trader-sukses.jpg
Tren Pasar

Trading di Tengah Jam Kerja: Saatnya Jam Bursa Lebih Fleksibel untuk Milenial

  • Bursa Efek Indonesia (BEI) tengah mengkaji penyesuaian jam perdagangan pasar saham. Kajian ini dilakukan secara menyeluruh dengan mempertimbangkan sejumlah skenario, mulai dari penambahan waktu di awal hari, perpanjangan sesi sore, hingga pergeseran jam operasional bursa.

Tren Pasar

Alvin Bagaskara

JAKARTA - Bursa Efek Indonesia (BEI) tengah mengkaji penyesuaian jam perdagangan pasar saham. Kajian ini dilakukan secara menyeluruh dengan mempertimbangkan sejumlah skenario, mulai dari penambahan waktu di awal hari, perpanjangan sesi sore, hingga pergeseran jam operasional bursa.

Langkah ini disebut sebagai bagian dari upaya BEI untuk meningkatkan pengalaman investor, memperluas likuiditas, serta memberikan layanan yang lebih optimal bagi seluruh pelaku pasar, baik domestik maupun asing.

Ia menambahkan masukan dari investor ritel dan institusi turut menjadi bahan pertimbangan utama dalam evaluasi ini. “Semua skenario masih dalam tahap kajian dan belum ada keputusan final,” ujar Direktur Pengembangan BEI Jeffrey Hendrik dalam pernyataan resmi, Senin, 16 Juni 2025.

Investor Muda Dominan, Tapi Sibuk

Asal tahu saja, hingga 29 April 2025, data BEI menunjukkan jumlah investor pasar modal Indonesia mencapai 16.216.944 Single Investor Identification (SID). Sepanjang 2025, jumlah ini meningkat lebih dari 1,3 juta SID, dengan mayoritas, yakni lebih dari 79%, berusia di bawah 40 tahun.

Fenomena ini menunjukkan bagaimana Gen Z dan milenial kini menjadi tulang punggung pasar modal Indonesia. Namun, di tengah kesibukan kerja dan aktivitas harian, banyak dari mereka hanya bisa mengakses pasar pada waktu-waktu terbatas. 

Trading pun kerap dilakukan sambil bekerja, saat rehat siang, atau menjelang sore, momen yang terkadang berbenturan dengan jam bursa yang berlaku saat ini. Dengan struktur waktu perdagangan yang terbagi dalam dua sesi, yakni pukul 09.00–12.00 WIB dan 13.30–15.49 WIB (serta penyesuaian khusus pada Jumat), banyak investor ritel merasa ruang geraknya belum cukup fleksibel. 

Di sinilah relevansi penyesuaian waktu mulai terasa bagi generasi muda yang ingin aktif berinvestasi tanpa mengorbankan produktivitas kerja.

Pasar Semakin Menyebar, Tak Lagi Jawa-Sentris

BEI juga menyoroti pergeseran distribusi geografis investor domestik. Jika sebelumnya lebih dari 70% investor ritel berasal dari Pulau Jawa, kini angkanya turun ke kisaran 67–68%, seiring peningkatan jumlah investor dari kawasan tengah dan timur Indonesia.

“Distribusi geografis investor domestik juga menjadi pertimbangan penting. Kami ingin memastikan seluruh investor dapat mengakses pasar secara optimal tanpa dibatasi perbedaan waktu operasional,” ungkap Jeffrey.

Langkah ini sejalan dengan visi inklusi keuangan nasional. Penyesuaian jam perdagangan dinilai dapat membuka ruang bagi masyarakat di luar zona waktu Indonesia Barat (WIB) untuk ikut aktif bertransaksi pada jam yang lebih sesuai.

Persaingan Regional dan Konektivitas Global

Selain mempertimbangkan kepentingan investor lokal, BEI juga memperhatikan kebutuhan pelaku pasar institusional asing. Banyak dari mereka menjalankan aktivitas perdagangan melalui desk yang berlokasi di Hong Kong, yang selama ini berfungsi sebagai simpul utama untuk pasar Asia.

“Sebagian besar investor institusi dari Amerika Serikat dan Eropa memiliki desk di Hong Kong. Artinya, Hong Kong keberadaannya cukup penting,” ujar Jeffrey.

BEI turut melakukan benchmarking terhadap jam operasional bursa regional seperti Singapura, Malaysia, dan Vietnam. Tujuannya sederhana saja: menjaga daya saing pasar modal Indonesia agar tetap relevan dan menarik di mata investor global.

Menuju Bursa yang Lebih Relatable

Di era digital, pendekatan BEI terhadap investor muda tak hanya soal waktu, tetapi juga gaya komunikasi dan akses. Selain menyediakan data dan edukasi lewat aplikasi IDX Mobile yang kini telah digunakan oleh lebih dari 285 ribu pengguna, BEI juga aktif menggandeng pemengaruh dan memanfaatkan media sosial untuk menyederhanakan literasi pasar modal.

Keberadaan lebih dari 1.000 Galeri Investasi (GI) di berbagai kampus dan instansi, serta 6.000 Duta Pasar Modal, turut menjadi jembatan antara edukasi dan partisipasi. Strategi ini memperkuat komitmen BEI untuk memperluas inklusi pasar modal secara digital, adaptif, dan kolaboratif.

Apa yang Dipertaruhkan?

Di tengah dominasi investor muda yang multitasking dan time-sensitive, isu penyesuaian jam bursa bukan lagi sekadar urusan teknis operasional. Ini menyentuh langsung keseimbangan antara peluang cuan dan ritme kerja harian.

BEI memastikan kajian ini dilakukan secara komprehensif dan tidak semata-mata berpihak pada kepentingan asing. Apapun keputusannya nanti, arah kebijakan jam perdagangan ke depan harus mampu menjawab satu hal penting: bisakah pasar saham lebih fleksibel tanpa mengorbankan prinsip inklusi, efisiensi, dan daya saing?