IKNB

Peserta Dana Pensiun Masih Sedikit, OJK Dorong Investasi yang Lebih Untungkan Nasabah

  • Struktur portofolio investasi dana pensiun saat ini masih didominasi instrumen konservatif. Instrumen terbesar adalah Surat Berharga Negara (SBN) dengan porsi 37,39%, diikuti deposito sebesar 23,84%, dan obligasi atau sukuk sebesar 17,36%.
Ilustrasi mencapai usia tertentu dan menikmati masa pensiun.
Ilustrasi mencapai usia tertentu dan menikmati masa pensiun. (Freepik)

JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut jumlah peserta program dana pensiun di Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan jumlah angkatan kerja nasional. Untuk itu, OJK terus berupaya mendorong perluasan kepesertaan, khususnya di kalangan pekerja sektor informal, dengan mengandalkan program Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) dan pendekatan investasi yang lebih optimal secara jangka panjang. 

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) OJK, Ogi Prastomiyono, menjelaskan bahwa per Maret 2025, total peserta dana pensiun sukarela baru mencapai 5,28 juta orang. Jumlah ini hanya tumbuh 1,32% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. 

“Peluang penetrasi program pensiun di Indonesia masih sangat besar, terutama pada sektor informal yang jumlahnya mencapai sekitar 58% dari total angkatan kerja,” ujar Ogi melalui jawaban tertulis, dikutip Senin, 26 Mei 2025. 

Sektor Informal Jadi Fokus Pengembangan Dana Pensiun 

Untuk menjangkau pekerja informal, OJK mendorong pengembangan program pensiun melalui skema DPLK. Skema ini dinilai lebih fleksibel karena tidak bergantung pada keberadaan institusi pemberi kerja dan bisa diikuti oleh siapa saja, termasuk pekerja lepas dan wirausaha. 

Menurut Ogi, peningkatan kepesertaan dana pensiun sangat penting dalam menjamin kesejahteraan masyarakat saat memasuki masa pensiun, terutama di tengah tingginya ketergantungan masyarakat pada pendapatan aktif selama usia produktif. 

“Dengan pengembangan program pensiun untuk pekerja informal, khususnya melalui DPLK, kami berharap ada peningkatan signifikan dalam jumlah peserta di masa mendatang,” tuturnya. 

Dorong Strategi Investasi Berbasis Siklus Hidup Peserta 

Selain memperluas kepesertaan, OJK juga menekankan pentingnya strategi investasi yang disesuaikan dengan siklus hidup peserta atau life-cycled funds. Strategi ini tidak hanya bertujuan memberikan imbal hasil optimal, tetapi juga menjaga kesinambungan dana hingga masa pensiun. 

Menurut Ogi, untuk peserta yang masih muda dan baru memasuki dunia kerja, dana pensiun sebaiknya diinvestasikan pada instrumen berisiko menengah-tinggi seperti saham, yang memberikan potensi pengembalian tinggi dalam jangka panjang. 

“Ini bisa dilakukan untuk 10 sampai 15 tahun pertama masa kerja. Setelah itu, dana dialihkan secara bertahap ke instrumen berpenghasilan tetap seperti obligasi,” jelas Ogi. 

Sementara itu, pada lima tahun terakhir menjelang masa pensiun, investasi dialihkan ke instrumen pasar uang yang lebih likuid, untuk memastikan ketersediaan dana saat kewajiban pembayaran pensiun mulai jatuh tempo. 

Pendekatan ini dinilai sesuai dengan prinsip pengelolaan risiko yang sehat dan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan aset sesuai kebutuhan peserta di setiap tahap usia produktifnya. 

Baca Juga: Gandeng Zurich Indonesia, Anggota YTI Dapat Perlindungan Asuransi

Total Investasi Dana Pensiun Tumbuh, Saham Masih Rendah 

Berdasarkan data per Maret 2025, total nilai investasi dana pensiun sukarela tercatat sebesar Rp371,40 triliun, atau meningkat 2,85% secara tahunan (year-on-year) dibandingkan Maret 2024 yang sebesar Rp361,11 triliun. 

Namun, Ogi menyebut bahwa struktur portofolio investasi dana pensiun saat ini masih didominasi instrumen konservatif. Instrumen terbesar adalah Surat Berharga Negara (SBN) dengan porsi 37,39%, diikuti deposito sebesar 23,84%, dan obligasi atau sukuk sebesar 17,36%. “Porsi saham masih kecil, yaitu hanya sekitar 5,97% dari total investasi,” kata Ogi. 

Padahal, saham dinilai sebagai instrumen yang sesuai dengan karakteristik dana pensiun, yakni berorientasi jangka panjang. Karena itu, OJK membuka ruang bagi pengelola dana pensiun untuk mempertimbangkan peningkatan investasi pada saham secara bertahap dengan pendekatan life-cycled funds

Relaksasi Aturan Investasi Saham Masih Dikaji 

Terkait dengan potensi relaksasi atau perubahan aturan yang memungkinkan peningkatan investasi dana pensiun ke saham, Ogi mengatakan hal tersebut masih dalam tahap kajian. 

Meski begitu, ia menekankan pentingnya tetap menjaga prinsip kehati-hatian, mengingat dana pensiun adalah instrumen yang menyangkut keberlangsungan hidup peserta di masa depan. 

“Kami mendorong pengelola dana pensiun untuk tetap menyesuaikan investasi dengan profil risiko dan kebutuhan pesertanya. Dalam jangka panjang, saham memang potensial, tapi harus disertai dengan manajemen risiko yang baik,” imbuh Ogi. 

Komitmen OJK Bangun Ekosistem Dana Pensiun yang Kuat 

Dengan berbagai strategi yang tengah dijalankan, OJK berharap industri dana pensiun di Indonesia dapat tumbuh lebih inklusif dan berkelanjutan. Meningkatkan kepesertaan menjadi prioritas utama, sejalan dengan penguatan strategi investasi dan tata kelola lembaga pensiun. 

“Transformasi dana pensiun butuh kolaborasi dari banyak pihak—regulator, pengelola, dan pelaku industri. Kami di OJK berkomitmen untuk menciptakan ekosistem dana pensiun yang adaptif, sehat, dan berpihak pada peserta,” tegas Ogi.