
SID Kripto Bakal Diterapkan, Solusi Proteksi atau Ancaman Inklusivitas Pasar?
- OJK tengah mengkaji penerapan Single Investor Identification (SID) untuk aset kripto. Apakah ini langkah maju perlindungan investor, atau justru hambatan baru bagi inklusivitas pasar kripto Indonesia?
Tren Pasar
JAKARTA, TRENASIA.ID – Rencana Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menerapkan sistem Single Investor Identification (SID) di sektor aset kripto memunculkan dilema baru dalam dinamika regulasi teknologi keuangan.
Di satu sisi, kebijakan ini menjanjikan penguatan perlindungan investor dan transparansi pasar. Namun di sisi lain, muncul kekhawatiran bahwa langkah tersebut justru bisa mengikis daya tarik utama kripto: akses yang mudah dan inklusif.
Oleh karena itu, rencana ini sontak memicu pertanyaan besar di kalangan komunitas: apakah SID ini akan menjadi solusi perlindungan investor, atau justru menambah kerumitan baru? Mari kita bedah tuntas rencana OJK dan pandangan dari para pelaku industri.
1. SID Kripto dan Upaya Merapikan Lanskap Digital
Kepala Eksekutif Pengawas Aset Keuangan Digital OJK, Hasan Fawzi, menegaskan bahwa SID dirancang untuk memperkuat integritas data dan mempercepat proses pengawasan. Sistem ini memungkinkan setiap investor memiliki identitas tunggal yang bisa dilacak regulator dalam ekosistem aset digital.
“SID ini kita harapkan dapat menjadi instrumen penting dalam memperkuat integritas data konsumen serta mempermudah proses pengawasan,” ujar Hasan dalam konferensi pers, Senin, 4 Agustus 2025.
SID juga akan mengintegrasikan prinsip Know Your Customer (KYC) secara lebih menyeluruh, yang dinilai penting dalam pencegahan pencucian uang (APU) dan pendanaan terorisme (PPT), dua isu yang selama ini menghantui industri kripto global.
- Baca Juga: Saham AS Melejit, Bitcoin dan Ethereum Bersiap Bullish di Awal Agustus? Ini Kata Analis Reku
2. Resistensi Terselubung: Ancaman Birokrasi dalam Dunia Serba Cepat
Meskipun terdengar menjanjikan, rencana ini langsung memicu debat di kalangan pelaku industri dan investor ritel. CEO Tokocrypto, Calvin Kizana, mengapresiasi niat baik OJK, tetapi memperingatkan agar penerapan SID tidak menjelma menjadi alat birokratisasi baru.
“Sistem yang dibangun harus adaptif. Kami berharap kebijakan SID justru memperkuat kemudahan, bukan sebaliknya,” ungkap Calvin.
Menurutnya, kripto selama ini tumbuh berkat akses cepat dan sederhana, cukup bermodalkan KTP dan koneksi internet. Jika SID menambah hambatan administratif, keunggulan ini bisa lenyap dan memperlambat laju pertumbuhan investor, terutama dari kalangan muda dan daerah tertinggal digital.
3. Jalan Tengah: Kolaborasi sebagai Kunci Legitimasi Regulator
OJK kini tengah mempertimbangkan tiga model pengembangan SID: dikembangkan penuh oleh regulator, dibuat bersama pelaku industri, atau diintegrasikan dengan SID pasar modal yang sudah ada.
Calvin dan pelaku industri lainnya cenderung mendorong opsi kolaboratif. Menurutnya, pendekatan top-down dari regulator tanpa masukan teknis dari pelaku industri hanya akan melahirkan sistem yang kaku dan tidak sesuai kebutuhan pasar.
“Melalui pendekatan kolaboratif, kita bisa memastikan sistem SID yang dibangun tetap memprioritaskan perlindungan konsumen, tanpa menghambat akses masyarakat terhadap investasi aset digital,” tambahnya.
4. Harapan Baru di Tengah Koreksi Pasar
Meski nilai transaksi kripto nasional sempat melemah pada Juni 2025, jumlah investor tetap tumbuh, mencapai 15,85 juta. Ini menunjukkan minat publik yang masih tinggi. Dalam konteks ini, SID bisa menjadi momentum strategis untuk memulihkan kepercayaan dan menciptakan ekosistem yang lebih kredibel, jika dikelola dengan bijak.
Namun, pertanyaan mendasarnya tetap relevan: akankah SID menjadi jembatan antara kebutuhan pengawasan dan semangat desentralisasi kripto, atau justru memperlebar jurang antara regulator dan pengguna? Jawaban atas pertanyaan ini akan menentukan arah masa depan industri aset digital Indonesia.