
Tarif Air Naik 71 Persen, Warga Rusun Jakarta Tuntut Keadilan di Depan Kantor Gubernur DKI
- Kenaikan tarif air hingga 71% menjadi pemicu utama keresahan warga. Dari tarif sebelumnya Rp12.500/m³ (kode tarif 5F3), kini mereka dibebani tarif komersial sebesar Rp21.550/m³. Bahkan, rusun subsidi yang sebelumnya dikenakan tarif Rp7.500/m³ (kode tarif 5F2) kini juga dikenakan tarif lebih tinggi.
Tren Ekbis
JAKARTA - Ribuan warga penghuni rumah susun (rusun) se-DKI Jakarta memadati kawasan Balai Kota DKI Jakarta, Senin, 21 Juli 2025, dalam sebuah aksi damai yang berlangsung sejak pukul 09.00 WIB. Mereka datang dari berbagai wilayah ibu kota membawa satu suara: menolak kebijakan penggolongan tarif air bersih oleh PAM Jaya yang dianggap merugikan warga rusun.
Aksi ini diinisiasi oleh Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Indonesia (DPP P3RSI) dan melibatkan perwakilan dari sekitar 40 PPPSRS (Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun), mewakili lebih dari 200.000 warga rusun di Jakarta.
Dalam orasi-orasi yang menggema di halaman Balai Kota, massa aksi menyuarakan keresahan mereka terhadap penetapan rumah susun ke dalam kategori pelanggan air komersial (Kelompok K III), berdasarkan Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 730/2024.
- Kisah Pemilik Balenciaga, dari Anak Nelayan hingga Ikon Mode Dunia
- Saran Warren Buffett: 5 Kebiasaan Finansial yang Harus Dihindari Agar Tidak Miskin
- 10 Kota Terkaya di Dunia yang Jadi Favorit Para Miliarder, Ada Tetangga RI
Penggolongan ini menyamakan rusun dengan gedung-gedung komersial seperti mal, perkantoran, gudang industri, hingga apartemen mewah, yang tarif airnya mencapai Rp21.550 per meter kubik.
“Pak Gubernur jangan samakan kami dengan mall! Kami ini rakyat biasa yang hidup di rusun subsidi,” teriak seorang peserta aksi sambil mengangkat spanduk bertuliskan “Pak Gubernur Jangan Tutup Telinga!”.
Empat Tuntutan Utama Warga Rusun
Melalui pernyataan resmi, P3RSI dan para peserta aksi menyampaikan empat tuntutan yang menjadi fokus utama gerakan ini:
- Cabut atau revisi Kepgub No. 730/2024 tentang Tarif Air Minum PAM Jaya yang dianggap tidak adil.
- Kembalikan penggolongan pelanggan rusun ke Kelompok K II (rumah tangga), bukan kelompok komersial.
- Perjelas klasifikasi rusunami subsidi sebagai bagian dari pelanggan berpenghasilan rendah (K II), bukan rumah susun menengah (K III).
- Berikan subsidi air bersih untuk UMKM yang menjalankan usaha di bangunan komersial seperti mal atau perkantoran.
Adjit Lauhatta, Ketua Umum DPP P3RSI, menegaskan bahwa kebijakan ini sangat tidak masuk akal. “Warga rusun sekarang harus membayar air lebih mahal dari penghuni apartemen elite. Padahal, kami bukan pelaku usaha. Ini murni hunian, bukan tempat cari untung,” tegasnya saat memberikan keterangan kepada wartawan, Senin, 21 Juli 2025.
Tarif Air yang Mencekik, Warga Merasa Tertindas
Kenaikan tarif air hingga 71% menjadi pemicu utama keresahan warga. Dari tarif sebelumnya Rp12.500/m³ (kode tarif 5F3), kini mereka dibebani tarif komersial sebesar Rp21.550/m³. Bahkan, rusun subsidi yang sebelumnya dikenakan tarif Rp7.500/m³ (kode tarif 5F2) kini juga dikenakan tarif lebih tinggi.
“Saya ibu rumah tangga, bukan pengusaha. Sekarang tagihan air kami melonjak. Masa air di rusun subsidi lebih mahal dari rumah di Pondok Indah?” ujar Musdalifah Pangka, Ketua PPPSRS Kalibata City, dalam wawancara di sela aksi.
Dia juga menyampaikan bahwa sebagian besar penghuni rusunami adalah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang tidak pantas dimasukkan ke dalam kelompok pelanggan komersial. “Pemerintah harusnya tahu, kami beli rusun ini lewat program subsidi. Tapi sekarang malah dikenai tarif komersial,” keluhnya.
Dasar Hukum yang Dinilai Keliru
Warga menilai penggolongan rusun ke Kelompok K III bertentangan dengan Pergub No. 37/2024, khususnya Pasal 12 ayat (1), yang menyebutkan bahwa pelanggan rumah tangga termasuk rumah susun harus dimasukkan dalam kelompok K II. Hal ini juga menjadi dasar rencana warga untuk menempuh jalur hukum melalui uji materiil ke Mahkamah Agung.
“Kepgub ini lahir di masa Gubernur PJ, bukan saat Pramono Anung menjabat. Maka kami harap Pak Gubernur sekarang berani mengoreksi dan mendengar suara kami,” tegas Adjit Lauhatta.
Yohannes, Ketua PPPSRS Royal Mediterania Garden, juga mengkritik keras penggolongan rusun ke kategori komersial. “Kami bukan pelabuhan atau pabrik. Kalau ini bagian dari rencana mempercantik neraca PAM Jaya buat IPO, itu artinya warga jadi korban komersialisasi,” ujarnya.
Baca Juga: Pembentukan DRS Diyakini Bisa Minimalisasi Konflik Rumah Rusun
Gubernur Tak Hadir, Dialog Dinilai Tidak Memuaskan
Sekitar pukul 11.30 WIB, sepuluh perwakilan warga diterima oleh staf khusus Gubernur, Wisnu Bagus. Namun, Gubernur Pramono Anung tidak berada di tempat karena disebut baru kembali dari luar negeri. Wakil Gubernur juga tak bisa ditemui karena sedang berada bersama Presiden.
Hasil pertemuan dinilai mengecewakan. “Kami datang jauh-jauh, tapi hanya diterima staf. Tidak ada kejelasan, hanya janji aspirasi kami akan disampaikan. Kami ingin keputusan konkret, bukan sekadar pelukan simbolis,” ungkap salah satu peserta aksi yang ikut dalam pertemuan.
Warga juga curiga bahwa berbagai surat yang dikirimkan selama ini ke pendopo Balai Kota tidak pernah diteruskan ke Gubernur. “Kami sudah bersurat berkali-kali sejak Desember 2024, tapi tidak pernah ditanggapi,” ujar Adjit.
- Kontroversi Wilmar Group: dari Korupsi Sawit hingga Beras Oplosan
- Era Baru Energi Terbarukan: Kenapa Saham Komoditas Ramai-Ramai Bikin PLTS?
- Kerja Hybrid: Tren Fleksibel yang Bikin Anak Muda Betah
Langkah Lanjutan: Dari Aksi Damai ke Advokasi Nasional
Warga rusun menyatakan tidak akan berhenti sampai di sini. Jika dalam satu minggu ke depan tidak ada pertemuan langsung dengan Gubernur dan keputusan tegas mengenai tuntutan mereka, maka:
- Warga akan mengirim surat resmi ke Kementerian Dalam Negeri dan Presiden RI.
- Aksi lanjutan akan digelar di level nasional.
- DPP P3RSI akan mengajukan uji materiil ke Mahkamah Agung terhadap Kepgub No. 730/2024.
- Advokasi hukum akan ditingkatkan hingga ke pusat jika Pemprov tetap tidak merespons.
“Kami siap kirim 30 orang untuk standby setiap hari di Balai Kota. Bahkan jika perlu, kami akan longmarch ke Kementerian dan Istana. Ini bukan soal air saja, tapi soal keadilan,” ujar Musdalifah penuh semangat.
Warga juga menyoroti kemungkinan adanya konflik kepentingan dalam kebijakan ini. Rencana IPO (Initial Public Offering) PAM Jaya diduga menjadi motif di balik penggolongan tarif komersial bagi rusun.
“Kalau PAM Jaya mau terlihat untung, jangan kami yang jadi tumbal. PAM itu BUMD, bukan korporasi murni. Fungsi sosialnya jangan diabaikan,” tegas Yohannes.