Sejarah Penggunaan Asap Hitam dan Putih pada Konklaf ternyata Sudah Dimulai sejak 1274
- Meskipun proses pemilihan ini berlangsung secara tertutup, dunia luar dapat mengetahui hasil keputusan harian mereka melalui asap berwarna putih atau hitam yang keluar dari cerobong Kapel Sistina.

Distika Safara Setianda
Author


JAKARTA – Sebuah konklaf bersejarah dimulai di Vatikan ketika 133 kardinal dari 70 negara berkumpul di Kapel Sistina, Rabu, 7 Mei 2025, untuk memilih penerus Paus Fransiskus, yang wafat pada 21 April 2025.
Dilansir dari The Pinnacle Gazette, para kardinal, yang berasal dari beragam latar belakang dan pandangan, akan menjalani proses pemilihan yang ketat dan penuh kerahasiaan, dengan harapan proses tersebut selesai dalam waktu tiga hari.
Konklaf ini menarik perhatian besar, tidak hanya dari umat Katolik, tetapi juga dari media global, dengan sekitar 5.000 jurnalis meliput jalannya peristiwa ini.
- Mengurai Kenakalan Remaja: Anak Butuh Keluarga, Bukan Barak Tentara
- Adu Ketangguhan ISAT, TLKM, dan EXCL di Tengah Dinamika Kuartal I-2025
- Ironi Pekerja Outsourcing di Marketplace: Kantor Megah, Hidup Susah
Dilansir dari The Gainesville Sun, saat konklaf kepausan dimulai, ribuan orang akan memadati Lapangan Santo Petrus di Vatikan, menanti dengan antusias kabar pertama tentang siapa yang akan menjadi pemimpin baru Gereja Katolik.
Meskipun proses pemilihan ini berlangsung secara tertutup, dunia luar dapat mengetahui hasil keputusan harian mereka melalui asap berwarna putih atau hitam yang keluar dari cerobong Kapel Sistina. Asap hitam menandakan belum ada keputusan, sementara asap putih menandakan Paus baru telah terpilih.
Apa Arti Asap Hitam dan Putih Selama Konklaf?
Sejarah asap putih, yang menjadi tanda bahwa para kardinal telah memilih penerus baru Santo Petrus, sudah berlangsung sejak lama. Pada tahun 1274, dalam Konsili Lyons Kedua, Paus Gregorius X menetapkan tata cara pelaksanaan konklaf melalui sebuah dokumen berjudul Ubi Periculum.
Dilansir dari Catholic News Agency, dalam dokumen tersebut, Paus Gregorius X menetapkan bahwa proses pemilihan harus dilakukan secara tertutup dan rahasia. Karena itulah, demi mencegah adanya komunikasi dengan dunia luar, sinyal asap kemudian diadopsi sebagai bagian dari ritual pemilihan.
Menurut sejarawan Frederic J. Baumgartner, tradisi membakar surat suara sudah berlangsung setidaknya sejak tahun 1417, bahkan kemungkinan lebih awal dari itu. Namun, penggunaan asap putih sebagai penanda bahwa Paus baru telah terpilih baru muncul belakangan, yakni pada tahun 1914 saat terpilihnya Paus Benediktus XV.
Jika asap yang keluar dari cerobong Kapel Sistina berwarna hitam, itu berarti belum ada calon yang memperoleh dua pertiga suara yang dibutuhkan. Sebaliknya, jika asap berwarna putih, maka Gereja Katolik telah memiliki gembala umat yang baru.
Pada masa lampau, warna asap dihasilkan dengan cara membakar surat suara bersama jerami basah untuk menghasilkan asap hitam, atau jerami kering untuk menciptakan asap putih.
Saat ini, demi menghindari kesalahpahaman yang pernah terjadi, digunakan senyawa kimia khusus dan sistem dengan dua pipa berbeda, masing-masing untuk mengeluarkan asap hitam dan putih.
Selain itu, lonceng juga dibunyikan sebagai bagian dari tradisi yang diperkenalkan saat terpilihnya Paus Benediktus XVI. Bunyi lonceng ini menjadi penegas bahwa asap yang keluar berwarna putih dan Paus baru telah resmi terpilih.
Jam Berapa Sinyal Asap Itu Terjadi?
Dilansir dari The Gainesville Sun, tidak ada waktu pasti untuk sinyal asap yang muncul selama konklaf, tetapi para ahli menggunakan konklaf-konklaf sebelumnya untuk membuat perkiraan yang lebih akurat.
Pada tanggal 7 Mei, kemungkinan para kardinal hanya akan melakukan satu putaran pemungutan suara, karena sebagian besar waktu hari itu akan dihabiskan untuk urusan pengantar, termasuk khotbah khusus yang dipimpin oleh salah satu pejabat tertinggi Gereja, Matthew Gabriele, seorang profesor studi abad pertengahan di Virginia Tech, seperti yang sebelumnya disampaikan kepada USA TODAY.
Asap putih atau hitam diperkirakan akan muncul sekitar pukul 7-8 malam waktu setempat (1-2 siang ET).
Jika keputusan akhir tidak tercapai pada hari pertama, orang-orang dapat mengharapkan sinyal asap berikutnya muncul pada pagi hari keesokan harinya, Kamis, 8 Mei 2025.
Para kardinal dapat melakukan hingga empat putaran pemungutan suara dalam satu hari, jika belum ada calon yang terpilih. Jika ini terjadi, Gabriele mengatakan sinyal asap akan muncul sekitar pagi hari, siang, sore, dan malam.
Pada tahun 2013, selama konklaf yang memilih Paus Fransiskus, sinyal asap hitam pertama terlihat sekitar pukul 7:41 malam waktu setempat, seperti yang dilaporkan oleh America Magazine.
Dari Mana Asalnya Asap Itu?
Asap hitam dan putih berasal dari sebuah tungku besi cor di dalam Kapel Sistina. Salah satu tungku digunakan untuk membakar surat suara para kardinal, sementara yang lainnya digunakan untuk mengalirkan asap hitam atau putih ke atas.
Bahan Kimia yang Digunakan
Selama konklaf 2013 yang memilih Paus Fransiskus, asap hitam dihasilkan menggunakan campuran kalium perklorat, antrasena (komponen dari tar batubara), dan belerang.
Untuk menghasilkan asap putih, konklaf menggunakan kombinasi kalium klorat, laktosa, dan resin kloroform.
Habemus Papam
Dilansir dari Catholic News Agency, pengumuman bahwa seorang Paus baru telah terpilih disampaikan dalam bahasa Latin. Meskipun yang paling dikenal adalah ungkapan “habemus papam,” sebenarnya kalimat resminya lebih panjang:
“Annuntio vobis gaudium magnum:
Habemus papam;
Eminentissimum ac reverendissimum Dominum, Dominum (nama depan) Sanctæ Romanæ Ecclesiæ
Cardinalem (nama keluarga),
- Perkuat Kolaborasi Sektor Logistik dan Teknologi Lewat Pameran Rantai Dingin Terbesar di Indonesia
- Reli Belum Usai, Saham ANTM Terus Tancap Gas dan Masih Punya Ruang Menguat
- Deposito Krom Bank Meroket 41,6 Persen, Bank Digital Semakin Digandrungi
qui sibi nomen imposuit (nama kepausan).”
Dalam terjemahan lengkapnya, kalimat ini berarti: “Aku menyampaikan kepada kalian kabar sukacita yang besar: Kita memiliki Paus! Yang Mulia dan Sangat Terhormat Tuan (nama depan), kardinal dari Gereja Suci Roma (nama keluarga), yang memilih nama (nama kepausan) sebagai nama dirinya.”

Amirudin Zuhri
Editor
