
Vietnam Vs Indonesia: Sama-sama Kena Tarif Trump, Hasil Negosiasi Beda Jauh
- Presiden Donald Trump baru-baru ini mengumumkan penurunan tarif respirokal untuk Indonesia, yakni 19% jauh dari angka sebelumnya mencapai 32%. Namun, yang terjadi di balik layar justru menunjukkan perbedaan mencolok dibanding strategi yang ditempuh RI Vs Vietnam. Siapa lebih jago negosiasi?
Tren Global
JAKARTA – Presiden Donald Trump baru-baru ini mengumumkan penurunan tarif respirokal untuk Indonesia, yakni 19% jauh dari angka sebelumnya mencapai 32%. Namun, yang terjadi di balik layar justru menunjukkan perbedaan mencolok dibanding strategi yang ditempuh RI Vs Vietnam.
Hasilnya pun beda kelas. Siapa yang lebih jago negosiasi? Menurut Reuters, Vietnam awalnya menghadapi tarif mencapai 46% dari Amerika, tapi dalam negosiasi berhasil menurunkannya jadi 20%. Caranya tanpa membeli beli alias tidak ada komitmen impor besar seperti pesawat, gas, atau agrikultur.
Peneliti Departemen Ekonomi CSIS, Dandy Rafitrandi, menilai keberhasilan Vietnam tak lepas dari tawaran ekonomi yang lebih konkret kepada Washington.
“Ekspor Vietnam ke Amerika Serikat itu sekitar US$ 13 miliar. Kami melakukan simulasi, kalau tarif Amerika Serikat ke Vietnam itu diturunkan menjadi 0%, Amerika Serikat bisa menurunkan defisit perdagangan sebesar US$ 3 miliar per tahun,” kata Dandy dalam media briefing CSIS di Jakarta dilansir Selasa, 22 Juli 2025.
Vietnam, menurut dia, membuka peluang besar bagi penurunan defisit dagang AS, yang menjadi perhatian utama Presiden Donald Trump dalam kampanye tarifnya. “Trump itu punya kepentingan untuk menunjukkan bahwa kebijakan tarif ini berhasil,” kata Dandy.
Sebagai gantinya Vietnam membuka pasar bagi produk AS dan bahkan menawarkan tarif 0% untuk mereka, plus komitmen ketat mencegah barang transhipment asal China.
Efek Tarif Trump di Indonesia
Indonesia juga berhasil menurunkan tarif dari 32% ke 19%, namun harga penuh negosiasinya justru mahal. Trump menyebut Indonesia sepakat membeli 50 unit pesawat Boeing, US$15 miliar energi termasuk LNG dan sejenisnya, US$4,5 miliar produk agrikultur, hingga menambah investasi lain lewat kesepakatan pembangunan kilang senilai $8 miliar.
Total komitmennya diperkirakan di atas Rp350 triliun jauh di atas manfaat tarif 19% itu sendiri. Penawaran dari Indonesia disebut hanya berlaku sekali dan bersifat simbolis. Dandy menilai pemerintah perlu merumuskan strategi negosiasi baru yang memperhitungkan keberlanjutan ekonomi dan memberikan keuntungan langsung bagi neraca dagang Amerika Serikat.
Baca Juga: Perang Tarif Trump : Borong 50 Pesawat Bisa Jadi Bom Waktu bagi Garuda
Ia merinci, dampak keberlanjutan ekonomi dari kesepakatan itu penting dan bukan hanya simbolis. Vietnam mengedepankan strategi win-win dengan effort minimal. Indonesia, di sisi lain, “membayar” dengan belanja besar untuk menukar persentase tarif yang lebih rendah.
Vietnam mencontohkan bahwa negosiasi efektif bisa dicapai tanpa harus “keluar modal”. Indonesia membuktikan bahwa kadang, untuk mendapat ruang ekonomi lebih besar, perlu komitmen nyata dengan konsekuensi fiskal yang besar pula.