
Saatnya Beri Dukungan Adil untuk PTS agar Persaingan Tidak Jomplang
- Melalui serangkaian riset terbaru, terlihat bahwa PTS punya potensi besar untuk tumbuh dan berkembang, tapi dibutuhkan intervensi cerdas dan dukungan kebijakan yang tidak berat sebelah.
Tren Inspirasi
JAKARTA - Persaingan antara Perguruan Tinggi Swasta (PTS) dan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Indonesia semakin terasa timpang. Sementara PTN diberi keleluasaan menambah jumlah mahasiswa dan mendapatkan dana besar dari negara, PTS justru harus jungkir balik mempertahankan eksistensinya di tengah tekanan ekonomi dan persaingan yang makin sengit. Pertanyaannya: apakah pemerintah sudah menciptakan medan persaingan yang adil?
Melalui serangkaian riset terbaru, terlihat bahwa PTS punya potensi besar untuk tumbuh dan berkembang, tapi dibutuhkan intervensi cerdas dan dukungan kebijakan yang tidak berat sebelah. Artikel ini mengulas empat riset penting yang menyoroti kondisi PTS dan bagaimana pemerintah seharusnya bertindak untuk menciptakan persaingan yang sehat dan konstruktif.
Dalam studi berjudul Competition of Private Universities in Indonesia (2022) oleh Furtasan Ali Yusuf, terungkap banyak PTS menunjukkan ketangguhan pasca pandemi dengan cara-cara yang cukup progresif. Mereka mulai memanfaatkan media sosial untuk menjangkau calon mahasiswa, mengadopsi teknologi dalam proses belajar mengajar, memperkuat koordinasi internal, hingga menjalin kerja sama dengan pemerintah dan mitra eksternal.
Namun, Yusuf menegaskan semua strategi itu tak akan cukup bila tidak dibarengi dengan dukungan kebijakan dari negara. Pemerintah perlu lebih sadar bahwa membantu PTS sama artinya dengan memperluas akses pendidikan tinggi ke seluruh lapisan masyarakat.
“PTS perlu mengenali keunggulannya dan memperkuat kelemahannya. Tapi proses itu membutuhkan lingkungan yang adil dan mendukung, bukan sekadar kompetisi bebas,” tulis Yusuf dalam laporannya, dikutip Selasa, 29 Juli 2025.
- Permudah Akses Layanan Medis, BCA Hadirkan Cicilan 0% hingga 12 Bulan di RSU San Medical Center
- Kota Podomoro Tenjo Gelar Funwalk dan Resmikan Podomoro Food Center
- Harga Emas Boncos Gara-gara Deal Dagang, Analis Malah Bilang Ini Peluang Serok
Hambatan Struktural: Sedikit Doktor, Minim Riset
Masalah lain yang membelit PTS adalah hambatan struktural. Dalam studi Barriers to World-Class Status for PTS (2023) oleh Ferdi Widiputera dan Iskandar Agung (dari Kemendikbudristek dan BRIN), diungkap sejumlah tantangan krusial yang dihadapi banyak kampus swasta: jumlah dosen bergelar doktor yang sangat terbatas, output riset yang rendah, dan minimnya kerja sama internasional.
Riset tersebut menyarankan agar pemerintah menyediakan insentif khusus untuk mendorong peningkatan kualitas SDM dan fasilitas riset di PTS. Misalnya dengan skema beasiswa S3 bagi dosen PTS, bantuan laboratorium, dan akses lebih luas ke pendanaan riset negara.
Sayangnya, dana dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) dan skema hibah riset kerap lebih mudah diakses PTN. Padahal, jika pemerintah benar-benar ingin mencetak lebih banyak universitas kelas dunia, mereka harus mulai memperlakukan PTS dan PTN secara setara.
Strategi Bertahan ala PTS: 4S (Survival, Synchronizing, Stretching, Supremacy)
Studi yang dipublikasikan di jurnal MIMBAR tahun 2022 memetakan strategi PTS dalam menghadapi tantangan zaman ke dalam empat tahap: survival (bertahan), synchronizing (menyesuaikan), stretching (memperluas), dan supremacy (membangun reputasi).
Setiap tahap punya tantangan masing-masing, tapi semuanya punya benang merah: adaptasi. Sayangnya, kemampuan adaptasi PTS sering terhambat oleh keterbatasan dana dan regulasi yang kurang berpihak.
Contoh nyata adalah dalam penerimaan mahasiswa. PTN diberi kelonggaran kuota melalui jalur mandiri dengan biaya mahal, sementara PTS harus bersaing mendapatkan mahasiswa dari kelompok ekonomi yang sama—tanpa dukungan negara.
Hal ini membuat PTS terjebak di tahap survival atau synchronizing, dan sulit naik kelas ke level supremacy.
Belajar dari Dunia Sekolah: Persaingan Itu Sehat, Asal Setara
Untuk memperkuat argumen bahwa persaingan bisa membawa hasil baik jika kondisinya setara, kita bisa melihat riset lama dari UI dan LPEM tahun 2015. Studi ini meneliti efek kompetisi antar sekolah di Jakarta terhadap hasil Ujian Nasional (UN).
Hasilnya cukup menarik: semakin tinggi persaingan antar SMA/SMK swasta, skor UN meningkat. Tapi efek ini tidak berlaku untuk sekolah negeri. Artinya, kompetisi memberi insentif untuk meningkatkan kualitas, asal semua peserta kompetisi bermain di lapangan yang sama.
Analogi ini sangat relevan untuk konteks PTS dan PTN. Bila PTN terus mendapatkan subsidi besar, dosen ASN, dana pembangunan, dan fasilitas negara lainnya—sementara PTS dibiarkan bertarung sendiri di pasar bebas—tentu saja hasilnya tidak akan adil. Justru ini memperbesar kesenjangan kualitas dan akses pendidikan tinggi.
Baca Juga: 'Overdosis' Kampus, Minim Kualitas: Pengangguran Terdidik Kian Melesat
Apa yang Bisa Dilakukan Pemerintah?
Melihat berbagai studi dan kondisi di lapangan, sudah saatnya pemerintah mengubah pendekatan terhadap PTS. Berikut beberapa langkah konkret yang bisa dilakukan:
1. Berikan Beasiswa Masuk PTS
Selama ini, beasiswa seperti KIP Kuliah lebih banyak diarahkan ke PTN. Padahal, membuka akses beasiswa ke PTS akan memberi peluang bagi lebih banyak mahasiswa kurang mampu untuk menikmati pendidikan tinggi berkualitas.
2. Insentif Dana Riset dan Pendidikan Doktoral
Program LPDP sebaiknya membuat kuota khusus bagi dosen PTS yang ingin melanjutkan pendidikan doktoral, terutama yang mengajar di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar). Begitu juga dengan dana riset seperti BOPTN atau Dana Abadi Riset.
3. Kebijakan Kuota yang Berimbang
Batasi perluasan kuota mahasiswa di PTN jalur mandiri yang bersaing langsung dengan PTS. Jika tidak, maka PTN akan terus “mengambil kue” PTS di pasar pendidikan, membuat persaingan makin tidak seimbang.
4. Dorong Kolaborasi PTS-PTN
Pemerintah bisa memfasilitasi kerja sama lintas kampus—misalnya PTS mengakses laboratorium atau dosen tamu dari PTN—agar pengetahuan dan infrastruktur bisa tersebar lebih merata.
- Indeks LQ45 Naik, MDKA dan ADMR Pimpin Kenaikan Saham
- Dukungan BRI Antar Sambal Tradisional Pacitan Menuju Panggung Nasional
- Kehidupan Liar Ozzy Osbourne, Pangeran Kegelapan Dunia Rock
Kesimpulan: Saatnya Pemerintah Main Adil
PTS bukanlah pemain kecil dalam dunia pendidikan tinggi Indonesia. Mereka justru menopang lebih dari separuh jumlah mahasiswa nasional. Namun potensi ini akan sia-sia bila pemerintah terus memberi perlakuan istimewa pada PTN tanpa menciptakan kebijakan yang mendukung keseimbangan.
Kalau ingin menciptakan ekosistem pendidikan tinggi yang kuat, inovatif, dan inklusif, sudah waktunya pemerintah mengubah pendekatan. Persaingan sehat itu penting, tapi hanya mungkin tercipta kalau semua pemain diperlakukan dengan adil.