<p>foto:rumah.com</p>
Nasional & Dunia

Sertifikat Tanah Elektronik Ditunda, Pengamat: Benahi Juga Sistem Informasi Pertanahan

  • JAKARTA – Komisi II DPR RI resmi menunda kebijakan pemberlakuan sertifikat tanah elektronik pada Rabu, 24 Maret 2021. Hal ini dilakukan karena Komisi II DPR meminta kebijakan lebih dievaluasi mendalam. “Komisi II DPR dan Menteri ATR/Kepala BPN (Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional) sepakat menunda Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN nomor 1 tahun 2021 tentang sertifikat […]

Nasional & Dunia

Reza Pahlevi

JAKARTA – Komisi II DPR RI resmi menunda kebijakan pemberlakuan sertifikat tanah elektronik pada Rabu, 24 Maret 2021. Hal ini dilakukan karena Komisi II DPR meminta kebijakan lebih dievaluasi mendalam.

“Komisi II DPR dan Menteri ATR/Kepala BPN (Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional) sepakat menunda Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN nomor 1 tahun 2021 tentang sertifikat elektronik,” ujar Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung dalam Rapat Dengar Pendapat, Rabu, 24 Maret 2021.

Ada beberapa pertimbangan mengapa kebijakan sertifikat tanah elektronik ditunda. Pertimbangan ini termasuk kekhawatiran berulangnya kejadian KTP elektronik pada sertifikat elektronik serta lemahnya sistem keamanan sertifikat tanah elektronik hingga berpotensi tinggi pemalsuan.

Ketua Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Iwan Nurdin mengatakan seharusnya penundaan tidak terbatas pada permasalahan teknis sertifikat elektroniknya saja. Menurutnya, yang paling penting didorong adalah sistem informasi pertanahan yang terintegrasi.

“Digitalisasi agraria jangan parsial harusnya. Seharusnya yang didorong adalah sistem informasi pertanahan lengkap dimulai dari proses perizinannya, pendaftaran haknya, kemudian penerbitan haknya, sampai kepada peta tentang ketimpangan agraria di suatu lokasi,” ujar Iwan kepada TrenAsia.com, Kamis, 25 Maret 2021.

Iwan menilai sistem informasi pertanahan yang lengkap juga dapat mengintegrasi informasi pertanahan dengan nomor induk kependudukan (NIK) dan nomor pokok wajib pajak (NPWP). Dengan adanya ini, pengawasan untuk pemilik tanah yang lebih luas dari semestinya atau perpajakan progresif untuk pemilih tanah yang luas dapat dilakukan lebih mudah.

“Selama ini, BPN hanya menganggap digitalisasi itu adalah proyek konversi sertifikat tanah menjadi elektronik. Kalau ini kan harus dikritisi, hanya jadi proyek saja,” tambahnya.

Iwan juga menilai usaha-usaha layanan digital pertanahan oleh Kementerian ATR/BPN seperti Hak Tanggungan Elektronik (HT-el), Informasi Zona Nilai Tanah (ZNT), Pembuatan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT), serta Pengecekan Sertifikat Tanah juga belum terintegrasi.

“Sistem terintegrasi berarti mulai dari tanahnya, tata ruangnya, perpajakannya, siapa yang punya (tanahnya), bahkan tentang izin pendirian berada dalam satu pintu,” tutupnya.