<p>Dirjen Tata Ruang Kementerian ATR BPN Abdul Kamarzuki</p>
Industri

Revisi Perpres Tata Ruang Jabodetabekpunjur Rampung di 2020

  • JAKARTA – Revisi Peraturan Presiden (Perpres) No.54/2008 tentang penataan ruang kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur (Jabodetabekpunjur) akan dirampungkan tahun 2020. Hal itu perlu dilakukan, sebab terdapat sejumlah persoalan yang belum diwadahi payung hukum. Direktur Jenderal Tata Ruang Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR BPN) Abdul Kamarzuki menyatakan pada tahun 2008 […]

Industri

wahyudatun nisa

JAKARTA – Revisi Peraturan Presiden (Perpres) No.54/2008 tentang penataan ruang kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur (Jabodetabekpunjur) akan dirampungkan tahun 2020. Hal itu perlu dilakukan, sebab terdapat sejumlah persoalan yang belum diwadahi payung hukum.

Direktur Jenderal Tata Ruang Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR BPN) Abdul Kamarzuki menyatakan pada tahun 2008 jumlah waduk ada sekitar 500. Namun, tahun 2020 jumlahnya tersisa 300 waduk.

“Nantinya waduk yang tersisa akan kita sertifikatkan. Jadi, jumlahnya tidak akan berkurang lagi,” katanya dalam keterangan resminya kepada TrenAsia.co di Kantor Direktorat Jenderal Tata Ruang, Jakarta, Kamis (27/02).

Kamarzuki juga menjelaskan persoalan mengenai bermunculannya wilayah selam area. Wilayah ini dijumpai di wilayah Blok A, Kampung Melayu, Jatinegara, dan wilayah Jakarta Timur lainnya.

“Banyak sekali sertipikat tanah tapi luasnya hanya 25 sampai 20 meter persegi. Bangunan itu menempel satu sama lain dan tidak beraturan,” jelas Kamarzuki. Nantinya, di dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) akan ditambahkan aturan untuk mengatasi persoalan tersebut.

Dalam RDTR akan ada pembatasan luas bidang tanah minimum yang disesuaikan tiap daerahnya. “Seperti di Bogor, batas minimumnya ada yang 85 meter persegi, ada yang 80 meter persegi, dan paling minimum itu 60 meter persegi. Jadi kalau masyarakat mengusulkan ke BPN untuk pecah bidang, tidak akan dilayani lagi,” tegas Kamarzuki.

Sementara, untuk di Jakarta butuh waktu yang lama untuk menertibkan itu. “Seperti di Blok A itu sudah terlalu kumuh. Kita sudah mulai konsolidasi, ajak masyarakat berdiskusi. Jadi butuh membangun kepercayaan masyarakat. Nah itu agak sulit,” jelas Kamarzuki.

Pemukiman kumuh yang dipadati bangunan tidak beraturan akan menyebabkan penyumbatan sampah di saluran air. Hal tersebut turut menjadi penyebab munculnya bencana banjir. “Maka itu pilihan, masyarakat mau lingkungan kota rusak atau tidak,” katanya.

Kamarzuki juga menuturkan revisi Perpres No.54/ 2008 telah selesai dirampungkan. “Tahun ini akan jadi Perpres yang baru,” paparnya.