656175_03002628102024_jokowi_acara_projo_ist.jpg
Tren Ekbis

Saat Jokowi Sakit dan Negara Diam, Apakah Rezimnya Mulai Runtuh?

  • .Orang-orang dekatnya satu per satu tersandung kasus hukum. Beberapa menteri terseret dugaan korupsi. Kepala daerah pendukungnya pun bernasib sama.

Tren Ekbis

Debrinata Rizky

JAKARTA –  Setelah tidak menjabat sebagai  presiden,  Joko Widodo menghadapi babak yang tidak mudah. Bukan hanya soal transisi kekuasaan atau gonjang-ganjing politik, tetapi juga kondisi kesehatannya yang jadi sorotan.

Beberapa pekan terakhir, publik dihebohkan oleh kemunculan Jokowi di depan rumah pribadinya di Solo pada 28 Mei 2025. Alih-alih tampil segar seperti biasanya, Jokowi terlihat berbeda  wajah lelah, kulit kemerahan dan tampak bengkak.

Ia mengaku sedang sakit,  “alergi” usai kunjungan ke Vatikan. Tetapi penjelasan itu tak datang dari tim medis negara, melainkan dari ajudan pribadinya. Pertanyaan pun mengemuka: di mana tim dokter kepresidenan? Adakah negara masih menjaganya atau justru mulai menjauh?

Politik di Sekitar Jokowi Mulai Goyah

Bukan rahasia lagi, kekuatan politik Jokowi di penghujung pemerintahannya terlihat melemah .Orang-orang dekatnya satu per satu tersandung kasus hukum. Beberapa menteri terseret dugaan korupsi. Kepala daerah pendukungnya pun bernasib sama.

Situasi makin kompleks dengan posisi anak sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, yang kini menjabat wakil presiden. Gibran tengah digugat ke Mahkamah Konstitusi oleh empat jenderal purnawirawan TNI. Gugatan itu menilai pencalonannya cacat hukum, karena dinilai menabrak aturan lewat celah hukum kontroversial.

Gibran, yang dulu dianggap simbol penerus pengaruh Jokowi, kini justru jadi sumber sengketa politik baru.

Jokowi Mulai Jarang Muncul di Forum Kenegaraan

Tak hanya di ranah hukum dan politik, Jokowi sendiri belakangan jarang terlihat di acara kenegaraan. Sinyal ini makin terang ketika pada akhir Mei ia lebih banyak beraktivitas di Solo. Saat muncul di hadapan publik, kondisinya memicu keprihatinan.

Kulit wajah yang memerah dan bengkak menimbulkan spekulasi. Banyak yang bertanya-tanya: apakah benar hanya alergi ringan? Atau ada kondisi lebih serius yang disembunyikan?

Lebih aneh lagi, penjelasan soal sakit itu tidak datang dari dokter kepresidenan atau rumah sakit rujukan negara. Justru ajudannya yang memberi keterangan. Padahal, setelah melepas masa jabatan sebagai presiden, Jokowi berhak atas layanan kesehatan VIP yang dibiayai negara.

Negara Menjaga Jarak?

Pertanyaan lain pun muncul: mengapa orang nomor satu di republik ini tampak sendirian saat sakit Biasanya, untuk presiden aktif, ada tim dokter kepresidenan yang siaga penuh. Bahkan mantan presiden sekalipun tetap mendapat protokol pengamanan dan layanan kesehatan resmi negara.

Namun kali ini yang tampak hanya ajudan. Selebihnya, diam. Negara seolah menjaga jarak.

Bagi pengamat politik, ini bukan sekadar masalah protokol kesehatan. Tapi juga bisa dibaca sebagai simbol lunturnya dukungan politik di akhir masa jabatan.

Ketika Orang-Orang Mulai Menjauh

Jokowi pernah dikenal sebagai figur sentral yang mengkonsolidasikan kekuasaan begitu rapat. Loyalis, relawan, partai politik pendukung, hingga kepala daerah berlomba merapat.

Kini, sebagian orang-orang yang dulu dekat justru diseret ke kasus hukum. Sementara partai-partai pendukungnya sudah mulai pasang kuda-kuda dengan rezim baru.

Bahkan sistem politik yang dulu ia rawat koalisi besar, kekompakan partai, relasi personal dengan elite perlahan runtuh di penghujung kekuasaan.

Sakit, dan Perlahan Ditinggalkan

Kemunculan Jokowi yang sakit di depan rumahnya bukan hanya potret fisik seorang pemimpin yang menua atau kelelahan. Tapi juga bisa terbaca sebagai simbol politik: seorang presiden yang perlahan mulai ditinggalkan oleh sistem yang dulu ia bangun.

Bukan hanya orang-orang terdekat, tapi juga negara yang semestinya melayani dan melindungi. Karena begitulah wajah politik: saat seseorang sudah tak lagi dibutuhkan, yang dulu dielu-elukan bisa saja disisihkan. Yang pernah dianggap penting bisa dengan mudah dilepas.