
Sandiaga Uno Optimistis AI Akan Tingkatkan Kesejahteraan, Bukan Picu Pengangguran Massal
- Menurut Sandiaga, pertanyaan terpenting adalah bagaimana kita bisa memanfaatkan peningkatan produktivitas dari AI untuk kesejahteraan kolektif. Salah satu skenario yang ia sebutkan adalah kemungkinan terciptanya sistem universal basic income (UBI), yakni penghasilan dasar universal yang diberikan kepada masyarakat sebagai bagian dari redistribusi kekayaan yang dihasilkan oleh otomatisasi.
Tren Leisure
JAKARTA – Perkembangan teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) dan robotik humanoid semakin pesat dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini memunculkan kekhawatiran mengenai masa depan lapangan kerja manusia, terutama di negara berkembang dengan populasi besar seperti Indonesia. Namun, Sandiaga Uno, pengusaha sekaligus mantan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, menyampaikan pandangan yang optimis terhadap gelombang disrupsi teknologi ini.
Dalam sebuah diskusi bersama Timothy Ronald, Founder dan CEO Akademi Crypto, Sandiaga menanggapi keresahan tentang bagaimana AI dan robot humanoid berpotensi menggantikan tenaga manusia, bahkan untuk pekerjaan teknis dan fisik yang sebelumnya hanya bisa dilakukan oleh manusia.
"AI ini mendeliver begitu banyak peningkatan dari pendapatan sebuah negara," ujar Sandiaga dalam podcast di kanal YouTube Timothy Ronald, dikutip Senin, 19 Mei 2025. Menurutnya, justru dengan adanya AI, ada peluang besar untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara luas, bukan menciptakan kelompok masyarakat yang tidak lagi dibutuhkan oleh sistem ekonomi.
- Peran Ikonik yang Mengubah Takdir, Momen Emas Para Bintang K-Drama
- 7 Artis Papan Atas yang Ubah Investasi Properti jadi Ladang Emas, Ada Taylor Swift
- Sederet Krisis Ekonomi yang Pernah Mengguncang Dunia
AI Sederhanakan Proses, Kurangi Tenaga Kerja?
Dalam pernyataannya, Timothy Ronald menggambarkan langsung bagaimana AI telah mengubah struktur operasional perusahaannya.
"Dulu karyawan saya 150 orang, sekarang sangat simpel karena semua sudah bisa dengan AI," katanya. Ia mencontohkan bagaimana pengeditan podcast hingga pembuatan subtitle kini bisa dilakukan hanya dengan bantuan AI, menghemat biaya dan sumber daya manusia.
Ronald juga menyampaikan kekhawatirannya bahwa dalam 5-10 tahun ke depan, akan ada kelompok masyarakat yang bukan hanya miskin, tetapi tidak lagi dibutuhkan. Hal ini menjadi ancaman nyata di tengah munculnya humanoid yang mampu menggantikan pekerjaan manusia tanpa perlu gaji, mogok kerja, atau jaminan sosial.
Sandiaga: Investasi pada Manusia Tetap Kunci
Merespons hal itu, Sandiaga Uno menekankan pentingnya investasi pada kualitas manusia. Ia mengakui bahwa teknologi memang bisa menggantikan sejumlah pekerjaan, namun bukan berarti peran manusia menjadi sepenuhnya usang.
"Saya optimis bahwa AI ini akan membawa kemajuan dan akan meningkatkan kesejahteraan," tegasnya.
Menurut Sandiaga, pertanyaan terpenting adalah bagaimana kita bisa memanfaatkan peningkatan produktivitas dari AI untuk kesejahteraan kolektif. Salah satu skenario yang ia sebutkan adalah kemungkinan terciptanya sistem universal basic income (UBI), yakni penghasilan dasar universal yang diberikan kepada masyarakat sebagai bagian dari redistribusi kekayaan yang dihasilkan oleh otomatisasi.
“Apakah ada universal basic income yang akan ter-create dalam sebuah ekonomi? Karena AI ini mendeliver begitu banyak peningkatan dari pendapatan sebuah negara sehingga mereka memiliki reserve atau kemampuan anggaran untuk menggaji dengan UBI untuk certain society,” ujarnya.
Baca Juga: Mengenal Potensi dan Risiko dari Black Box AI
Antara Distopia dan Peluang Baru
Sandiaga juga menyebutkan bahwa kekhawatiran terhadap masa depan yang distopia bukan tidak berdasar. Ia menyinggung analogi dari film animasi Wall-E, di mana manusia sepenuhnya bergantung pada robot dan kehilangan fungsi produktifnya.
“Banyak sekali pabrik-pabrik yang akan tergantikan oleh distopian ini dan mereka akan mengerjakannya buat manusia,” katanya. Namun, ia justru melihat peluang dalam kondisi ini. Alih-alih kehilangan makna, manusia bisa mengalihkan fokus pada kegiatan yang lebih bermakna dan berkualitas, seperti bersama keluarga atau melakukan pekerjaan kreatif yang memerlukan pemikiran, bukan sekadar tenaga fisik.
"Akhirnya manusia bisa lebih produktif tanpa menggunakan tenaganya tapi menggunakan pikirannya, dengan kemajuan dari AI dan robotik," lanjut Sandiaga.
Fokus pada Pendidikan dan Kesehatan
Untuk menghadapi transformasi besar ini, Sandiaga menegaskan pentingnya strategi jangka menengah dan panjang. Ia menyebut dua sektor utama yang harus menjadi prioritas: pendidikan dan kesehatan.
“Kalau kita bisa lakukan dengan eksekusi yang terukur dan tepat, kualitas hidup manusia ini akan semakin lebih meningkat,” tuturnya. Ia juga menyinggung pentingnya pengembangan ilmu hayati (life science) sebagai bagian dari upaya peningkatan kualitas hidup manusia.
- India Importir Terbesar Batu Bara RI, Adakah Efek Perang Kashmir?
- Panasonic Digoyang Rencana PHK 10 Ribu Pekerja
- Respons Pasar Usai AS-China Sepakati Penurunan Tarif Impor
Penutup: AI Bukan Ancaman, Tapi Tantangan yang Harus Diantisipasi
Diskusi antara Timothy Ronald dan Sandiaga Uno menjadi cerminan penting tentang bagaimana masyarakat dan pemangku kebijakan harus menyikapi era AI. Bukan dengan ketakutan, melainkan dengan strategi adaptif dan investasi jangka panjang pada sumber daya manusia.
Dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 280 juta jiwa, tantangan ke depan bukan hanya menciptakan lapangan kerja, tetapi juga memastikan bahwa masyarakat mampu berkembang di tengah perubahan teknologi yang begitu cepat. Menurut Sandiaga, kuncinya adalah pada kesiapan manusia, bukan pada penolakan terhadap mesin.