
Satu Juta WNI Berobat Keluar Negeri Pertahun, Devisa Rp200 Triliun Menguap
- Setiap tahun, diperkirakan ada sekitar satu juta WNI yang menjalani pengobatan di negara lain, terutama ke Singapura dan Malaysia. Hal ini tak hanya mencerminkan tantangan dalam sistem kesehatan dalam negeri, tetapi juga berdampak serius terhadap ekonomi nasional.
Nasional
JAKARTA - Fenomena warga negara Indonesia (WNI) yang memilih berobat ke luar negeri masih menjadi ironi di tengah upaya pemerintah memperkuat layanan kesehatan nasional.
Setiap tahun, diperkirakan ada sekitar satu juta WNI yang menjalani pengobatan di negara lain, terutama ke Singapura dan Malaysia. Hal ini tak hanya mencerminkan tantangan dalam sistem kesehatan dalam negeri, tetapi juga berdampak serius terhadap ekonomi nasional.
Data dari Singapore Tourism Board dan Kementerian Kesehatan Singapura menunjukkan bahwa hampir setengah dari pasien asing di Singapura, yakni 47,2 persen, berasal dari Indonesia. Artinya, Indonesia menjadi penyumbang pasien luar negeri terbesar di negara tersebut.
Menurut Komisaris Utama PT Sejahteraraya Anugrahjaya Tbk (Mayapada Hospital), Jonathan Tahir, ada dua alasan utama mengapa banyak WNI lebih memilih berobat ke luar negeri.
Pertama, dari sisi kualitas layanan kesehatan, rumah sakit di Malaysia dan Singapura dinilai lebih baik dalam hal fasilitas, tenaga medis, dan kenyamanan pelayanan. Kedua, biaya pengobatan untuk layanan tertentu dianggap lebih murah dibandingkan di Indonesia, terutama jika mempertimbangkan efektivitas dan hasil perawatan.
"Satu adalah kualitas, mereka merasa mungkin bahwa kualitas di luar negeri lebih baik, mungkin membuat mereka lebih tenang juga," papar Jonathan kala menghadiri Peletakan Batu Pertama, Tower 3 Mayapada, di Jakarta, dikutip Kamis, 5 Januari 2025.
Kondisi ini menjadi tantangan besar bagi rumah sakit di dalam negeri. Mereka harus bersaing bukan hanya dari sisi kualitas layanan, tapi juga efisiensi harga.
Untuk menjawab tantangan tersebut, beberapa rumah sakit mulai menjalin kerja sama internasional guna meningkatkan standar pelayanan. Salah satu contohnya adalah kemitraan antara Mayapada Healthcare dan Apollo Hospitals dari India yang bertujuan melakukan transfer pengetahuan dan peningkatan mutu layanan kesehatan.
Tak hanya itu, rumah sakit juga perlu mengefisienkan biaya operasional, seperti melalui negosiasi dengan vendor dan optimalisasi manajemen internal agar bisa memberikan layanan terbaik dengan harga yang kompetitif.
- Ternyata Cuma 5 Persen Orang Indonesia Berliterasi Digital Tinggi
- 13 Daftar Promo Makanan Spesial Iduladha 2025 dan Libur Panjang
- 50 Ucapan Iduladha 2025 Penuh Doa dan Makna
Tanggapan Pemerintah
Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno menyoroti praktik ini menyebabkan kebocoran devisa negara hingga Rp200 triliun per tahun.
Dana sebesar itu seharusnya bisa dimanfaatkan untuk memperkuat sistem kesehatan nasional jika masyarakat lebih percaya pada rumah sakit di dalam negeri.
"Hampir satu juta orang Indonesia berobat ke luar negeri setiap tahunnya. Kebocoran devisa kita mendekati Rp 200 triliun setiap tahunnya, cukup besar," jelas Pratikno dalam kesempatan yang sama.
Sebagai langkah konkret, pemerintah mendorong pembangunan dan peningkatan rumah sakit unggulan di berbagai daerah. Langkah ini diharapkan bisa menjadi daya saing terhadap layanan luar negeri sekaligus mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap pengobatan di luar negeri.
Fenomena WNI berobat ke luar negeri kini menjadi persoalan yang menyentuh banyak dimensi, mulai dari kualitas pelayanan, kepercayaan publik, hingga kedaulatan ekonomi.
Maka dari itu, dibutuhkan sinergi antara sektor swasta, pemerintah, dan mitra internasional untuk membangun sistem kesehatan yang kompetitif secara global dan mampu menjawab kebutuhan masyarakat Indonesia.
"Kita juga butuh RS advanced seperti Mayapada untuk mengurangi kebocoran devisa dan sekaligus untuk pengembangan teknologi dan SDM level advanced," pungkas Pratikno.