lebih awal dibanding tahun-tahun sebelumnya.
“Defisit fiskal pada kuartal pertama tahun ini mencapai -0,4% dari PDB. Ini lebih awal dari biasanya, di mana pada 2023 defisit baru terjadi pada Oktober dan pada 2024 sekitar bulan Mei,” jelas Radhika melalui hasil riset yang diterima TrenAsia, Senin, 21 April 2025.
- 5 Negara Penguasa Harta Karun Logam Tanah Jarang di Dunia
- LK21, LokLok, dan Oppadrama Ilegal, Berikut Cara Nonton Drakor Crushology 101
- Gubernur DKI Dorong OJK Kawal IPO Bank DKI, Bagaimana Kinerja Keuangannya?
Pendapatan Negara Tertekan, Coretax Diduga Jadi Faktor
Pendapatan kumulatif pemerintah dari Januari hingga Maret 2025 tercatat turun 13,6% secara tahunan (year-on-year). Meskipun membaik dari penurunan 21% pada Januari-Februari, angka ini masih jauh lebih rendah dibandingkan rata-rata pertumbuhan pendapatan sebesar 30% dalam dua tahun terakhir.
Radhika mengaitkan penurunan ini dengan peluncuran sistem perpajakan digital baru, Coretax, yang diberlakukan sejak Januari 2025. Sistem ini disebut berkontribusi pada ketimpangan pencatatan data perpajakan, di tengah melambatnya konsumsi dan pendapatan.
“Pengumpulan pajak penghasilan mengalami kontraksi dua digit. Pendapatan bukan pajak juga melemah, turun hingga 26% di Maret, lebih dalam dari Februari yang hanya 4%,” tambahnya.
Belanja Negara Naik Tipis, Diduga Karena Penyaluran Program Sosial
Dari sisi pengeluaran, belanja pemerintah naik 1,4% secara tahunan pada kuartal pertama 2025, setelah sebelumnya turun 7% dalam dua bulan pertama tahun ini. Peningkatan ini didorong oleh pencairan program-program kesejahteraan, meskipun beberapa program seperti Makan Bergizi Gratis sudah berakhir.
Selain itu, pelaksanaan pemangkasan anggaran juga turut membatasi percepatan belanja negara.
Asumsi APBN Perlu Direvisi
Radhika menilai beberapa asumsi makroekonomi dalam APBN 2025 perlu ditinjau ulang. Nilai tukar rupiah diasumsikan sebesar Rp16.100 per dolar AS, sementara kurs aktual menunjukkan pelemahan yang lebih dalam. Harga minyak mentah Indonesia juga diasumsikan USD 82 per barel, sementara harga Brent kini hanya sekitar USD 65.
“Proyeksi pertumbuhan dan inflasi juga kemungkinan tidak sesuai realisasi, sehingga pemerintah perlu bersiap melakukan penyesuaian kebijakan,” ujarnya.
Danantara Gaet Nama Besar, Qatar Siap Investasi
Pemerintah membentuk badan investasi baru, Danantara, dan mengumumkan nama-nama besar dalam Dewan Penasihat, termasuk mantan PM Thailand Thaksin Shinawatra, pendiri Bridgewater Associates Ray Dalio, dan ekonom AS Jeffrey Sachs. Presiden Prabowo disebut akan menerima langsung laporan dari dewan ini.
Radhika menyebut kehadiran penasihat ternama sebagai upaya meredam keraguan publik terhadap badan tersebut. Di sisi lain, Qatar dikabarkan berencana menginvestasikan USD 2 miliar ke Danantara.
Target Pajak Masih Jauh, Tiga Kuartal Tersisa Jadi Penentu
Penerimaan pajak Indonesia baru mencapai dua pertiga dari target yang dibutuhkan untuk tahun penuh. Pengumpulan pajak domestik hanya 60%, artinya diperlukan lonjakan signifikan dalam tiga kuartal ke depan.
Keterlambatan peluncuran PPN, perlambatan konsumsi, dan peralihan dividen BUMN ke Danantara disebut sebagai faktor penghambat pendapatan negara. Rencana peningkatan royalti tambang, khususnya untuk nikel dan tembaga, sedang dipertimbangkan untuk mendongkrak pendapatan.
“Pasar akan mencermati pembaruan anggaran pertengahan tahun. Jika penerimaan tidak membaik, pemerintah mungkin harus merasionalisasi belanja,” jelas Radhika.
Baca Juga: Angin Mulai Berbalik, Setoran Pajak RI Membaik pada Maret
Inflasi Masih Jinak, BI Punya Ruang Turunkan Suku Bunga
Inflasi Maret tercatat naik menjadi 1,0% dibanding rata-rata 0,3% pada Januari-Februari. Namun secara keseluruhan, inflasi IHK masih di bawah target Bank Indonesia (1,5–3,5%).
DBS memproyeksikan inflasi akan meningkat di paruh kedua tahun ini, namun tetap merevisi estimasi inflasi tahunan menjadi 1,7% dari sebelumnya 2,0%. Inflasi inti sendiri berada di kisaran 2,4% pada kuartal pertama.
“Kondisi inflasi yang masih terkendali membuka peluang pelonggaran moneter. Kami memperkirakan suku bunga acuan bisa diturunkan 50 basis poin tahun ini,” kata Radhika.
Transaksi Berjalan Aman, Tapi Risiko Global Mengintai
Neraca transaksi berjalan Indonesia diperkirakan mencatat defisit sebesar -0,8% dari PDB pada 2025. Angka ini sedikit meningkat dari -0,6% di tahun 2024, seiring penurunan surplus perdagangan dan moderasi arus investasi portofolio.
Namun, cadangan devisa Indonesia naik ke rekor tertinggi sebesar USD 157,1 miliar per Maret 2025, ditopang oleh pinjaman luar negeri dan repatriasi devisa ekspor.
Tarif AS Jadi Ancaman Baru bagi Ekspor Indonesia
Amerika Serikat telah mengumumkan tarif 32% terhadap produk Indonesia, meskipun penundaan 90 hari telah disepakati. Ekspor Indonesia ke AS hanya menyumbang sekitar 2% PDB, tapi produk padat karya seperti tekstil, furnitur, dan alas kaki sangat rentan terhadap kebijakan tarif ini.
“Jika tarif tinggi diberlakukan lagi, dampaknya bisa menggerus pertumbuhan PDB sebesar 0,5% tahun ini dan separuhnya di tahun depan,” papar Radhika.
- Profil dan Kekayaan Azealia Banks yang Sebut Indonesia Tempat Sampah Dunia
- Baru Melantai di Bursa, Ini Profil Fore Kopi (FORE)
- Melihat Bayaran Lisa dan Jennie BLACKPINK hingga Lady Gaga di Coachella
Pemerintah Cari Jalan Damai Lewat Negosiasi
Alih-alih membalas kebijakan tarif AS, pemerintah Indonesia lebih memilih jalur diplomasi. Delegasi pejabat tinggi akan dikirim ke Washington untuk bertemu dengan pejabat USTR.
Langkah-langkah konsesi yang disiapkan antara lain:
- Reformasi administrasi pajak dan bea cukai untuk menurunkan beban hingga 30%
- Penurunan tarif PPh impor dari 2,5% menjadi 0,5%
- Penyesuaian bea masuk produk AS dari 5–10% menjadi 0–5%
- Relaksasi tarif bea keluar minyak kelapa sawit
Radhika menyebut, bila semua kebijakan ini disetujui, beban biaya pelaku usaha dapat berkurang hingga 14%.

Amirudin Zuhri
Editor
