1000540092.jpg
Energi

Potensi Investasi dan Serapan Tenaga Kerja dalam RUPTL PLN 2025–2034

  • Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) resmi meluncurkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) untuk PT PLN (Persero) 2025-2034.

Energi

Debrinata Rizky

JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) resmi meluncurkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) untuk PT PLN (Persero) 2025-2034.

Dalam RUPTL, disebutkan jika pemerintah berencana menambah kapasitas pembangkit listrik naik menjadi 69,5 gigawatt (GW) hingga 2034.

“RI membutuhkan 69,5 GW listrik mulai tahun 2025–2034,” ucap Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dalam konferensi pers RUPTL PLN 2025–2034 di Kantor Kementerian ESDM pada Selasa, 28 Mei 2025.

Ada beberapa hal yang perlu menjadi poin penting dengan hadirnya RUPTL ini. Berikut TrenAsia rangkum 5 poin penting dalam RUPTL terbaru :

1. Potensi Investasi Capai Rp2.967 Triliun

Pemerintah optimistis bahwa dengan adanya RUPTL 2025-2034 berpotensi menggaet investasi mencapai Rp2.967 triliun. Adapun investasi dalam RUPTL dibedakan dalam dua fase.

Jika dibagi berdasarkan partisipasi, investasi pembangkit dalam RUPTL ini mayoritas untuk partisipasi Independent Power Producer (IPP) atau pembangkit listrik swasta sebesar 73%, Rp1.566,1 triliun. Sementara investasi PLN dari Rp2.000 triliun lebih. Khusus untuk pembangkit sebesar Rp567,6 triliun,

Pertama, periode 2025-2029 berjumlah Rp1.173 triliun yang terdiri atas:

Pembangkit IPP Rp439,6 triliun (38%)
Transmisi dan gardu induk Rp191,1 triliun (16%)
Pembangkit PLN Rp306,3 triliun (26%)
Distribusi dan lisdes Rp105,7 triliun (9%)
Lain-lain Rp131,24 triliun (11%)

Sementara itu, di periode 2030-2034 sebesar Rp1.793 triliun terdiri atas:

Pembangkit IPP Rp1.126,5 triliun (63%)
Transmisi dan gardu induk Rp201 triliun (11%)
Pembangkit PLN Rp261,3 triliun (14%)
Distribusi dan lisdes Rp67,5 triliun (4%)
Lain-lain Rp 137,18 triliun (8%)

2. Serap 1,7 Juta tenaga kerja

Bahlil menyebutkan, RUPTL ini diperkirakan bisa menyerap lebih dari 1,7 juta tenaga kerja. Secara rinci, 836.696 tenaga kerja berasal dari kebutuhan industri manufaktur, konstruksi, operasi dan pemeliharaan untuk pembangkit.

Sementara 881.132 tenaga kerja mencakup kebutuhan industri manufaktur, konstruksi, operasi dan pemeliharaan untuk transmisi dan gardu induk untuk distribusi.

 

3. Mayoritas Berasal dari Energi Baru Terbarukan

Dalam data yang ada, sebanyak 76% kapasitas penambahan pembangkit akan berasal dari energi baru terbarukan yaitu sebanyak 52,9 GW. Penambahan tersebut terdiri dari pembangkit EBT sebesar 42,6 GW atau 61%, dan 10,3 GW untuk storage 15%.

Ketua Umum Partai Golkar ini merincikan lebih lanjut, porsi pembangkit EBT ini terdiri atas beberapa jenis sumber energi. Mulai dari sumber energi surya 17,1 GW, air 11,7 GW, angin 7,2 GW, panas bumi 5,2 GW, bioenergi 0,9 GW, dan nuklir 0,5 GW.

Porsi pembangkit storage 10,3 GW terdiri atas dua jenis sumber energi, yakni baterai 6 GW dan PLTA Pumped Storage 4,3 GW. Sementara untuk pembangkit bersumber energi fosil 16,6 GW juga terdiri atas dua jenis, yakni gas 10,3 GW dan batu bara 6,3 GW.

4. Jabali jadi Fokus Pengembangan Pembangkit

Bahlil menjelaskan dalam RUPTL 2025-2034, pengembangan pembangkit regional akan menembus 69,5 gigawatt. Di mana Jawa, Madura, Bali menjadi wilayah yang terbesar dalam pengembangan pembangkit regional atau 33,5 gigawatt.

Disusul Sumatera dengan 15,1 gigawatt, Sulawesi 10,4 gigawatt dengan penambahan EBT 7,7 gigawatt. Kalau Kalimantan 5,8 gigawatt dan terakhir ada Maluku Papua dalam Nusa Tenggara di 4,7 gigawatt. Energi baru terbarukan masih menjadi penyokong penambahan kapasitas pada pengembangan pembangkit.

Diantaranya berasal dari baterai PLTA Pumped Strorage atau penyimpanan energi berupa pembangkit listrik tenaga air, surya, air, nuklir, bioenergi yaitu biomassa, biogas Dan sampah, ada dari panas bumi gas dan angin.

5. Kapasitas Pembangkit Batu Bara Masih Ditambah

Pemerintah masih menargetkan menambah  penambahan kapasitas batu bara dan pembangkit fosil lainnya yaitu sebesar 16,6 gigawatt. Meskipun demikian, porsi hanya 24% dari penambahan kapasitas keseluruhan. Untuk gas akan ditambah sebesar 10,3 gigawatt dan batu bara 6,3 gigawatt

Menurut Bahlil ada pergeseran global di mana salah satu negara yang menginisiasi perjanjian Paris atau Paris Agreement tidak mematuhi perjanjian tersebut. Maka wajar bagi Indonesia untuk mempertanyakan komitmen dunia terhadap perjanjian Paris tersebut.

"Dia (Amerika Serikat) saja keluar. Batu bara ini buat pancingan dan transisi," katanya.