<p>Ilustrasi kartu Prakerja / Foto:www.prakerja.go.id</p>
Nasional

PHK Meluas, Manfaat Kartu Prakerja dan JKP Dinilai Belum Optimal

  • Program Kartu Prakerja yang hanya memberikan dana pelatihan sebesar Rp3 juta, serta manfaat Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) sebesar Rp2,4 juta dinilai belum mampu menjawab kebutuhan riil para pekerja yang terdampak PHK.

Nasional

Debrinata Rizky

JAKARTA – Masalah pemutusan hubungan kerja (PHK) kini menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, menyatakan situasi ini menimbulkan pertanyaan besar terkait kepastian usaha bagi perusahaan dan perlindungan yang memadai bagi tenaga kerja.

Pemerintah didesak segera membangun ekosistem ketenagakerjaan yang tangguh guna mencegah gelombang PHK yang lebih luas. Hal ini terutama di kalangan perusahaan multinasional yang tengah menyesuaikan strategi bisnis mereka di tengah ketidakpastian ekonomi global.

“Ini bukan sekadar soal angka PHK, tetapi menyangkut keberlangsungan kesejahteraan rakyat. Pemerintah harus hadir dan memastikan adanya kepastian berusaha agar investor tidak hengkang,” kata Timboel kepada TrenAsia.com, Kamis, 15 Mei 2025.

Investasi asing, yang menjadi salah satu motor utama penciptaan lapangan kerja, kini menghadapi tantangan serius. Ketidakpastian politik dalam negeri, efisiensi anggaran yang belum optimal, isu premanisme, serta wacana penghapusan sistem outsourcing, disebut-sebut menjadi sinyal negatif bagi investor.

“Kalau investor melihat risiko tinggi, mereka tidak akan masuk. Bahkan yang sudah ada bisa hengkang. Selama kita masih berbicara soal premanisme dan ketidakpastian regulasi, wajar bila investor ragu menanamkan modal di Indonesia,” jelasnya.

Perbesar Anggaran Pelatihan Kerja

Dari sisi tenaga kerja, peningkatan keterampilan menjadi kunci untuk bertahan di tengah disrupsi industri dan otomasi. Namun, menurut Timboel, program pelatihan yang tersedia saat ini belum cukup memadai.

Ia menilai Program Kartu Prakerja yang hanya memberikan dana pelatihan sebesar Rp3 juta, serta manfaat Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) sebesar Rp2,4 juta belum mampu menjawab kebutuhan riil para pekerja yang terdampak PHK.

“Pemerintah harus memperbesar anggaran untuk pelatihan tenaga kerja, terutama pelatihan berbasis teknologi yang sesuai dengan kebutuhan industri saat ini. Harus ada dukungan anggaran yang cukup agar pekerja terdampak PHK bisa meningkatkan keterampilannya,” tegasnya.

Ia juga menekankan pentingnya dukungan terhadap pekerja informal, yang selama ini belum banyak tersentuh kebijakan. “Pekerja informal juga harus difasilitasi. Pemerintah perlu memberikan akses permodalan dan membuka pasar agar mereka yang ingin berwirausaha bisa berkembang,” tambahnya.

Menurut Timboel, kunci utama untuk keluar dari ancaman PHK adalah stabilitas nasional, baik dari sisi politik maupun ekonomi.  “Ketika daya beli pekerja meningkat, konsumsi ikut tumbuh, industri kembali bergeliat, negara mendapat pajak, dan masyarakat jadi lebih sejahtera. Tapi semua ini hanya bisa tercapai jika ada kepastian dan dukungan konkret dari pemerintah,” pungkasnya.