staff-g24b9d9279_640.png
Nasional

Rakyat Rugi Rp200 Miliar per Bulan Akibat 70.000 Orang Kena PHK

  • Jika merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat rata-rata gaji nasional tahun 2025 sebesar Rp3,09 juta per bulan, maka hilangnya 70 ribu lapangan kerja berpotensi mengurangi sirkulasi ekonomi sebesar Rp216,3 miliar per bulan.

Nasional

Muhammad Imam Hatami

JAKARTA - Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal terus menghantui sektor ketenagakerjaan Indonesia. 

Berdasarkan catatan Partai Buruh dan Koalisi Serikat Pekerja (KSP-PB), sebanyak 70 ribu buruh telah di-PHK sejak Januari hingga April 2025. Angka ini melonjak signifikan dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat 60 ribu, menunjukkan tren PHK yang terus meningkat. 

Salah satu kasus terbaru yang menjadi sorotan adalah penutupan mendadak PT Maruwa Indonesia di Batam, yang menyebabkan 205 pekerja kehilangan pekerjaan tanpa kepastian pesangon. Kejadian ini menjadi potret nyata ketidakpastian dan ketimpangan perlindungan terhadap buruh di tengah tekanan ekonomi.

Di sisi lain, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) memberikan angka yang jauh berbeda. Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menyatakan hanya 26 ribu buruh yang mengalami PHK sepanjang empat bulan pertama tahun ini. 

Tiga provinsi dengan PHK tertinggi menurut data pemerintah adalah Jawa Tengah (10.692), DKI Jakarta (4.649), dan Riau (3.546). Sektor industri pengolahan mencatat angka PHK tertinggi, yaitu 16.801 pekerja, disusul sektor perdagangan besar dan eceran (3.622), serta jasa lainnya (2.012).

Presiden Partai Buruh Said Iqbal menuding Kemnaker telah memanipulasi data PHK demi menjaga citra pemerintahan di hadapan Presiden. Ia menyebut perbedaan drastis antara data pemerintah dan temuan lapangan sebagai bentuk “kebohongan publik” yang membahayakan penanganan masalah secara tepat.

“Mengapa data Kemnaker hanya 26 ribu? Itu jelas manipulatif, seolah ingin memoles citra di hadapan Presiden. Ini bukan sekadar salah data, tapi berpotensi terjadi kebohongan publik,” ujar Said Iqbal, di Jakarta, dikutip Selasa, 3 Juni 2025.

Nilai Ekonomi yang Hilang Capai Ratusan Miliar per Bulan

Jika merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat rata-rata gaji nasional tahun 2025 sebesar Rp3,09 juta per bulan, maka hilangnya 70 ribu lapangan kerja berpotensi mengurangi sirkulasi ekonomi sebesar Rp216,3 miliar per bulan. 

Dalam hitungan tahunan, nilai tersebut mencapai Rp2,59 triliun. Jumlah tersebut merupakan angka yang signifikan dan berdampak langsung terhadap daya beli masyarakat, konsumsi rumah tangga, serta pertumbuhan ekonomi nasional secara keseluruhan.

Data dari berbagai lembaga memperkuat klaim Partai Buruh bahwa Indonesia tengah menghadapi krisis PHK. BPJS Ketenagakerjaan mencatat sebanyak 73 ribu peserta mencairkan Jaminan Hari Tua (JHT), yang hanya dapat dilakukan jika pekerja berhenti atau terkena PHK.

Sementara itu, BPJS Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) telah menyalurkan manfaat kepada 52 ribu pekerja yang terdampak PHK dalam periode Januari hingga April 2025.

Selain itu, BPS melaporkan bahwa jumlah pengangguran meningkat sebesar 80 ribu orang selama awal tahun 2025. Sementara itu, Apindo bahkan memprediksi jumlah korban PHK hingga akhir tahun dapat mencapai 250 ribu orang. 

Lonjakan ini menandakan adanya tekanan besar di sektor ketenagakerjaan yang, jika tidak segera ditangani, dapat memicu krisis sosial dan ekonomi yang lebih luas.

Apa yang Bisa Dibangun dengan Rp2,5 Triliun?

Sebagai ilustrasi, dana sebesar Rp2,59 triliun yang hilang dari sirkulasi ekonomi akibat PHK massal, sejatinya memiliki potensi besar untuk membiayai berbagai program pembangunan dan kesejahteraan rakyat. 

Dengan dana tersebut, pemerintah dapat membangun sekitar 2.590 unit sekolah dasar baru, dengan estimasi biaya Rp1 miliar per sekolah. Jumlah tersebut akan sangat membantu memperluas akses pendidikan dasar, terutama di wilayah terpencil dan tertinggal yang masih kekurangan infrastruktur pendidikan. 

Di sektor kesehatan, dana yang sama juga dapat digunakan untuk membangun sekitar 43 rumah sakit tipe C, yang sangat dibutuhkan untuk meningkatkan layanan kesehatan dasar di daerah-daerah terpencil, dengan estimasi biaya pembangunan sekitar Rp60 miliar per unit.

Tak hanya itu, Rp2,59 triliun juga cukup untuk mendukung program strategis nasional seperti pengentasan stunting. Dana sebesar itu dapat digunakan untuk menyediakan makan bergizi gratis kepada sekitar 2 juta siswa sekolah dasar selama enam bulan, dengan asumsi biaya Rp10.000 per anak per hari. 

Program semacam ini bukan hanya membantu menjaga kesehatan dan kualitas gizi anak-anak, tetapi juga berdampak jangka panjang terhadap kualitas sumber daya manusia Indonesia.

Artinya, dampak dari krisis PHK tak hanya dirasakan langsung oleh para pekerja, tetapi juga berpotensi menghambat berbagai agenda pembangunan nasional jika tidak segera diatasi.

Gelombang PHK 2025 bukan sekadar isu ketenagakerjaan, melainkan ancaman nyata terhadap stabilitas sosial dan ekonomi nasional. Nilai ekonomi yang hilang akibat PHK massal ini dapat berdampak sistemik, baik terhadap konsumsi rumah tangga, angka kemiskinan, maupun tingkat ketimpangan.