hacking-g9a3a38f76_1280.png
Tren Ekbis

Waspada Dark Patterns: Ancaman Tersembunyi di Balik Pesatnya Ekonomi Digital RI

  • Dark patterns adalah strategi desain digital yang sengaja dibuat untuk mengarahkan, membatasi, atau memanipulasi pilihan pengguna agar melakukan tindakan tertentu, sering kali tanpa disadari.

Tren Ekbis

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA, TRENASIA.ID - Pesatnya pertumbuhan ekonomi digital Indonesia membawa banyak peluang, namun juga menyimpan ancaman tersembunyi—salah satunya adalah praktik dark patterns

Teknik manipulatif ini diam-diam membatasi pilihan pengguna, terutama kelompok rentan seperti perempuan, dalam berinteraksi dan bertransaksi di ruang digital. Fenomena ini diungkap Muhammad Nidhal, Peneliti dan Analis Kebijakan dari Center for Indonesian Policy Studies (CIPS). 

Menurutnya, memahami literasi digital sejak dini adalah langkah kunci untuk menghindari jebakan-jebakan digital yang semakin canggih ini. Indonesia diprediksi akan memiliki ekonomi digital senilai lebih dari US$130 miliar (Rp2.119 triliun) pada tahun 2025. Lonjakan ini didorong oleh:

  • Akses internet yang semakin meluas
  • Jumlah anak muda yang melek teknologi
  • Pertumbuhan e-commerce, fintech, dan layanan keuangan digital

Dari total nilai tersebut, sektor e-commerce menyumbang sekitar US$46,6 miliar (Rp785,5 triliun) atau 35,8% dari keseluruhan transaksi ekonomi digital, menurut laporan GlobalData. Tapi di balik angkanya yang menggiurkan, praktik manipulatif seperti dark patterns ikut berkembang secara diam-diam.

Apa Itu Dark Patterns? Ini Penjelasan Simpelnya

Dark patterns adalah strategi desain digital yang sengaja dibuat untuk mengarahkan, membatasi, atau memanipulasi pilihan pengguna agar melakukan tindakan tertentu, sering kali tanpa disadari. Praktik ini muncul dalam banyak bentuk, seperti:

  • Confirm-shaming: Membuat pengguna merasa bersalah jika tidak mengikuti penawaran
  • Sneak into basket: Produk otomatis ditambahkan ke keranjang belanja
  • Roach motel: Mudah mendaftar, tapi sangat sulit keluar atau membatalkan layanan
  • Visual interference: Tata letak dan warna yang membingungkan, agar pengguna melakukan kesalahan

Terdengar sepele? Tapi kalau dibiarkan, pengguna bisa kehilangan uang, data pribadi, bahkan kepercayaan terhadap platform digital.

Konsumtif dan Doom Spending: Efek Domino dari Dark Patterns

Salah satu efek nyata dari dark patterns adalah doom spending—belanja impulsif yang dilakukan saat merasa tertekan, sedih, atau cemas. Hal ini makin diperparah dengan:

  • Maraknya diskon dan penawaran kilat
  • Kemudahan akses layanan paylater
  • Rendahnya literasi keuangan dan literasi digital

Kombinasi ini membuat banyak pengguna membeli berdasarkan keinginan, bukan kebutuhan, yang pada akhirnya bisa menimbulkan masalah finansial jangka panjang.

Desain Digital Bisa Jadi “Senjata”: UI/UX yang Menjebak

Menurut Nidhal, banyak platform saat ini secara sengaja merancang UI/UX (user interface dan user experience) untuk memengaruhi keputusan pengguna. Contohnya:

"Desain visual yang sengaja diarahkan untuk memanipulasi, membuat pengguna seolah punya pilihan, padahal tidak."

Hal ini tentu jadi perhatian serius, terutama bagi kelompok perempuan, anak-anak, dan penyandang disabilitas, yang lebih rentan terhadap tekanan semacam ini.

Solusi Cerdas: Desain Kebijakan yang Women-Centered

Untuk mengatasi hal ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) didorong untuk menyusun panduan teknis bagi pelaku industri digital. Tujuannya adalah:

  • Mendorong desain produk dan layanan yang berpusat pada pengguna perempuan
  • Meningkatkan akses terhadap edukasi keuangan dan perlindungan konsumen
  • Menjamin layanan pengaduan yang ramah dan inklusif

Langkah ini penting agar regulasi tidak hanya melindungi secara umum, tapi juga melindungi mereka yang paling berisiko terkena dampak negatif dari ekonomi digital.

Rekomendasi Kebijakan: Cegah Manipulasi Sejak Desain

CIPS merekomendasikan dua strategi utama untuk mengurangi risiko dark patterns:

1. Awasi Algoritma dan Desain Digital

Pemerintah perlu memasukkan pengawasan terhadap algoritma dan desain antarmuka ke dalam rancangan regulasi perlindungan perdagangan, yang saat ini tengah dikembangkan oleh Kementerian Perdagangan.

2. Lindungi Konsumen Rentan Lewat Regulasi Spesifik

Dalam Rancangan Undang-Undang Pelindungan Konsumen terbaru, perlu ada pasal khusus yang secara eksplisit melindungi kelompok rentan: perempuan, anak-anak, dan disabilitas.

Segmentasi Data Konsumen Bisa Bantu Cegah Risiko

Sebagai lembaga riset, CIPS juga menyoroti pentingnya segmentasi data konsumen. OJK didorong untuk mengembangkan database berdasarkan:

  • Jenis kelamin
  • Lokasi
  • Kelompok sosial

Dengan data yang lebih spesifik, strategi pelindungan konsumen bisa dirancang lebih tajam dan tepat sasaran, bukan sekadar solusi umum yang tidak menyentuh akar permasalahan. “Pengelolaan finansial yang efektif tidak mungkin terwujud tanpa adanya literasi keuangan yang memadai,” tegas Nidhal.

Bukan cuma tahu cara menggunakan aplikasi, tapi harus kritis terhadap layanan digital yang digunakan. Edukasi dini sangat penting, termasuk bagi Gen Z yang sehari-harinya sudah lekat dengan teknologi.

Jangan Sampai Terjebak: Yuk Jadi Konsumen Cerdas!

Dark patterns bisa datang dari mana saja, kapan saja. Tapi bukan berarti kita tidak bisa melawan. Dengan literasi digital yang kuat, kesadaran akan pola manipulasi, dan dukungan kebijakan yang inklusif, kita bisa jadi konsumen yang lebih terlindungi.

Mulai sekarang, yuk lebih jeli sebelum klik “Setuju” atau “Beli Sekarang”. Karena kadang, yang terlihat menguntungkan di layar, bisa jadi jebakan yang merugikan di baliknya.