
Respons Pasar Usai AS-China Sepakati Penurunan Tarif Impor
- Pasar saham dan nilai tukar dolar menguat pada Senin, 12 Mei 2024, setelah Amerika Serikat (AS) dan China mengumumkan kesepakatan untuk menghentikan sementara penerapan tarif selama 90 hari. Obligasi pemerintah AS juga terus mengalami penguatan.
Dunia
JAKARTA – Pasar saham dan nilai tukar dolar menguat pada Senin, 12 Mei 2024, setelah Amerika Serikat (AS) dan China mengumumkan kesepakatan untuk menghentikan sementara penerapan tarif selama 90 hari. Obligasi pemerintah AS juga terus mengalami penguatan.
Tarif timbal balik dari kedua negara juga akan mengalami penurunan tajam, yang memberi harapan bagi para investor bahwa perang dagang skala penuh kemungkinan dapat dihindari.
Menteri Keuangan AS Scott Bessent menyampaikan kepada wartawan usai pertemuan dengan pejabat China di Jenewa bahwa kedua pihak telah mencapai kesepakatan sebagaimana tercantum dalam pernyataan bersama. Ia juga menambahkan bahwa tarif timbal balik akan dikurangi hingga 115%.
Pertemuan di Jenewa akhir pekan lalu menjadi kontak langsung pertama antara pejabat tinggi ekonomi Amerika Serikat dan China sejak Presiden AS Donald Trump kembali menjabat dan memulai kebijakan tarif besar-besaran secara global, dengan beban tarif yang sangat tinggi dikenakan pada China.
- Pendidikan Siber Perlu Didorong untuk Tangkal Bahaya Dunia Digital
- 10 Aktor Terkaya di Dunia, Ada Tom Cruise hingga Jackie Chan
- Cara Pensiun Dini dan Capai Financial Freedom lewat Deposito
Trump telah memberlakukan tarif sebesar 145% terhadap barang impor China, sementara Beijing membalas dengan mengenakan tarif 125% pada beberapa produk AS. Tarif tinggi ini menyebabkan gangguan di pasar keuangan dan memunculkan kecemasan tentang kemungkinan resesi global.
Namun, tarif yang diterapkan AS terhadap impor China kini akan dipangkas menjadi 30% selama 90 hari, sementara tarif China terhadap barang-barang AS akan diturunkan menjadi 10% dalam periode yang sama.
Wakil Perdana Menteri China He Lifeng menyatakan, dokumen kesepakatan sedang disusun, sementara Wakil Menteri Perdagangan, Li Chenggang, menyebut informasi dalam dokumen tersebut akan membawa berita baik untuk dunia.
Menteri Keuangan AS Scott Bessent, dan Perwakilan Perdagangan Jamieson Greer, juga mengonfirmasi pembicaraan berjalan dengan produktif. Namun, mereka belum memberikan rincian lebih lanjut hingga pengumuman resmi dilakukan.
Reaksi Pasar
Saham: Kontrak berjangka S&P 500 dan Nasdaq melonjak, masing-masing naik hingga 2,8% dan 3,6%, meningkat dari kenaikan sebelumnya yang berada di kisaran 1,5–2%. Sementara itu, di pasar Eropa, indeks STOXX 600 (.STOXX) tercatat naik 1% pada awal perdagangan.
Forex: Nilai dolar AS terus menguat, sementara euro melemah 0,8% ke posisi $1,1164, setelah sebelumnya turun 0,2% di hari yang sama. Yen juga mengalami pelemahan, mendorong dolar AS naik 1,1% menjadi 146,945, dari kenaikan sebelumnya sebesar 0,5%.
Obligasi: Imbal hasil obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun naik tipis sebesar 6 basis poin menjadi 4,435% dalam sehari, setelah sebelumnya sempat naik 5 basis poin sebelum pernyataan bersama dirilis.
Dilansir dari Reuters, Kenneth Broux, Senior Strategist FX and Rates, Société Générale, London mengatakan, terjadi penurunan ketegangan antara China dan AS yang mengarah pada pengurangan tarif atas barang-barang China menjadi 30% dan tarif China atas barang-barang AS menjadi 10%.
- Panasonic Digoyang Rencana PHK 10 Ribu Pekerja
- Syarat Promo Tambah Daya PLN, Diskon 50 Persen!
- Kenaikan Royalti Minerba Harus Jadi Momentum Percepatan Transisi Energi
Ini merupakan indikasi yang jelas dari pasar yang mendukung aset berisiko. Ini adalah langkah yang tepat dan menjadi hal positif bagi aset dan perekonomian AS.
“Ini jauh lebih baik dari yang saya perkirakan. Saya kira tarif akan dipangkas sekitar 50%, namun angka ini jauh lebih rendah. Tentu saja, ini adalah kabar yang sangat positif untuk perekonomian kedua negara dan ekonomi global, serta membuat investor jauh lebih tenang terkait kerusakan pada rantai pasok global dalam jangka pendek,” kata Zhiwei Zhang, Chief Economist, Pinpoint Asset Management, Hong Kong.