
Saham WIKA Tersuspensi, Ini Alasan di Balik Gagal Bayar Obligasi dan Sukuk
- Bursa Efek Indonesia (BEI) telah memutuskan untuk melakukan suspensi terhadap perdagangan saham PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) seiring dengan gagalnya pelunasan obligasi dan sukuk yang jatuh tempo.
Korporasi
JAKARTA - Bursa Efek Indonesia (BEI) telah memutuskan untuk melakukan suspensi terhadap perdagangan saham PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) seiring dengan gagalnya pelunasan obligasi dan sukuk yang jatuh tempo.
Dalam pengumumannya, BEI mengungkapkan bahwa suspensi ini berdasarkan surat dari PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) yang diterbitkan pada 17 Februari 2025. Surat tersebut menginformasikan penundaan pembayaran pokok Obligasi Berkelanjutan II Wijaya Karya Tahap II Tahun 2022 Seri A yang seharusnya dibayar pada 18 Februari 2025.
Selain itu, surat KSEI juga menyebutkan penundaan pembayaran Sukuk Mudharabah Berkelanjutan II Wijaya Karya Tahap II Tahun 2022 Seri A, yang juga jatuh tempo pada tanggal yang sama.
BEI menilai gagalnya pelunasan obligasi dan sukuk ini sebagai indikasi adanya masalah dalam kelangsungan usaha WIKA. "Dengan mempertimbangkan hal tersebut, Bursa memutuskan untuk melakukan penghentian sementara perdagangan efek WIKA di seluruh pasar," tulis BEI dalam pengumumannya pada Selasa, 18 Februari 2025.
Suspensi saham WIKA berlaku sejak pra-pembukaan perdagangan pada 18 Februari 2025 dan akan berlangsung hingga pengumuman lebih lanjut dari Bursa. Saham WIKA tercatat ditutup pada harga Rp204 pada penutupan perdagangan 17 Februari 2025, dengan penurunan sebesar 16,39% sepanjang tahun berjalan (year-to-date/YtD).
Sebagai informasi, WIKA telah menerbitkan Obligasi Berkelanjutan II Wijaya Karya Tahap II Tahun 2022 Seri A senilai Rp593,95 miliar yang jatuh tempo pada 18 Februari 2025, serta Sukuk Mudharabah Berkelanjutan II Wijaya Karya Tahap II Tahun 2022 Seri A dengan nilai pokok Rp412,90 miliar.
Sebelumnya, dalam keterbukaan informasi, manajemen WIKA menjelaskan bahwa perusahaan menghadapi keterbatasan likuiditas akibat situasi yang menantang di industri konstruksi, serta keterbatasan unrestrictred cash yang disebabkan oleh penyerapan penyertaan modal negara (PMN) yang belum dapat dilaksanakan sesuai rencana akibat dinamika kebijakan dan kondisi proyek.
Kinerja Keuangan WIKA
Dari sisi kinerja keuangan, WIKA memang mengalami tekanan pada kinerja pendapatannya selama periode Januari hingga September 2024, dengan penurunan pendapatan sebesar 16,78% secara tahunan dari Rp15,07 triliun menjadi Rp12,54 triliun.
Penurunan ini disebabkan oleh turunnya pendapatan segmen infrastruktur dan gedung serta energi dan industrial plant. Meski begitu, beban pokok juga menurun, sehingga WIKA mencatatkan laba kotor sebesar Rp1,06 triliun, meskipun turun 12,71% dibandingkan tahun lalu.
Pendapatan lain-lain yang mencapai Rp5,25 triliun, sebagian besar berasal dari keuntungan restrukturisasi, membantu WIKA mencatatkan laba usaha Rp3,94 triliun, berbalik dari kerugian tahun lalu.
Sementara itu, laba sebelum pajak penghasilan tercatat sebesar Rp728,05 miliar, dan laba yang diatribusikan ke entitas induk mencapai Rp741,43 miliar, berbalik dari kerugian Rp5,84 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Di sisi neraca, aset WIKA tercatat Rp66,98 triliun, naik 1,52% dibandingkan tahun sebelumnya. Liabilitas turun 10,08%, sementara ekuitas melonjak 214,47%. Arus kas perusahaan juga mengalami peningkatan signifikan, mencapai Rp5,6 triliun, naik 214,47% secara tahunan.