
Tambang Nikel di Raja Ampat Kena Sidak, Bagaimana Hasilnya?
- Di tengah sorotan publik atas aktivitas pertambangan di kawasan wisata Raja Ampat, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia turun langsung ke lapangan pada Sabtu, 7 Juni 2025.
Tren Ekbis
SORONG – Di tengah sorotan publik atas aktivitas pertambangan di kawasan wisata Raja Ampat, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia turun langsung ke lapangan pada Sabtu, 7 Juni 2025.
Dalam rangkaian kunjungan kerja pemantauan sumur migas di Sorong, Bahlil menyempatkan ke tambang nikel PT Gag Nikel di Pulau Gag, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Bahlil menggarisbawahi bahwa kehadirannya merupakan bentuk komitmen pemerintah untuk mendengar langsung aspirasi masyarakat dan menjawab kekhawatiran publik terkait potensi kerusakan lingkungan akibat aktivitas tambang.
"Saya datang ke sini bukan hanya dari laporan di atas meja, tapi ingin melihat sendiri kondisi di lapangan. Hasilnya nanti tetap akan dicek oleh tim Inspektur Tambang kami," tegas Bahlil ditemui di Swiss BellHotel Sorong, pada Sabtu, 7 Juni 2025.
- Cari Alternatif Usai Kena PHK? Ini 10 Pekerjaan Remote dan Skill yang Harus Dikuasai
- Bupati Kudus Belum Siapkan Perda Kawasan Tanpa Rokok karena Alasan Ekonomi
- 7 Cara Mengatur Keuangan ala Orang China yang Bisa Ditiru
Hasil Inspeksi
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba), Tri Winarno, menyatakan bahwa inspeksi awal tidak menunjukkan adanya sedimentasi mencolok di wilayah pesisir sekitar tambang. "Dari pengamatan udara dan darat, tidak ada indikasi masalah besar. Tapi tentu, kami tetap menurunkan tim Inspektur Tambang untuk audit menyeluruh sebelum mengambil keputusan strategis," ujar Tri.
Evaluasi ini kata Tri, akan menjadi dasar Menteri ESDM dalam menentukan langkah selanjutnya, termasuk keputusan penghentian atau kelanjutan operasi tambang.
Satu dari Lima, dan Satu-Satunya yang Aktif
Sekadar informasi, PT Gag Nikel, anak usaha dari PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), menjadi satu-satunya perusahaan tambang aktif dari lima pemegang izin di Kabupaten Raja Ampat.
Hasil evaluasi di lapangan mengungkapkan bahwa terdapat lima perusahaan yang menjalankan usaha pertambangan di Kabupaten Raja Ampat, yaitu PT Gag Nickel, PT Anugerah Surya Pratama, PT Kawei Sejahtera Mining, PT Mulia Raymond, dan PT Nurham.
Ia juga menekankan bahwa sebagai entitas BUMN, PT Gag Nikel tidak hanya berorientasi pada keuntungan, tetapi juga bertindak sebagai agen pembangunan (agent of development) di wilayah operasinya.
Direktur Pengembangan Usaha PT Antam, I Dewa Wirantaya, menegaskan bahwa perusahaan berkomitmen penuh pada praktik pertambangan berkelanjutan. "Kami patuh terhadap prinsip good mining practice, termasuk reklamasi, pengelolaan air limpasan tambang, serta ketaatan pada semua regulasi teknis dan lingkungan," jelas Dewa.
Data dari aplikasi Mineral One Data Indonesia (MODI) mencatat, dari lima perusahaan tambang yang mengantongi izin di Raja Ampat, hanya PT Gag Nikel yang berstatus aktif dan memproduksi nikel. Perusahaan ini beroperasi dengan luas izin mencapai 13.136 hektare berdasarkan Kontrak Karya nomor 430.K/30/DJB/2017.
Lebih lanjut, PT Gag Nikel juga menjadi satu dari 13 perusahaan yang mendapat izin khusus untuk tetap menjalankan operasi di kawasan hutan berdasarkan Keppres No. 41 Tahun 2004 tentang Pertambangan di Kawasan Hutan.
Operasi Sempat Dihentikan
Meski hasil inspeksi awal dinyatakan bersih dari pelanggaran signifikan, Menteri ESDM sebelumnya telah mengambil langkah tegas. Pada 5 Juni 2025, aktivitas PT Gag Nikel sempat dihentikan sementara untuk menindaklanjuti laporan masyarakat mengenai dugaan dampak buruk pertambangan terhadap lingkungan dan sektor pariwisata.
Langkah ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam menyeimbangkan kepentingan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan, khususnya di daerah sensitif seperti Raja Ampat, yang dikenal sebagai salah satu surga wisata bahari dunia.
Komitmen terhadap transparansi dan evaluasi berbasis fakta kini menjadi kunci dalam pengelolaan industri tambang di Indonesia. Di tengah harapan akan pembangunan ekonomi daerah, masyarakat kini juga menuntut tanggung jawab yang lebih besar dari korporasi dan negara dalam menjaga kelestarian alam.