Ilustrasi rumah.
Tren Ekbis

Rumah Subsidi Semakin Sempit, Gen Z dan Milenial Menjerit

  • Generasi muda menyambut baik upaya pemerintah memperluas akses kepemilikan rumah. Namun mereka ragu apakah ruang sempit akan mampu mengakomodasi gaya hidup masa kini yang butuh ruang kerja, fleksibilitas, dan privasi.

Tren Ekbis

Debrinata Rizky

JAKARTA - Pemerintah berencana mempersempit batas minimal luas tanah dan bangunan rumah subsidi. Awal mulanya rumah subsidi memiliki luas 21-36 meter persegi lalu akan diubah menjadi 18-36 meter persegi.

Kebijakan ini menuai pertanyaan serius dari publik, terutama generasi muda, soal kelayakan ruang huni di tengah naiknya harga tanah dan biaya hidup.

Luas tersebut dianggap terlalu kecil untuk disebut sebagai hunian yang layak, terlebih jika ditujukan bagi keluarga muda atau masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang membutuhkan kenyamanan fungsional dalam kehidupan sehari-hari.

Gen Z: Ini Rumah Apa Kos?

Generasi muda menyambut baik upaya pemerintah memperluas akses kepemilikan rumah. Namun mereka ragu apakah ruang sempit akan mampu mengakomodasi gaya hidup masa kini yang butuh ruang kerja, fleksibilitas, dan privasi.

Alifa (27) mengatakan dengan tren Kerja hybrid atau model kerja fleksibel yang menggabungkan bekerja di kantor (work from office) dan bekerja dari rumah (work from home) atau lokasi lain, ia mendambakan ruang yang fungsional dan fleksibel. 

Artinya, rumah bukan sekadar tempat tidur dan kamar mandi. "Saya mengerti tanah makin mahal, tapi masa iya ukuran rumah ideal harus setara kamar kos? Saya ini kerja hybrid. Minimal ada ruang buat kerja, bukan cuma tidur,” katanya kepada TrenAsia.com pada Senin, 2 Juni 2025.

Menurut Alifa, saat ini banyak gen Z  yang hidup dalam sistem kerja fleksibel atau banyak bekerja dari rumah, menjalankan usaha kecil dari hunian pribadi, hingga menjadi content creator. Artinya, kebutuhan ruang penting ntuk berkarya, beristirahat, dan tumbuh.

Dia pun berpikir jika rumah dengan luas 18 meter persegi untuk jangka panjang akan sangat kurang. "Bayangin aja, ruang gerak terbatas, nggak nyaman buat aktivitas sehari-hari, apalagi kalau ada tamu atau pengen kerja dari rumah. Bisa bikin stres juga karena sempit," lanjutnya.

Cerita lain datang dari Maylisda (28). Menurutnya, solusi pemerintah terkait perumahan belum sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat. "Generasi muda sekarang butuh ruang yang fleksibel buat kerja, belajar, dan hidup nyaman, bukan cuma tempat tidur doang," jelasnya.

Menurut karyawan swasta di daerah Bogor ini, hunian yang layak adalah memiliki ruang kerja atau setidak di sudut kerja yang nyaman. Kemudian, ada dapur yang fungsional, kamar mandi yang terpisah dari kamar tidur, hingga jika mungkin ada balkon atau jendela besar yang membuat suasana rumah lebih lega.

"Kalau aku sih, mungkin sekitar 36-45 m² itu udah cukup nyaman. Cukup buat ruang tidur, ruang kerja kecil, dapur, dan kamar mandi yang nggak terlalu sempit. Ukuran segitu bikin kita nggak merasa sesak tapi juga nggak terlalu besar yang bikin boros atau capek bersih-bersih," katanya.

Sementara itu, Ririn (27) dengan lantang mengatakan bahwa tidak akan tertarik jika pemerintah membuat rumah subsidi dengan luas 18 meter persegi. Hal ini menurutnya jelas-jelas tidak akan nyaman baik untuk tinggal bersama pasangan atau keluarga kecil.

"Kecil banget, kayak rumah hobbit, ruangnya terbatas banget, dan akan bikin nggak nyaman dalam jangka panjang baik secara fisik maupun mental," kata Ririn. Ririn mengatakan generasi muda saat ini butuh rumah yang tidak hanya murah namun juga fungsional, nyaman, dan sesuai gaya hidup saat ini bekerja dari rumah.

Sehingga menurut Ririn, jika berkeluarga butuh minimal 2 kamar tidur di rumah. Selain itu ada kamar mandi, dapur , dan space buat kerja atau aktivitas produktif. Ruang keluarga, ruang makan, sedikit halaman atau taman.

Boleh Mini Asal Lingkungan Sehat

Di saat Gen Z membutuhkan rumah yang nyaman dengan sudut kerja yang bisa digunakan menunjang aktivitas sehari-hari, ada milenial yang masih menganggap rumah dengan ukuran 18 meter persegi layak huni. Namun, ada pula yang menilai luas itu tidak rasional. 

Ade (33) mengatakan wacana luasan rumah yang dimaksud pemerintah sangat tidak masuk logika. Menurutnya, tipe 21 saja sudah sangat kecil apalagi ia harus merogoh kocek untuk sebuah rumah dengan tipe yang lebih kecil daripada itu. “Gila nggak masuk di akal, tipe 21 aja sekecil itu, kalau 18 apa kamar mandinya di luar?” ujarnya kepada TrenAsia.com

Menurutnya saat ini tipe 36 yang memiliki dua kamar tidur,  kamar mandi, ruang tamu, dan dapur cukup untuk disebut rumah.  Ade menjelaskan rumah berfungsi jangka panjang untuk berkeluarga. Sehingga semakin besar luasnya, semakin bagus untuk kehidupan ke depan.

Cerita lain datang dari Ananda (34). Menurutnya untuk ukuran rumah tidak ada masalah. Dia mengatakan di dunia barat saat ini pun sedang booming konsep tiny house yang dilatari keterbatasan lahan dan kesadaran akan efisiensi energi. 

Ditambah lagi di sana memang orang muda tidak banyak punya anak. "Kalaupun mau diadopsi di rumah subsidi silakan aja, tapi pemenuhan ruang hijau, bermain, dan lainnya terpenuhi. Jadi rumahnya kecil enggak apa-apa, tapi lingkungannya sehat, enggak berdekatan rumahnya," ujar Ananda.

Bahkan Ananda mengaku tertarik jika ada rumah subsidi dengan ukuran tersebut. Namun dengan catatan harus terintegrasi dengan banyak moda transportasi dan lingkungan yang sehat.

Lingkungan yang sehat dimaksud berupa taman di rumah yang berfungsi untuk penghawaan. Lalu ada taman kompleks untuk ruang anak bermain dan ruang kerja. "Luas 18 meter cukup lah buat sendiri, pasutri, atau anak satu. Yang penting lingkungannya bagus, jadi tidak suntuk," ujarnya.