
Trump Isyaratkan Cabut Embargo, akankah Iran Kembali Kuasai Pasar Minyak Dunia?
- Embargo minyak terhadap Iran bukan hal baru. Dimulai sejak Revolusi Iran tahun 1979 dan krisis sandera di Kedutaan Besar AS, embargo ekonomi diberlakukan oleh Presiden Jimmy Carter dan diperluas oleh Presiden Bill Clinton pada 1995.
Tren Global
WASHINGTON – Presiden Amerika Serikat Donald Trump membuka kemungkinan pelonggaran sanksi terhadap Iran, meski menegaskan bahwa tekanan ekonomi, terutama di sektor minyak, tetap berjalan. Hal ini disampaikan Trump dalam konferensi pers di sela-sela KTT NATO baru-baru ini.
Namun pernyataan tersebut menuai interpretasi beragam, terutama setelah Trump sebelumnya mengatakan bahwa China bisa tetap membeli minyak Iran usai gencatan senjata Iran-Israel. Gedung Putih segera mengklarifikasi bahwa ucapan itu tidak berarti AS secara resmi mencabut sanksi.
“China kini dapat terus membeli minyak dari Iran. Semoga mereka juga membeli banyak dari AS,” tambah Trump dalam cuitanna di platform Truth Social, Kamis, 26 Juni 2025.
Pemerintahan Trump sendiri tercatat telah menjatuhkan sanksi terhadap sejumlah kilang minyak dan operator pelabuhan asal China karena tetap membeli minyak dari Iran.
Di sisi lain, Steve Witkoff, utusan Trump untuk Timur Tengah, menyebut bahwa komentar Presiden adalah sinyal kerja sama, bukan pelemahan ekonomi China. Witkoff juga menambahkan bahwa pendekatan ini bisa mendorong Iran membuka jalur diplomasi baru.
“Presiden tetap menyerukan agar China dan negara-negara lain mengimpor minyak teknologi tinggi dari AS, bukan minyak Iran yang melanggar sanksi,” jelas pejabat tersebut," ujar Witkoff dikutip laman reutes.
- Dukung Ekonomi Desa, Bank Mandiri Fasilitasi Pelatihan Koperasi Merah Putih
- Iran Tetap Bertahan Meski 45 Tahun Dihantam Embargo, Ini Strategi Ekonominya
- Terendah dalam Sejarah, Ini Penyebabnya dan Dampak Kejatuhan Dolar AS
Sejarah Panjang Embargo Minyak Iran
Embargo minyak terhadap Iran bukan hal baru. Dimulai sejak Revolusi Iran tahun 1979 dan krisis sandera di Kedutaan Besar AS, embargo ekonomi diberlakukan oleh Presiden Jimmy Carter dan diperluas oleh Presiden Bill Clinton pada 1995. Sanksi sempat dilonggarkan pada 2015 lewat kesepakatan nuklir JCPOA, memungkinkan Iran meningkatkan ekspor minyak dari 1 juta menjadi 2,5 juta barel per hari.
Namun, pada tahun 2018, Trump menarik AS dari JCPOA dan memberlakukan kembali sanksi maksimum. Setelah sanksi tersebut lembaga pemeringkat ekonomi, Trending Economics mengungkap ekspor minyak Iran anjlok drastis ke 300–500 ribu barel per hari, yang sebagian besar tercatat dijual secara gelap ke China.
Embargo tersebut menghantam ekonomi Iran dengan keras. Treding Economics mencatatt pertumbuhan ekonomi turun hingga 9,5% pada 2019, inflasi melonjak 42%, dan harga pangan seperti daging naik lebih dari 100%. Pengangguran di sektor formal mencapai 50%, terutama di industri energi.
Ekspor minyak, yang menyumbang 90% devisa negara menjadi lumpuh. Meski pada 2025 ekspor minyak gelap ke China diperkirakan mencapai 1,8 juta barel per hari, Iran tetap menjualnya dengan harga diskon dan risiko tinggi.
- Dukung Ekonomi Desa, Bank Mandiri Fasilitasi Pelatihan Koperasi Merah Putih
- Iran Tetap Bertahan Meski 45 Tahun Dihantam Embargo, Ini Strategi Ekonominya
- Terendah dalam Sejarah, Ini Penyebabnya dan Dampak Kejatuhan Dolar AS
Peluang jika Embargo Dicabut
Jika embargo minyak dicabut, Iran diperkirakan bisa memulihkan produksi hingga tambahan 1,5-2 juta barel per hari dalam enam bulan. Ini bisa menambah pendapatan hingga US$50 miliar per tahun dan menurunkan harga minyak global sebesar 10–15%.
Secara makro, PDB Iran bisa tumbuh 4-6% per tahun dan inflasi turun ke level 15-20%. Investor asing, seperti Total (Prancis) dan Sinopec (China), kemungkinan besar akan kembali menggarap proyek-proyek besar di sektor energi.
Namun, tantangan besar tetap menganga, Treding Economic mencatat Infrastruktur energi Iran yang sudah usang diperkirakan membutuhkan investasi hingga US$100 miliar untuk modernisasi. Selain itu, risiko politik seperti kegagalan kesepakatan nuklir atau konflik dengan Israel tetap menghantui.
Embargo minyak terhadap Iran telah menjadi senjata politik yang digunakan AS selama lebih dari empat dekade. Meski berpotensi memulihkan ekonomi Iran jika dicabut, ketergantungan struktural terhadap minyak dan dinamika geopolitik kawasan tetap menjadi tantangan.
Pernyataan terbaru Donald Trump membuka celah bagi kemungkinan diplomasi baru baik dengan Iran maupun China namun implementasinya masih bergantung pada arah kebijakan Washington dan situasi di Timur Tengah.