
Tax the Rich, Mamdani, dan Ketimpangan Ekonomi New York
- Di tengah gemerlap Manhattan, 25% warga New York hidup dalam kemiskinan. Data Robin Hood’s Poverty Tracker mengungkap realita ini. Kandidat walikota Zohran Mamdani mengusulkan reformasi pajak progresif untuk mengoreksi ketimpangan struktural yang kian dalam.
Tren Global
NEW YORK - Dikenal sebagai pusat kekayaan global, New York menyimpan ironi yang mendalam. Berdasarkan data Robin Hood’s Poverty Tracker, studi penelitian jangka panjang (longitudinal) untuk melacak dinamika kemiskinan warga Kota New York hasil kolaborasi antara Robin Hood Foundation dan Center on Poverty and Social Policy Columbia University, satu dari empat warga hidup dalam kemiskinan.
"Satu dari empat warga New York hidup dalam kemiskinan, sementara yang lainnya tampaknya terjebak dalam kecemasan, yang kami saksikan adalah sebuah kota yang tidak lagi terjangkau bagi orang-orang yang setiap hari membangunnya." ujar Calon Walikota Zohran Mamdani, dikutip Times of India, Senin, 30 Juni 2025.
Di balik gemerlap Manhattan dan hunian mewah bernilai jutaan dolar, tersembunyi ketimpangan yang mencolok. Kota ini menjadi simbol kontras ekonomi ekstrem di Amerika Serikat, di mana konsentrasi kekayaan bertemu dengan kemiskinan struktural yang merata di wilayah-wilayah luar pusat kota.
Dalam konteks ini, gagasan reformasi fiskal yang diajukan oleh Zohran Mamdani muncul sebagai respons terhadap sistem ekonomi yang dinilai tidak adil.
Sebagai anggota dewan negara bagian sekaligus kandidat walikota dari kalangan progresif, Mamdani mengusulkan kebijakan “Tax the Rich”. Hal itu yakni pendekatan pajak progresif yang menargetkan pemilik properti mewah dan kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi untuk mendanai perbaikan struktural bagi kelas pekerja.
“Saya tidak berpikir bahwa kita seharusnya memiliki para miliarder, karena, sejujurnya, itu adalah jumlah uang yang sangat besar di tengah momen dengan ketimpangan yang begitu besar. Dan pada akhirnya, yang benar-benar kita butuhkan adalah lebih banyak kesetaraan di seluruh kota, negara bagian, dan negara kita,” ujar Mamdani.
- Pasir Vulkanik Jadi Pupuk? Begini Cara Warga Desa Cibuntu Mengubah Limbah Jadi Cuan
- Ending Squid Game 3 Penuh Kejutan, Peluang Spin-off?
- Berapa Modal untuk Dapat Dividen YUPI Setara Gaji UMR Jakarta?
Ketimpangan NYC, Kota Superkaya, Warga Super Miskin
New York merepresentasikan jurang ekonomi yang semakin lebar di Amerika. Kota ini menjadi rumah bagi lebih dari seratus miliarder dan kawasan elit seperti SoHo, Park Avenue, dan Brooklyn Heights yang dipenuhi properti bernilai fantastis.
Pada saat yang sama, ratusan ribu warga tinggal di lingkungan padat dan kurang layak huni seperti Brownsville, Jamaica, dan Cambria Heights. Ketimpangan kekayaan terlihat jelas dalam distribusi aset, 0,1% warga terkaya menguasai kekayaan empat kali lipat lebih besar dibanding 50% populasi termiskin.
Ketimpangan ini memburuk sejak 1980-an, diperparah oleh sistem pajak properti yang menguntungkan pemilik aset mahal melalui kebijakan seperti assessment cap, yang membatasi peningkatan penilaian nilai properti secara tahunan.

Sebaliknya, kawasan mayoritas kulit hitam dan pekerja di borough luar justru dikenakan tarif pajak efektif lebih tinggi. Dalam satu tahun terakhir, ratusan ribu penduduk meninggalkan kota ini, sebagian besar karena tidak mampu menanggung beban biaya hidup yang terus meningkat.
Kondisi ekonomi New York menunjukkan tren stagnasi dan penurunan daya saing. Berdasarkan Index of State Dynamism 2021, New York berada di peringkat ke-46 secara nasional, turun drastis dari satu dekade sebelumnya.
Indikator-indikator seperti tingkat penutupan bisnis, pertumbuhan usaha rintisan, dan migrasi keluar menunjukkan performa yang memprihatinkan. Rasio pembangunan perumahan yang rendah turut memperburuk krisis perumahan, dengan hanya dua izin bangun per seribu penduduk, jauh di bawah rata-rata nasional.
Ketimpangan ini tidak hanya menyangkut kekayaan, tetapi juga akses terhadap peluang ekonomi dan mobilitas sosial. Beberapa wilayah seperti Manhattan telah pulih dari dampak pandemi, sementara kawasan lain seperti Buffalo dan Rochester masih tertinggal dalam penciptaan lapangan kerja.
- Pasir Vulkanik Jadi Pupuk? Begini Cara Warga Desa Cibuntu Mengubah Limbah Jadi Cuan
- Ending Squid Game 3 Penuh Kejutan, Peluang Spin-off?
- Berapa Modal untuk Dapat Dividen YUPI Setara Gaji UMR Jakarta?
Misi Mamdani: Pajaki Orang Kaya, Ringankan Beban Warga Biasa
Usulan kebijakan Mamdani mencakup reformasi besar-besaran terhadap sistem perpajakan kota. Pajak properti akan ditingkatkan secara signifikan untuk rumah-rumah mewah di kawasan elite, sedangkan beban pajak di wilayah dengan populasi pekerja dan komunitas kulit berwarna akan dikurangi.
Salah satu elemen penting adalah penghapusan assessment cap yang selama ini membatasi pertumbuhan nilai pajak properti mahal. Kebijakan ini bertujuan mengoreksi ketimpangan struktural yang telah berlangsung selama puluhan tahun.
Selain itu, Mamdani mendorong peningkatan investasi negara dalam pembangunan perumahan terjangkau dan publik, sebagai respons atas krisis perumahan akut yang memperparah ketimpangan sosial di kota ini. Kebijakan ini diarahkan untuk menciptakan sistem perpajakan yang lebih proporsional dan merefleksikan kemampuan ekonomi nyata warga kota.
Kebijakan “Tax the Rich” yang diajukan Mamdani menimbulkan berbagai reaksi. Sebagian kalangan progresif dan komunitas akar rumput mendukung pendekatan ini sebagai bentuk keadilan ekonomi.
Namun, resistensi muncul dari kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi dan sebagian anggota dewan kota yang menilai kebijakan ini sebagai retorika yang dapat memperlebar polarisasi sosial. “Saya juga menantikan untuk bekerja sama dengan semua pihak, termasuk para miliarder, demi menciptakan kota yang lebih adil bagi semua orang,” tambah Mamdani.
Kritik utama diarahkan pada potensi instabilitas fiskal yang dapat timbul dari perubahan sistem pajak secara drastis, mengingat sekitar 30% pendapatan kota berasal dari sektor pajak properti. Selain itu, penggunaan narasi berbasis kelas dan ras dianggap berisiko menciptakan ketegangan horizontal antarwarga.