<p>Wisma BNI 46 menjadi simbol gedung-gedung pencakar langit di Jakarta / Shutterstock</p>
Tren Global

Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Turun Lagi, Apa Dampaknya ke Indonesia?

  • Bagi negara berkembang, termasuk Indonesia, sinyal ini patut diwaspadai. Sekitar 60% negara berkembang mengalami perlambatan ekonomi, dengan rata-rata pertumbuhan hanya 3,8% pada 2025.

Tren Global

Muhammad Imam Hatami

JAKARTA - Bank Dunia kembali merevisi turun proyeksi pertumbuhan ekonomi global dalam laporan Global Economic Prospects edisi Juni 2025. Dalam laporan terbarunya, Bank Dunia memperkirakan ekonomi global hanya akan tumbuh 2,3% tahun ini, angka terendah sejak krisis keuangan 2008 (di luar periode resesi global).

 Penurunan ini hampir setengah poin dari proyeksi awal tahun, menandakan meningkatnya kekhawatiran atas perlambatan ekonomi dunia. Penurunan proyeksi tersebut disebabkan dua faktor utama, pertama ketegangan perdagangan internasional yang semakin memburuk dan ketidakpastian kebijakan ekonomi di berbagai negara. 

Dampaknya, sekitar 70% negara di dunia mengalami pemangkasan proyeksi pertumbuhan ekonomi mereka. Perdagangan global pun melambat, hanya tumbuh kurang dari 3%, jauh di bawah rerata 5% pada awal 2000-an. Di saat yang sama, investasi global stagnan, sementara utang global mencapai rekor tertinggi dalam sejarah.

“Sudah lebih dari satu dekade diperingatkan. Pertumbuhan di negara berkembang terus menurun dari 6% pada 2000-an menjadi kurang dari 4% di 2020-an,” ujar Kepala Ekonom Bank Dunia dan Wakil Presiden Senior bidang Ekonomi Pembangunan, Indermit Gill, dikutip Rabu, 11 Juni 2025.

Negara Berkembang Terdampak Serius, Termasuk Indonesia

Bagi negara berkembang, termasuk Indonesia, sinyal ini patut diwaspadai. Sekitar 60% negara berkembang mengalami perlambatan ekonomi, dengan rata-rata pertumbuhan hanya 3,8% pada 2025. 

Negara-negara berpenghasilan rendah bahkan hanya diperkirakan tumbuh 5,3%, turun 0,4 poin dari prediksi sebelumnya.

"Pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang telah menurun selama tiga dekade menjadi kurang dari empat persen pada 2020-an," tambah Gill.

Yang mengkhawatirkan, pertumbuhan ekonomi per kapita di negara berkembang diperkirakan hanya 2,9%, jauh lebih rendah dibanding rata-rata 4% pada periode 2000–2019. 

Hal ini menunjukkan tekanan terhadap daya beli masyarakat, produktivitas, serta potensi peningkatan pengangguran dan kemiskinan.

Bank Dunia juga mencatat bahwa inflasi global tetap tinggi di angka 2,9% pada 2025, sebagian besar dipicu oleh kenaikan tarif perdagangan dan ketatnya pasar tenaga kerja. 

Inflasi ini dikhawatirkan akan terus menekan konsumsi, terutama di negara berkembang yang memiliki basis ekonomi domestik yang rentan terhadap kenaikan harga barang dan jasa.

Apa Dampaknya bagi Indonesia?

Sebagai negara dengan ekonomi terbuka, Indonesia tidak akan terlepas dari dampak perlambatan global ini. Penurunan permintaan ekspor, fluktuasi harga komoditas, serta tekanan terhadap nilai tukar dan arus modal berpotensi membebani pertumbuhan ekonomi nasional. 

Apalagi, Indonesia juga tengah menghadapi tantangan internal seperti penguatan belanja sosial, kebutuhan peningkatan infrastruktur, dan transisi energi.

Jika tekanan global terus berlanjut, Indonesia harus mewaspadai perlambatan investasi asing, kenaikan beban fiskal, serta melemahnya pendapatan negara. Dalam jangka panjang, hal ini bisa mengganggu agenda transformasi ekonomi yang sedang digencarkan oleh pemerintahan baru.

Untuk menghadapi situasi ini, Bank Dunia menyarankan negara berkembang memperkuat integrasi perdagangan, menjalankan reformasi struktural yang mendorong pertumbuhan, serta menjaga ketahanan fiskal. 

Pemerintah juga didorong untuk memperluas basis pajak, memperkuat perlindungan sosial, dan menciptakan lapangan kerja produktif melalui peningkatan keterampilan tenaga kerja.

Koordinasi global dan dukungan multilateral, termasuk bantuan lunak serta dana darurat, disebut penting dalam menjaga stabilitas ekonomi jangka panjang.