Resep Habibie Jinakkan Dolar dari Rp16.800 ke Rp6.000-an
Makroekonomi

Resep Habibie Jinakkan Dolar dari Rp16.800 ke Rp6.000-an

  • Di tengah keraguan akan kapasitasnya, Habibie sukses mengangkat rupiah menjadi Rp6.550 per dolar AS di akhir masa jabatannya. Hal ini tak lepas dari sejumlah kebijakan penting yang mendorong Indonesia menjadi negara demokratis dan berpengelolaan baik.

Makroekonomi

Chrisna Chanis Cara

JAKARTA—Indonesia masih terus berjuang menguatkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di tengah kondisi ekonomi dan ketidakpastian global. Setelah sempat anjlok ke level Rp17.261 per dolar AS pada 7 April 2025, terburuk sepanjang sejarah, rupiah kini masih bertahan di level Rp16.000-an. 

Pagi ini, Selasa, 6 Mei 2025, rupiah dibuka melemah pada level Rp16.488 per dolar AS. Angka ini melemah 33,50 poin atau 0,20% dari penutupan sebelumnya. Rupiah berpotensi kembali tertekan karena ketidakpastian keputusan kebijakan moneter Federal Reserve (The Fed) yang akan diumumkan pekan ini.

Hampir tiga dekade silam, tepatnya Mei 1998, Indonesia sempat berada pada kondisi yang hampir mirip. Saat itu rupiah terjerembab ke level Rp16.800 per dolar AS menyusul krisis ekonomi yang merembet ke krisis politik. Kondisi itu pun membuat Presiden Soeharto lengser, digantikan BJ Habibie. 

Kala itu, tak banyak yang berekspektasi seorang teknokrat seperti Habibie mampu memulihkan ekonomi dalam waktu singkat. Alih-alih ekonom, Habibie lebih dikenal sebagai ilmuwan yang mahir soal pesawat terbang. Presiden Singapura saat itu, Lee Kuan Yew, bahkan menilai Habibie akan membuat rupiah semakin tak berharga. 

Namun kekhawatiran ini ternyata tak terjadi. Sosok berjuluk Mr.Crack itu sukses mengangkat rupiah menjadi Rp6.550 per dolar AS di akhir masa jabatannya. Hal ini tak lepas dari sejumlah kebijakan penting yang mendorong Indonesia menjadi negara demokratis dan berpengelolaan baik. 

Lalu, apa saja resep Habibie jinakkan dolar dari Rp16.800 menjadi level Rp6.000-an? Berikut ulasan TrenAsia.com yang dihimpun dari berbagai sumber. 

Sematkan Independensi pada BI

Pemerintahan Habibie mengesahkan UU No.23 Tahun 1999 yang menjadi tonggak hadirnya independensi di Bank Indonesia (BI). Regulasi tersebut memungkinkan BI menjaga stabilitas moneter tanpa campur tangan penguasa

Dalam otobiografinya, B.J. Habibie: Detik-detik yang Menentukan (2006), Habibie menyebut kebijakan itu menjadi langkah terbaik menguatkan rupiah. “BI harus independen, objektif, dan bebas dari intervensi politik,” ujarnya. 

Restrukturisasi Perbankan 

Restrukturisasi menjadi salah satu langkah awal Habibie dalam mereformasi sektor perbankan. Melalui Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), pemerintah menutup 38 bank bermasalah, mengambil alih tujuh bank, dan merekapitalisasi sembilan bank.

Langkah ini untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan nasional dan menarik kembali investor. Sebagai informasi, pada Orde Baru pendirian bank dipermudah melalui kebijakan Paket Oktober 1988. 

Sayang, kemudahan itu tak dibarengi kemampuan perbankan yang baik. Saat krisis, banyak bank akhirnya bertumbangan. Aturan itu pun dicabut. Pemerintah juga kemudian menggabungkan empat banknya menjadi satu bernama Bank Mandiri.  

Pengendalian Harga Sembako

Bagi Habibie, pengendian harga bahan pokok sangat penting di masa krisis. Dia memilih mempertahankan harga BBM subsidi dan harga listrik, sehingga sembako tetap terjangkau. Namun Habibie juga sempat mengundang kontroversi saat menyarankan warga berpuasa Senin-Kamis saat krisis ekonomi.  

Jaring Pengaman Sosial

Habibie juga menerapkan Program Jaring Pengaman Sosial untuk menekan dampak krisis terhadap masyarakat miskin. Program ini berfokus pada kesehatan dan pendidikan, dengan mendistribusikan bantuan ke pusat-pusat kesehatan.

Baca Juga: Sederet Alasan Rupiah Amblas Dekati Rekor Terburuk

Pemerintah juga memberikan beasiswa kepada empat juta anak untuk mengurangi angka putus sekolah. Upaya ini efektif dalam mengurangi dampak langsung krisis terhadap kesejahteraan masyarakat.

Pemberdayaan UKM

Pertumbuhan ekonomi melalui usaha kecil dan menengah (UKM) dan koperasi turut menjadi perhatian. Saat itu, Habibie menyalurkan dana kepada kelompok tani dan koperasi untuk memperkuat ekonomi rakyat. 

Pada tahun 1998-1999, sebanyak 5,13 juta petani dan ribuan koperasi menerima dana bantuan. Hal ini membuat UKM menjadi salah satu pilar pemulihan ekonomi nasional.