Jenis-jenis anomali brainrot
Tren Leisure

Viral tapi Bahaya: Jenis Konten Aneh yang Racuni Layar Gen Z dan Alpha

  • Salah satu bentuk konten anomali yang paling umum adalah video absurd visual animasi atau rekaman yang tidak memiliki alur cerita, hanya menyuguhkan gerakan cepat, warna menyala, dan ekspresi berlebihan.

Tren Leisure

Debrinata Rizky

JAKARTA - Di era digital yang didominasi Gen Z dan Gen Alpha, muncul fenomena konten yang dikenal sebagai anomali brainrot atau jenis tontonan absurd yang mengganggu logika, tidak mendidik, namun justru viral dan dikonsumsi jutaan kali.

Konten semacam ini mudah ditemukan di platform seperti YouTube, TikTok, atau Instagram Reels. Dengan visual mencolok, narasi acak, dan efek suara yang intens, konten-konten ini menyasar atensi pengguna muda yang cenderung scroll cepat dan mencari hiburan instan. 

Yang menjadi masalah, meski terlihat sekadar “lucu-lucuan”, efeknya pada kemampuan berpikir dan stabilitas emosi bisa serius. Salah satu bentuk konten anomali yang paling umum adalah video absurd visual animasi atau rekaman yang tidak memiliki alur cerita, hanya menyuguhkan gerakan cepat, warna menyala, dan ekspresi berlebihan.

Di sisi lain, ada pula varian yang lebih ekstrem seperti konten ala Elsagate, yakni penggunaan karakter populer anak-anak dalam skenario disturbing seperti kekerasan atau situasi yang melanggar norma sosial.

Jenis Konten Anomali Brainrot

1. Konten Absurd Visual (Visual Nonsense)

Biasanya berupa animasi atau video yang tidak punya narasi jelas, hanya mengandalkan gerakan cepat, warna mencolok, dan suara keras.
Contoh:

  • Karakter menari tanpa alasan dengan efek suara aneh.
  • ‌Editan wajah karakter jadi jelek ekstrem.
  • ‌Transisi berlebihan tanpa makna.

Efek: Menyasar atensi pendek dan bisa menyebabkan overstimulasi pada anak-anak.

2. Elsagate-style Content

Menggunakan karakter populer (Elsa, Spider-Man, Peppa Pig) dalam situasi yang tidak pantas atau disturbing, seperti kekerasan, luka-luka, kehamilan, atau tindakan tidak senonoh.
Contoh:

  • ‌Elsa hamil lalu diselamatkan Spider-Man.
  • ‌Peppa Pig disiksa karakter lain.
  • ‌Kartun memakai alat medis tanpa konteks.

Efek: Bisa memengaruhi persepsi anak terhadap realitas dan menormalisasi kekerasan/fantasi ekstrem.

3. Sludge Content (Konten Lamban & Bodoh)

Video dengan tempo lambat, tidak masuk akal, dan dibuat agar tetap ditonton karena bikin penasaran atau merasa “apa sih ini?”
Contoh:

  • ‌Orang makan es batu selama 3 menit.
  • Slime diremas-remas sambil ada suara mengunyah‌,
  • Video jalan kaki tak berujung.

Efek: Merusak konsentrasi dan memperkuat budaya “scroll tanpa berpikir”.

4. Mukbang Berlebihan dan Sensory Overload

Mukbang ekstrem seperti makan mentah, makanan tak lazim, atau suara ASMR yang terlalu kuat dan menjijikkan.
Contoh:

  • ‌Makan gurita hidup.
  • ‌ASMR sambil menjerit.
  • ‌Gigitan makanan disensor untuk dramatisasi.

Efek: Memicu desensitisasi dan gangguan pola makan.

5. Cursed TikTok (Konten Humor Surreal)

Konten “lucu” yang sebenarnya absurd dan mengganggu, banyak beredar dalam bentuk tren TikTok atau meme video dengan audio aneh.
Contoh:

  • ‌Video editan anak kecil bicara dengan suara robotik.
  • ‌Animasi karakter menyanyi sambil dipukul.
  • ‌Anak-anak “acting possessed” dengan efek visual gelap.

Efek: Menumbuhkan humor gelap sejak usia dini dan menurunkan empati sosial.

6. Fancam Brainrot / Overedited Fan Edits

Edit video berlebihan dengan efek yang cepat, berkedip, suara remix yang keras, dan teks overlay tanpa jeda.
Contoh:

  • ‌Video K-pop atau seleb diedit dengan strobe light dan suara pecah.
  • ‌Teks kapital besar disorot dengan efek laser.
  • 1 detik = 4 transisi ekstrem.

Efek: Mengganggu kemampuan otak memproses visual dan memperpendek attention span.

7. Roleplay Aneh untuk Anak

Konten “bermain rumah-rumahan” atau pura-pura yang terlihat tidak masuk akal dan dilakukan oleh orang dewasa atau anak kecil dengan skenario aneh.
Contoh:

  • ‌Anak-anak berperan jadi ibu melahirkan.
  • ‌Bermain dokter tapi dengan alat medis sungguhan.
  • ‌Roleplay sekolah dengan tema kekerasan.

Efek: Bisa mengaburkan pemahaman realitas dan norma sosial.