
PHK Ribuan PNS, Reformasi Radikal Vietnam Hantam Anak Muda
- Langkah radikal ini diperkirakan akan menghemat US$4,5 miliar (setara Rp72,3 triliun) dalam lima tahun. Salah satu strategi utama adalah menyusutkan jumlah komune dari lebih dari 10.000 menjadi sekitar 3.300, yang sebagian adalah generasi muda.
Tren Global
HANOI - Vietnam sedang melakukan reformasi birokrasi paling ambisius dalam sejarah modernnya. Dimulai dengan amandemen konstitusi yang disahkan pada Senin 16 Juni 2025, Majelis Nasional Vietnam menghapus seluruh tingkat pemerintahan distrik.
Keputusan tersebut menjadikan Vietnam hanya memiliki dua lapisan pemerintahan, yaitu provinsi dan komune. Pemangkasan besar-besaran oleh pemerintah di satu sisi menjanjikan efisiensi, tetapi juga menimbulkan keresahan sosial.
Langkah radikal ini diperkirakan akan menghemat US$4,5 miliar (setara Rp72,3 triliun) dalam lima tahun, menurut Menteri Dalam Negeri Pham Thi Thanh Tra. Salah satu strategi utama adalah menyusutkan jumlah komune dari lebih dari 10.000 menjadi sekitar 3.300, yang diyakini akan mengurangi biaya operasional hingga 30%.
Sebagai gantinya, pemerintah mengalihkan sebagian anggaran ke program seperti pendidikan gratis dari PAUD hingga SMA, serta subsidi pelatihan vokasi bagi pengangguran baru dan insentif UMKM. Namun pertanyaannya, apakah efisiensi fiskal ini akan sebanding dengan dampak sosial yang ditimbulkan?
- Turun Lagi, Segini Harga Emas Antam Rabu, 18 Juni 2025
- Tarik-Ulur Rencana Moratorium Kenaikan Cukai Rokok
- Harga Sembako di DKI Jakarta Rabu, 18 Juni 2025, Ikan Kembung Naik, Beras Setra I/Premium Turun
Badai Tsunami PHK PNS Vietnam
Di balik angka penghematan, badai sosial mengancam. Sekitar 80.000 pegawai negeri di tingkat distrik kehilangan pekerjaan, disusul 120.000 pekerja paruh waktu di tingkat komune yang turut diberhentikan. Sebelumnya, pada Februari 2025, pemangkasan jumlah kementerian dari 30 menjadi 22 telah memakan korban 23.000 pegawai.
Efek domino mulai terasa, mayoritas korban PHK adalah warga usia produktif 25-40 tahun. Banyak dari mereka kesulitan beralih ke sektor swasta karena keterampilan birokrasi yang tidak sesuai dengan kebutuhan industri digital dan manufaktur.
Bahkan kini muncul fenomena “penunggu tunjangan”, yaitu mantan pegawai negeri yang lebih memilih mencairkan asuransi pengangguran secara lump-sum daripada mencoba beradaptasi di dunia kerja baru.
Memang, pemerintah memberikan pesangon yang cukup besar sekitar Rp617 juta per orang, bagi pejabat provinsi yang terdampak, serta menjanjikan program pelatihan ulang menuju sektor teknologi dan ekonomi hijau. Namun efektivitasnya belum terlihat.
Di lapangan, risiko sistemik muncul. Beban administrasi menumpuk di level komune, terutama di wilayah terpencil. Proses adaptasi terhadap struktur baru justru memperlambat perizinan usaha dan pelayanan publik. Di Hanoi, sejumlah mantan PNS bahkan membentuk komunitas daring untuk menuntut kompensasi tambahan dan kejelasan status hukum mereka.
- Turun Lagi, Segini Harga Emas Antam Rabu, 18 Juni 2025
- Tarik-Ulur Rencana Moratorium Kenaikan Cukai Rokok
- Harga Sembako di DKI Jakarta Rabu, 18 Juni 2025, Ikan Kembung Naik, Beras Setra I/Premium Turun
Reformasi besar Vietnam ini mencerminkan semangat pemangkasan birokrasi yang juga terjadi di negara lain seperti Amerika Serikat di era Donald Trump dan Argentina di bawah Presiden Javier Milei.
Namun, konteks Vietnam berbeda, negara komunis ini selama puluhan tahun menjanjikan stabilitas kerja seumur hidup bagi pegawai sektor publik. Dari sisi ekonomi global, reformasi ini juga berlangsung di tengah ancaman tarif impor 46% dari Amerika Serikat.
Hal ini dapat mengguncang sektor ekspor manufaktur Vietnam, motor utama pertumbuhan ekonomi mereka. Jika ekspor melemah, angka pengangguran dapat melonjak lebih tinggi. Indonesia dengan rasio PNS per kapita 1:110 (dibandingkan Vietnam 1:72) dapat mengambil pelajaran penting tentang efisiensi dan PHK massal.