
Sukkhacitta: Fashion Lokal yang Buktikan Baju Bisa Selamatkan Bumi dan Perempuan Desa
- Setiap kain dalam koleksinya dibuat oleh tangan-tangan perempuan desa di pelosok Indonesia—dari Tuban hingga Kalimantan Timur. Mereka bukan sekadar “buruh”, tapi bagian dari komunitas yang dilatih dan diberdayakan. Program pelatihan ini tak hanya mengajarkan teknik pewarnaan alami atau tenun, tapi juga manajemen keuangan dan kepemimpinan.
Tren Inspirasi
JAKARTA, TRENASIA.ID - Apa jadinya kalau belanja baju bisa sekaligus bantu perempuan desa, melestarikan budaya, dan menjaga bumi? Itulah yang dilakukan Sukkhacitta, brand fashion asal Indonesia yang sejak berdiri pada 2016 memilih jalur social enterprise—menggabungkan misi sosial dan lingkungan dalam model bisnisnya.
Didirikan oleh Denica Riadini-Flesch, Sukkhacitta memberdayakan perempuan di pedesaan Indonesia lewat pelestarian kain tradisional yang dibuat secara berkelanjutan.
Berbasis di Jakarta, brand ini kini dikenal luas karena keberpihakannya pada sustainability dan etika bisnis.
- Laba BBCA Tumbuh Solid, Tapi Kamu Perlu Cermati Lampu Kuning Ini
- Nihil Korban dan Minim Kerusakan: Menyibak di Balik Gempa Rusia
- Pentingnya Manajemen Emosi saat Berutang: Tips Ibu yang Gunakan Paylater
Social Enterprise: Ketika Fashion Tak Lagi Soal Tren, Tapi Dampak
Kata “social enterprise” mungkin masih terdengar asing bagi sebagian orang, tapi konsep ini sesungguhnya sangat relevan dengan semangat zaman sekarang—terutama bagi Gen Z dan Milenial yang makin peduli pada isu sosial dan lingkungan.
Sukkhacitta hadir sebagai perusahaan sosial (social enterprise) yang berupaya menjawab masalah ketimpangan, kemiskinan perempuan desa, dan kerusakan lingkungan lewat pendekatan yang sangat lokal: kain. Alih-alih sekadar menjual produk, mereka menciptakan dampak nyata—baik bagi pembuatnya maupun lingkungan sekitarnya.
Mengubah Nasib Perempuan Desa Lewat Kain Tradisional
Kalau kamu pernah bertanya siapa yang membuat baju yang kamu pakai, Sukkhacitta selalu punya jawaban yang jelas. Setiap kain dalam koleksinya dibuat oleh tangan-tangan perempuan desa di pelosok Indonesia—dari Tuban hingga Kalimantan Timur.
Mereka bukan sekadar “buruh”, tapi bagian dari komunitas yang dilatih dan diberdayakan. Program pelatihan ini tak hanya mengajarkan teknik pewarnaan alami atau tenun, tapi juga manajemen keuangan dan kepemimpinan.
Sukkhacitta menyebutnya sebagai #MadeRight, yaitu cara produksi yang adil, transparan, dan ramah lingkungan. Ini sekaligus menjadi pesan penting bagi industri mode yang selama ini dikenal sebagai salah satu penyumbang polusi terbesar di dunia.
Baca Juga:
Mendukung Sustainable Development Goals (SDGs) Lewat Fashion
Berbekal filosofi “membuat yang tidak terlihat menjadi terlihat”, Sukkhacitta secara langsung mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs) yang ditetapkan PBB. Setidaknya, brand ini berkontribusi nyata pada:
- SDG 1: Tanpa Kemiskinan, dengan memberikan penghasilan tetap dan keterampilan bagi perempuan desa.
- SDG 5: Kesetaraan Gender, melalui pelatihan kepemimpinan dan pemberdayaan perempuan.
- SDG 12: Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab, lewat penggunaan bahan alami, nol limbah berbahaya, dan proses produksi yang transparan.
- SDG 13: Aksi Iklim, karena mereka meminimalisir jejak karbon dari proses produksi pakaian.
Fashion yang dulunya dikenal penuh limbah, kini berubah jadi alat advokasi dan perubahan.
Dari Jakarta ke Dunia: Cerita Sukkhacitta yang Menginspirasi
Di balik kesuksesan Sukkhacitta, ada cerita sederhana tapi penuh makna. Denica, sang pendiri, adalah mantan ekonom pembangunan yang frustasi melihat ketimpangan sistemik yang terus berlangsung.
Dalam salah satu riset lapangannya, ia menemukan banyak perempuan desa yang hidup di bawah garis kemiskinan, padahal mereka punya keahlian membuat kain yang indah.
Dari sinilah ide Sukkhacitta lahir: menghubungkan keterampilan tradisional dengan pasar modern, tanpa harus mengorbankan nilai-nilai lokal dan keberlanjutan. Seiring waktu, brand ini tumbuh dan dikenal tidak hanya di Indonesia, tapi juga internasional—pernah tampil di PBB, TEDx, bahkan masuk Forbes 30 Under 30.
Baca Juga: Kisah Novita Yunus: Membawa Batik Tradisional Indonesia ke Festival Fashion di Paris
Produk yang Bercerita: Transparansi di Setiap Lembar Kain
Salah satu hal unik dari Sukkhacitta adalah setiap produknya punya “cerita”. Saat membeli, kamu bisa tahu siapa yang membuat kain tersebut, dari mana asalnya, dan berapa dampak sosial yang ditimbulkan. Inilah bentuk nyata dari radical transparency—praktik keterbukaan penuh yang masih jarang dilakukan di industri fashion.
Dengan pendekatan ini, mereka mendorong konsumen untuk tidak sekadar belanja, tapi juga berkontribusi pada perubahan. Itulah kenapa banyak anak muda yang merasa terhubung secara emosional dengan setiap produk Sukkhacitta.
Beli dengan Hati: Gaya Hidup Berkelanjutan Itu Mungkin
Kalau kamu pernah merasa cemas dengan dampak belanja fast fashion, Sukkhacitta bisa jadi alternatif yang menenangkan hati. Karena saat kamu membeli produk mereka, kamu bukan cuma beli baju—tapi juga:
- Memberdayakan satu komunitas perempuan
- Mendukung pelestarian budaya lokal
- Mengurangi limbah dan polusi lingkungan
Brand ini membuktikan bahwa gaya hidup berkelanjutan bukan sekadar wacana, tapi bisa dilakukan lewat keputusan-keputusan kecil yang kita ambil setiap hari.
- Gen Z Catat! Ini 15 Peluang Karier yang Dibutuhkan di Masa Depan
- YSL Masuk TikTok Live Indonesia: Strategi Mewah yang Kini Menyapa Dompet Menengah?
- Bocor di Dalam, Terbuka ke Luar: Ironi Transfer Data RI ke AS
Di tengah gempuran tren dan diskon, ada baiknya kita mulai bertanya: siapa yang membuat pakaian yang kita pakai, dan dengan cara seperti apa?
Sukkhacitta menawarkan jawaban yang jujur dan berdampak. Mereka bukan sekadar brand, tapi gerakan—yang mengajak kita semua untuk berpakaian dengan penuh kesadaran.
Jadi, kalau kamu ingin tampil keren sekaligus peduli, mungkin ini saat yang tepat untuk mulai beralih ke fashion yang punya nilai. Karena perubahan besar selalu dimulai dari keputusan-keputusan kecil. Termasuk dari lemari pakaianmu.