IMG_5112.jpeg
Tren Pasar

Target Laba Medco Energi (MEDC) 2025 Direvisi Turun, Efek Penundaan Proyek Hilirisasi

  • Di sisi operasional, pendapatan Medco turun 9% secara kuartalan menjadi US$560 juta. Penurunan ini terutama dari segmen gas, yang penjualan sebesar US$509 juta (turun 10%) akibat permintaan rendah dan pemeliharaan fasilitas Senoro.

Tren Pasar

Alvin Bagaskara

JAKARTA – Kinerja keuangan PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) menghadapi tekanan di kuartal pertama 2025. Laba bersih perseroan hanya mencapai US$18 juta, turun drastis 81% secara kuartalan dan 76% secara tahunan, mencerminkan tantangan hilirisasi nasional.

Analis BRI Danareksa Sekuritas, Timothy Wijaya dan Nauhan Reyhan Muchlis, dalam risetnya menyebutkan penyebab utama penurunan ini berasal dari kerugian anak usaha tambang, PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN). 

Info saja, emiten bersandikan AMMN tersebut belum dapat mengekspor konsentrat tembaga akibat keterlambatan komisioning smelter katoda tembaga. “Komisioning smelter belum rampung, sehingga pendapatan tertahan,” kata mereka dalam riset yang dikutip pada Jumat, 6 Juni 2025.

Berdasarkan laporan keuanganya, kerugian dari entitas ventura bersama mencapai US$20 juta. Angka tersebut berasal dari rugi bersih AMMN sebesar US$29 juta. Proyek hilirisasi yang seharusnya memperkuat nilai tambah justru menjadi beban karena belum dapat dioperasikan secara optimal. “Risiko proyek hilirisasi muncul saat implementasi tak sesuai jadwal,” tambah Timothy.

Panduan Produksi Migas Direvisi

Di sisi operasional, pendapatan Medco turun 9% secara kuartalan menjadi US$560 juta. Penurunan ini terutama dari segmen gas, yang penjualan sebesar US$509 juta (turun 10%) akibat permintaan rendah dan pemeliharaan fasilitas Senoro. “Konsumsi gas sedang lesu karena faktor musiman dan teknis,” jelas Nauhan.

Lifting gas menurun menjadi 532 BBTUD, sementara lifting minyak naik 4,4% menjadi 41 ribu barel per hari. Kenaikan ini tidak cukup menahan penurunan pendapatan gas, yang masih dominan.

Medco juga menurunkan panduan produksi migas 2025 menjadi 145–150 ribu barel ekuivalen per hari (mboepd), dari 152 mboepd pada 2024. Penurunan ini dipengaruhi penurunan alami produksi, meski Medco terus eksplorasi dan pengeboran. “Upaya menjaga produksi terus berjalan lewat pengeboran baru,” kata Nauhan.

Lapangan Terubuk dan Forel di Natuna sudah berproduksi awal tahun, namun kontribusinya masih kecil terhadap total output. Medco berharap proyek ini stabilkan produksi jangka menengah, meski butuh waktu. “Kontribusi dari lapangan baru belum signifikan,” jelas Timothy.

Target Laba Dipangkas, Rekomendasi Saham "Hold"

Lini bisnis kelistrikan juga mengalami tekanan. Penjualan listrik kuartal pertama turun 24% secara kuartalan, terutama akibat pemeliharaan pembangkit Riau dan penurunan penjualan listrik non-terbarukan 32%. “Faktor teknis memengaruhi performa segmen listrik,” ujar Nauhan.

Namun, tekanan ini mulai tertahan dengan beroperasinya proyek panas bumi Ijen sejak akhir 2024. Medco memperkirakan total penjualan listrik tahun ini naik menjadi 4.500 GWh dari 4.108 GWh tahun lalu, seiring kontribusi energi terbarukan.

Dengan panduan baru, BRI Danareksa memangkas proyeksi laba bersih Medco 2025 sebesar 28% menjadi US$190 juta. Koreksi ini mempertimbangkan estimasi produksi, asumsi harga minyak US$70 per barel, serta kontribusi laba AMMN yang juga direvisi turun.

Proyeksi kontribusi laba AMMN dipangkas 25% menjadi US$65 juta, mencerminkan ketidakpastian smelter. Akibatnya, rekomendasi saham Medco diturunkan dari “buy” menjadi “hold”, dengan target harga baru Rp1.320 per saham.

Kondisi Medco mencerminkan tantangan hilirisasi nasional. Proyek seperti smelter AMMN seharusnya dorong pertumbuhan, namun penundaan justru menekan laporan keuangan induk. “Waktu realisasi proyek sangat menentukan dampaknya ke bottom line,” ujar Nauhan.

Ketidakpastian harga komoditas global dan fluktuasi permintaan energi menambah kompleksitas strategi Medco. Perusahaan perlu seimbangkan efisiensi, keberlanjutan produksi, dan komitmen transisi energi. “Medco harus fleksibel dalam mengelola ekspektasi dan realita pasar,” ungkap Timothy.

Medco kini di titik krusial antara ambisi ekspansi dan stabilitas kinerja jangka pendek. Jika proyek tertunda, tekanan pada laba dan kepercayaan investor bisa berlanjut sepanjang 2025. “Tahun ini lebih pada konsolidasi ketimbang ekspansi agresif,” pungkas Nauhan.