Fintech

Begini Cara AFPI Perkuat Industri Fintech Lending Melalui AI

  • Pemanfaatan teknologi AI telah menjadi pilar utama dalam operasional platform fintech P2P Lending. Teknologi ini digunakan secara luas untuk menilai risiko kredit, mengelola risiko pinjaman, menyediakan layanan pelanggan berbasis chatbot, memasarkan produk, serta melakukan akuisisi pengguna yang lebih efisien.
Ilustrasi Fintech Peer to Peer (P2P) Lending alias kredit online atau pinjaman online (pinjol) yang resmi dan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bukan ilegal. Ilustrator: Deva Satria/TrenAsia
Ilustrasi Fintech Peer to Peer (P2P) Lending alias kredit online atau pinjaman online (pinjol) yang resmi dan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bukan ilegal. Ilustrator: Deva Satria/TrenAsia (Trenasia.com)

JAKARTA - Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) terus memperkuat upaya dalam mendorong pertumbuhan industri fintech Peer-to-Peer (P2P) Lending melalui pemanfaatan teknologi, khususnya kecerdasan buatan (AI). Langkah ini dinilai sebagai solusi strategis untuk membangun industri keuangan digital yang inklusif, aman, dan berkelanjutan.

Pemanfaatan teknologi AI telah menjadi pilar utama dalam operasional platform fintech P2P Lending. Teknologi ini digunakan secara luas untuk menilai risiko kredit, mengelola risiko pinjaman, menyediakan layanan pelanggan berbasis chatbot, memasarkan produk, serta melakukan akuisisi pengguna yang lebih efisien.

AI juga menjadi andalan dalam mendeteksi dan mencegah terjadinya penipuan (fraud), salah satu tantangan besar dalam ekosistem keuangan digital.

“Kami menyiapkan sejumlah langkah untuk mencegah terjadinya penipuan dan fraud dengan memanfaatkan teknologi AI. Beberapa teknologi itu seperti verifikasi wajah secara real time, verifikasi biometrik, serta penggunaan kriptografi yang mencegah terjadinya manipulasi, pencurian, maupun penyalahgunaan data identitas. AFPI percaya pemanfaatan AI yang optimal berperan penting dalam pengembangan inovasi layanan P2P Lending,” ujar Ketua Umum AFPI, Entjik S. Djafar melalui pernyataan tertulis kepada awak media, dikutip Rabu, 7 Mei 2025. 

Panduan Etika AI dan UU PDP Perkuat Kepercayaan Konsumen

Agar penerapan AI tetap berada dalam koridor etis dan berpihak kepada konsumen, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah merilis Panduan Kode Etik Kecerdasan Buatan (AI). Panduan ini menjadi acuan penting bagi pelaku industri dalam memastikan AI digunakan secara bertanggung jawab.

Di sisi lain, kehadiran Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) turut memperkuat fondasi kepercayaan publik terhadap layanan keuangan digital. Regulasi ini memberikan jaminan keamanan data konsumen, yang pada akhirnya memperbesar partisipasi masyarakat terhadap produk dan layanan fintech legal.

Pertumbuhan Industri Fintech Didukung Teknologi

Seiring dengan penguatan aspek teknologi dan tata kelola, industri fintech P2P Lending mencatatkan pertumbuhan yang positif di awal tahun 2025. Data OJK menunjukkan, jumlah peminjam (borrower) mencapai 146,5 juta per Januari 2025, tumbuh sekitar 20% dibandingkan tahun sebelumnya (yoy). Total penyaluran pinjaman mencapai Rp27,86 triliun dengan nilai outstanding sebesar Rp78,5 triliun.

Baca Juga: Telat Bayar Paylater Sehari, Nana Mirdad Mangkel Perilaku Debt Collector

Performa ini turut diperkuat dengan penurunan angka kredit bermasalah (TWP90) di sejumlah platform. Salah satunya adalah platform Pindar, yang mencatat penurunan TWP90 menjadi 2,52% di Januari 2025, dari 2,60% pada Desember 2024.

Literasi Keuangan Jadi Fondasi Inovasi yang Berkelanjutan

Teknologi dan AI tidak akan optimal tanpa masyarakat yang memahami cara penggunaannya. Oleh karena itu, AFPI juga terus mendorong program literasi keuangan sebagai upaya menyeluruh untuk menciptakan industri yang sehat.

Selama 2024, AFPI telah berpartisipasi dalam 541 kegiatan literasi dan edukasi keuangan di berbagai daerah. Pada 2025, asosiasi ini kembali melanjutkan komitmennya dengan menyasar berbagai kelompok masyarakat seperti UMKM, komunitas, civitas akademika, media, hingga program yang dijalankan oleh para anggotanya.

“Literasi dan edukasi merupakan kunci untuk membantu masyarakat tidak terjebak oleh platform ilegal yang merugikan dan membantu pemerintah memperluas literasi dan inklusi keuangan nasional. Upaya edukasi yang terus dilakukan juga sejalan dengan arahan dan dukungan dari regulator. Kami meyakini dengan edukasi dan inovasi yang berkelanjutan, industri ini bisa terus berkontribusi positif terhadap ekonomi digital Indonesia, lewat kemudahan akses pada layanan keuangan,” ungkap Entjik.

Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2025 yang dirilis oleh OJK, indeks inklusi keuangan nasional sudah mencapai 80,51%. Namun, indeks literasi keuangan masih tertinggal di angka 66,46%. Hal ini menunjukkan pentingnya sinergi antara inovasi teknologi dan penguatan pemahaman masyarakat agar layanan keuangan digital benar-benar bisa dimanfaatkan secara optimal.