Menteri Keuangan Sri Mulyani
Nasional

Sri Mulyani: Masyarakat Kritik Penerimaan Negara, Tapi Ogah Bayar Pajak

  • Kemenkeu mendorong adanya pendekatan yang lebih komunikatif kepada masyarakat, guna memperkuat pemahaman akan pentingnya pajak dalam pembangunan nasional.

Nasional

Muhammad Imam Hatami

JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyoroti kontradiksi di tengah masyarakat yang gencar mengkritik penerimaan negara, namun disisi lain menunjukkan rendahnya kepatuhan dalam membayar pajak. Hal ini menjadi tantangan serius bagi Kementerian Keuangan dalam membangun kesadaran dan tanggung jawab pajak di kalangan publik.

"Masyarakat mengingatkan penerimaan pajak (harus) naik, namun masyarakat dan dunia usaha sangat segan untuk membayar pajak. Ini adalah kontradiksi yang harus dikelola," keluh Sri Mulyani kala melantik 22 pejabat baru di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, Jumat, 23 Mei 2025.

Dalam pelantikan 22 pejabat baru, yang salah satunya adalah Bimo Wijayanto sebagai Direktur Jenderal Pajak dan Djaka Budhi Utama sebagai Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Sri Mulyani menegaskan perlunya pembaruan di kedua institusi tersebut untuk memperkuat kredibilitas serta meningkatkan penerimaan negara secara berkelanjutan. 

Kemenkeu mendorong adanya pendekatan yang lebih komunikatif kepada masyarakat, guna memperkuat pemahaman akan pentingnya pajak dalam pembangunan nasional.

Pemerintah menilai peningkatan kepatuhan pajak tidak bisa hanya mengandalkan tekanan atau penegakan hukum, tetapi perlu strategi edukatif dan transparansi yang dapat menumbuhkan kepercayaan publik. Hal ini sejalan dengan target memperluas basis pajak dan mendorong kontribusi yang lebih merata dari seluruh lapisan masyarakat.

Stagnasi Rasio Pajak

Salah satu perhatian utama adalah stagnasi rasio pajak terhadap produk domestik bruto (PDB), yang sejak 2014 terus berada di bawah 11 persen. Bahkan dalam tiga tahun terakhir, rasio pajak menunjukkan tren penurunan, dari 10,41 persen pada 2022, menjadi 10,31 persen di 2023, dan diproyeksikan turun lagi ke 10,07 persen pada 2024. 

Kondisi ini mengindikasikan perlunya pembenahan mendalam dalam sistem perpajakan, baik dari sisi administrasi, pengawasan, maupun pelayanan kepada wajib pajak.

Selain dari aspek teknis, integritas aparat perpajakan juga menjadi sorotan penting. Keberhasilan peningkatan penerimaan pajak dipandang tidak akan optimal tanpa adanya kepercayaan dari publik terhadap lembaga perpajakan. 

Oleh karena itu, reformasi yang mencakup perbaikan budaya kerja, transparansi, dan akuntabilitas menjadi prasyarat utama dalam upaya penguatan institusi.

Pelantikan pimpinan baru di lingkungan Ditjen Pajak dan Bea Cukai ini diharapkan mampu mempercepat agenda reformasi dan menjawab tantangan strategis dalam pengelolaan keuangan negara, khususnya dalam memperbaiki kinerja penerimaan pajak dan meningkatkan kontribusinya terhadap perekonomian nasional.

Penerimaan Pajak dari Tahun ke Tahun

Penerimaan pajak Indonesia dari tahun 2020 hingga 2025 menunjukkan dinamika yang beragam, mencerminkan kondisi ekonomi nasional yang fluktuatif.

Pada tahun 2020, penerimaan pajak turun tajam menjadi Rp 1.072,11 triliun akibat dampak pandemi COVID-19 yang melumpuhkan aktivitas ekonomi. Namun, pada tahun 2021, terjadi pemulihan dengan penerimaan meningkat menjadi Rp 1.278,63 triliun, mencerminkan perbaikan ekonomi nasional. 

Tren positif ini berlanjut pada 2022, ketika penerimaan pajak melonjak signifikan sebesar 34,3% menjadi Rp 1.716,77 triliun. Tahun 2023 mencatat penerimaan sebesar Rp 1.869,23 triliun, meskipun laju pertumbuhan mulai melambat ke angka 8,9%. 

Pada 2024, penerimaan pajak kembali tumbuh menjadi Rp 1.932,4 triliun, namun dengan pertumbuhan yang menurun sebesar 3,5% dibandingkan tahun sebelumnya.

Memasuki kuartal I tahun 2025, realisasi penerimaan pajak mencapai Rp 322,6 triliun, meningkat signifikan dari Rp 187,8 triliun yang tercatat pada Januari–Februari 2025, menandakan awal tahun yang cukup positif bagi kinerja perpajakan.