
Rapor Merah Bank Mandiri (BMRI)? Tunggu Dulu, Simak 5 Poin Ini
- Kinerja laba BMRI pada Mei 2025 mandek, namun valuasi sahamnya justru dinilai menarik dengan potensi dividen 7%. Mengapa perlambatan ini menjadi sinyal peluang bagi sebagian investor?
Tren Pasar
JAKARTA - Baru-baru ini, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) merilis laporan kinerjanya. Hasilnya, laba bersih selama lima bulan pertama atau Mei 2025 tercatat Rp19,7 triliun, atau bisa dibilang stagnan (tumbuh 0% Year-on-Year/YoY) dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Sementara itu, pada perdagangan berjalan Kamis, 26 Juni 2025, pukul 15.37 WIB, saham perbankan yang kuat dengan kredit korporasi ini terpantau masih tertekan secara year to date sebesar 15,04%. Alhasil, nilai saham BMRI diperdagangkan di level Rp4.970 per saham.
Angka tersebut cukup murah, mengingat sepanjang tahun lalu saham BMRI diperdagangkan di level Rp6.000 per saham. Sekarang artinya, investor hanya perlu mengeluarkan uang kurang dari Rp500 ribu untuk membeli satu lot (100 lembar saham) ini dibandingkan tahun lalu sebesar Rp600 ribu.
- Bingung Pilih Emas Antam, UBS, atau Pegadaian? Ini Tipsnya Biar Gak Salah Beli
- Dukung Ekonomi Desa, Bank Mandiri Fasilitasi Pelatihan Koperasi Merah Putih
- Iran Tetap Bertahan Meski 45 Tahun Dihantam Embargo, Ini Strategi Ekonominya
Akan tetapi dengan melihat judul berita yang mengggunakan keyword laba stagnan dan kinerja saham yang masih merah sepanjang tahun ini ada rasa cemas untuk membeli saham ini. Namun, di balik angka tersebut, ada banyak pelajaran berharga tentang cara menganalisis saham perbankan. Mari kita bedah bersama apa artinya ini bagi kita.
1. Baca Rapornya, Jangan Cuma Lihat Judul
Pelajaran pertama adalah jangan berhenti di judul berita. Laba bersih yang stagnan bukan berarti semua lini bisnisnya buruk. Kita perlu melihat lebih dalam dari mana pendapatan bank berasal, yang secara umum terbagi dua.
Pertama adalah Net Interest Income (NII), yaitu keuntungan inti dari selisih bunga pinjaman dan bunga simpanan. Di sini, kinerja BMRI memang sedang lemah, dengan pertumbuhan hanya +4% YoY selama lima bulan pertama 2025.
Namun, di sisi lain ada Non-Interest Income (Non-II), yaitu pendapatan dari biaya admin, transfer, dan layanan lainnya. Bagian inilah yang menjadi pahlawan, dengan pertumbuhan kuat sebesar +13% YoY, yang menopang total pendapatan bank.
2. Kupas Tuntas 'Biang Kerok'-nya
Setelah tahu ada yang lemah, kita perlu cari tahu penyebabnya. Lemahnya NII BMRI disebabkan oleh menyusutnya Net Interest Margin (NIM) yang kini berada di level 4,45%. NIM adalah salah satu "nadi" profitabilitas bank.
Sederhananya, NIM yang menyusut berarti keuntungan dari selisih bunga semakin tipis. Ini terjadi karena biaya bunga yang harus dibayar bank ke nasabah sedang tinggi, akibat kondisi likuiditas yang ketat di pasar.
Selain itu, ada juga "biang kerok" lain yang menekan laba, yaitu kenaikan biaya operasional atau Opex. Biaya ini tercatat naik signifikan sebesar +22% YoY, yang ikut menggerus potensi keuntungan perusahaan.
3. Cari 'Sisi Terang'-nya
Analisis yang baik harus seimbang. Meskipun NII dan Opex menjadi tantangan, ada sisi terang yang menunjukkan kesehatan fundamental bank. Salah satunya adalah turunnya beban provisi atau cadangan kerugian kredit.
Beban provisi BMRI tercatat turun -6% YoY. Ini adalah sinyal positif yang sangat kuat. Artinya, kualitas kredit yang disalurkan bank membaik, sehingga mereka tidak perlu menyisihkan banyak uang untuk mengantisipasi kredit macet.
Indikator ini tercermin dari Cost of Credit (CoC) yang kini berada di level rendah 0,7%. Semakin rendah CoC, semakin sehat portofolio kredit sebuah bank, yang menjadi fondasi penting untuk pertumbuhan jangka panjang.
4. Valuasi Itu Kunci, Kapan Lagi Ada 'Diskon'?
Saat kinerja perusahaan bagus sedang melambat, investor cerdas akan langsung melihat valuasinya. Menurut analisis dari Tim Research Stockbit Sekuritas, valuasi BMRI saat ini berada di 1,46x P/BV, sebuah angka yang mendekati -1 Standar Deviasi di bawah rata-rata historis 5 tahunnya.
Terjemahan sederhananya: harga saham BMRI saat ini terbilang murah jika dibandingkan dengan rata-rata harganya selama lima tahun terakhir. Ini adalah kondisi yang sering dianggap sebagai "diskon" oleh investor jangka panjang.
Momen seperti inilah yang sering dicari untuk mulai mengakumulasi saham fundamental bagus. Mereka melihatnya sebagai kesempatan untuk masuk di harga yang menarik, dengan ekspektasi kinerja akan membaik di masa depan saat kondisi likuiditas melonggar.
5. Pikirkan Imbal Hasil Lain: Dividen!
Selain potensi kenaikan harga saham, ada sumber keuntungan lain yang sering dilupakan pemula, yaitu dividen. Dividen adalah pembagian laba perusahaan kepada para pemegang sahamnya, yang biasanya dibayarkan setahun sekali.
Pada level harga sahamnya saat ini, Tim Research Stockbit Sekuritas melihat BMRI menawarkan potensi dividend yield(imbal hasil dividen) yang sangat menarik, yaitu minimum sekitar 7% per tahun. Angka ini jauh di atas bunga deposito.
Ini artinya, sambil menunggu harga sahamnya naik, investor juga bisa mendapatkan "gaji" tahunan dari dividen. Ini bisa menjadi sumber passive income yang solid, terutama dari saham perbankan besar seperti BMRI.