Kargo
Tren Global

Trump Ancam Tarif 500% untuk Negara Pengimpor Produk Rusia, Bagaimana Dampaknya ke Indonesia?

  • Donald Trump dukung RUU sanksi terhadap Rusia, ancam tarif 500% bagi negara yang masih impor energi Rusia. Bagaimana dampaknya bagi Indonesia yang masih aktif impor pupuk, minyak, dan baja dari Moskow?

Tren Global

Muhammad Imam Hatami

JAKARTA - Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali membuat gebrakan dengan menyatakan dukungan terhadap rancangan undang-undang (RUU) sanksi berat terhadap Rusia. Salah satu poin paling kontroversial adalah ancaman tarif hingga 500% terhadap negara-negara yang tetap mengimpor minyak, gas, uranium, dan produk ekspor strategis lainnya dari Rusia. 

"Kita menerima banyak omong kosong yang dilontarkan Putin, Dia selalu sangat baik, tetapi ternyata tidak ada artinya," ujar Trump dalam rapat kabinet di Washington, dikutip Reuters, Kamis, 10 Juli 2025.

Pernyataan ini memunculkan kekhawatiran global, termasuk di Indonesia, yang saat ini masih menjalin hubungan perdagangan aktif dengan Rusia terutama di sektor energi dan bahan baku industri.

Berdasarkan data perdagangan 2022–2025, Indonesia masih mengandalkan Rusia untuk sejumlah komoditas penting. Komoditas utama yang diimpor dari Rusia meliputi pupuk, dengan nilai sebesar US$811,16 ribu pada tahun 2022, naik signifikan sebesar 148,7% dibanding 2021. 

Pupuk merupakan komoditas vital untuk sektor pertanian Indonesia. Selain itu, Indonesia juga mengimpor besi dan baja senilai US$585,29 ribu, naik 31% dari tahun sebelumnya, yang banyak digunakan untuk proyek infrastruktur dan manufaktur.

Sektor energi juga berperan penting dengan impor bahan bakar mineral dan minyak senilai US$466,01 ribu, meningkat hampir dua kali lipat dibanding 2021. Produk lainnya termasuk ikan, krustasea, dan moluska senilai US$69,13 ribu, serta garam dengan nilai US$52,73 ribu. Total perdagangan Indonesia-Rusia pada 2022 mencapai US$2,18 miliar, dengan proyeksi kenaikan sebesar 40% pada tahun 2025.

Apakah Impor Energi Indonesia Terancam?

Trump secara terbuka menyatakan bahwa negara mana pun yang tetap membeli energi dari Rusia dapat dikenai tarif 500%. Jika peraturan ini diterapkan secara global oleh AS dan sekutunya, maka potensi gangguan terhadap impor minyak Rusia oleh Pertamina akan menjadi perhatian serius.

"Saya tidak akan memberi tahu Anda. Kami ingin sedikit kejutan." tambah Trump.

Pertamina diketahui aktif melakukan tender untuk minyak dari berbagai negara, termasuk Rusia, sebagai bagian dari strategi diversifikasi pasokan. Sanksi seperti ini dapat mengganggu proyek besar seperti Kilang Tuban (GRR), hasil kerja sama Pertamina dan Rosneft yang bernilai hingga US$23 miliar. Proyek tersebut direncanakan mencapai finalisasi keputusan investasi (FID) pada akhir 2025, dan bisa terhambat oleh ketegangan geopolitik yang meningkat.

Di tengah ancaman sanksi dari AS, hubungan ekonomi Indonesia dengan Rusia justru menunjukkan kecenderungan menguat. Pada bulan Juni 2025, Indonesia resmi menandatangani Free Trade Agreement (FTA) dengan blok Eurasian Economic Union (EAEU) yang dipimpin Rusia. 

Perjanjian ini membuka akses lebih luas terhadap sejumlah komoditas strategis seperti gandum, fosfat, dan batu bara, yang penting bagi ketahanan energi dan pangan Indonesia. Selain itu, FTA ini diharapkan mendorong peningkatan perdagangan dua arah dan memperluas kerja sama industri, termasuk sektor logistik dan pengolahan energi.