IHSG Ditutup Menguat-2.jpg
Tren Pasar

Serangan AS ke Iran Picu Gejolak Pasar Global: Ini Saran Analis untuk Investor

  • Ketegangan Timur Tengah picu IHSG anjlok 2,19%. Mirae Asset sarankan investor tenang, realokasi ke safe-haven seperti emas dan dolar agar portofolio lebih aman.

Tren Pasar

Alvin Bagaskara

JAKARTA – Serangan udara Amerika Serikat terhadap fasilitas nuklir Iran pada Minggu, 22 Juni 2025, memicu gejolak di pasar global dan memaksa para investor mengevaluasi ulang strategi mereka. Dalam situasi seperti ini, bagaimana seharusnya sikap investor, terutama mereka yang baru memulai investasi?

Asal tahu saja, pada perdagangan Senin, 23 Juni 2025 hingga pukul 15.16 WIB, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah 2,19% ke level 6.753. Laju bursa saham Indonesia ini satu tarikan nafas pergerakan bursa Asia lainnya, yang kompak melemah.

Head of Research & Chief Economist Mirae Asset Sekuritas, Rully Arya Wisnubroto, mengimbau investor untuk tetap tenang dan berpikir strategis menghadapi ketidakpastian. “Situasi ini menuntut pendekatan yang cermat dan terukur, bukan reaksi emosional,” ujar Rully dalam risetnya pada Senin, 23 Juni 2025.

Ia menjelaskan bahwa ketegangan di Timur Tengah, terutama ancaman pembalasan dari Iran dan potensi penutupan Selat Hormuz sebagai jalur utama perdagangan minyak global, membuat risiko pasar meningkat tajam. “Ancaman-ancaman tersebut membuat pasar global, termasuk Indonesia, lebih bergejolak. Kesalahan perhitungan sekecil apa pun bisa memicu eskalasi konflik yang lebih luas,” tambahnya.

Rully menekankan bahwa situasi geopolitik saat ini sangat rapuh dan bisa berkembang ke arah yang lebih buruk. “Kondisi saat ini sangat rentan. Risiko konflik regional meluas hingga potensi kebuntuan berkepanjangan sangat nyata,” katanya.

Sebagai catatan, sejak memanasnya konflik Iran–Israel, IHSG telah terkoreksi hingga 3,6% sepanjang pekan lalu. Selain itu, arus modal asing yang keluar dari pasar saham Indonesia juga meningkat signifikan mencapai Rp4,6 triliun. 

Kondisi tersebut mengindikasikan investor mulai menarik dana dan memindahkannya ke dalam aset yang lebih safe and haven . “Saham-saham berkapitalisasi besar seperti BMRI, BBRI, ASII, dan TLKM pun ikut terdampak. Ini menunjukkan bahwa sentimen global negatif bisa merembet hingga ke emiten berfundamental solid,” jelas Rully.

Ia juga mengingatkan bahwa kenaikan harga minyak mentah global berpotensi memicu inflasi lebih cepat. Jika harga energi tetap bertahan di level tinggi, pelonggaran suku bunga acuan bisa tertunda hingga akhir 2025 atau awal 2026. 

Sebagai antisipasi, Mirae Asset memperkirakan pasar ekuitas global, termasuk Indonesia berpotensi mengalami aksi jual tajam di awal pekan.  “Ini membuat prospek makroekonomi menjadi lebih menantang. Investor perlu menyiapkan strategi portofolio untuk menghadapi ketidakpastian hingga jangka menengah,” lanjutnya.

Namun Rully menegaskan bahwa dalam menghadapi gejolak ini, investor jangan gegabah menjual aset hanya karena panik. “Kami justru menyarankan investor untuk melakukan realokasi portofolio secara hati-hati,” katanya.

Ia merekomendasikan investor untuk memperbesar porsi aset-aset safe-haven, seperti emas dan Dolar AS, sekaligus mengurangi eksposur di instrumen ekuitas berisiko lebih tinggi. “Penguatan Dolar AS bisa berlanjut dan memberi tekanan terhadap nilai tukar Rupiah, sehingga emas menjadi pilihan defensif yang solid untuk melindungi nilai portofolio,” pungkas Rully.

Info saja, pada penutupan perdagangan mata uang Rupiah tercatat melemah 95 poin dan berakhir di level Rp16.492 per dolar AS. Sementara itu, untuk perdagangan esok hari, Selasa, 24 Juni 2025, sejumlah analis memproyeksikan bahwa mata uang Garuda itu akan bergerak fluktuatif. 

Dengan ketegangan geopolitik yang semakin kompleks dan pasar keuangan global yang rentan, perubahan fokus ke aset lindung nilai serta pendekatan investasi jangka menengah bisa menjadi strategi bijak agar investor tetap terlindungi hingga situasi lebih stabil.