
Pasir Vulkanik Jadi Pupuk? Begini Cara Warga Desa Cibuntu Mengubah Limbah Jadi Cuan
- Tak seperti pasir biasa, pasir vulkanik ternyata kaya akan mineral makro dan mikro esensial seperti kalsium, magnesium, kalium, fosfor, silika, hingga sulfur. Struktur pasir yang gembur juga terbukti mampu meningkatkan aerasi dan kapasitas tanah menahan air, membuat tanaman bisa tumbuh optimal meski jarang disiram.
Tren Inspirasi
JAKARTA - Dulu, siapa sangka bahwa sebuah desa kecil di kaki Gunung Ciremai, yang dulunya hanya dikenal sebagai kawasan galian pasir kuarsa, feldspar, kaolin, hingga marmer, kini menjelma menjadi oase hijau yang dipenuhi harapan?
Desa Cibuntu, yang terletak di Kecamatan Pasawahan, Kabupaten Kuningan, dulunya adalah tempat yang tak asing dengan suara dentuman alat berat dan debu hasil pengerukan tanah. Pasir kuarsa, kaolin, feldspar, hingga marmer—semuanya diambil dari perut bumi. Yang tertinggal hanya lubang-lubang menganga dan lahan kritis yang tampak seperti luka di tubuh alam.
Namun waktu berlalu. Dan luka itu, perlahan-lahan sembuh. Bukan dengan sihir atau campur tangan perusahaan besar, melainkan lewat tangan-tangan warga sendiri.
- Sebelum Beli Rumah, Yuk Kenali Jenis-jenis KPR
- Ketika Pala Lebih Mahal dari Emas dan Menyisakan Sejarah Penuh Darah di Nusantara
- Sejarah Pendirian Hamas dan Tuntutan Merdeka 100 Persen
Pasir Vulkanik: Harta Karun yang Tersembunyi di Bawah Kaki
Segalanya berubah ketika warga mulai memahami satu hal penting: mereka sedang berdiri di atas “harta karun” yang tak ternilai—pasir vulkanik.
Tak seperti pasir biasa, pasir vulkanik ternyata kaya akan mineral makro dan mikro esensial seperti kalsium, magnesium, kalium, fosfor, silika, hingga sulfur. Struktur pasir yang gembur juga terbukti mampu meningkatkan aerasi dan kapasitas tanah menahan air, membuat tanaman bisa tumbuh optimal meski jarang disiram.
Informasi ini datang bukan tanpa dasar. Penelitian dari Anwar Muhammad Foundation (AMF), menunjukkan bahwa pasir vulkanik bisa menjadi solusi masa depan pertanian organik, dan dari sanalah titik balik Desa Cibuntu dimulai.
Dari Abu Menjadi Berkah: Menyulap Pasir Vulkanik Jadi Pupuk Organik
Ilmu dan kreativitas berpadu saat sekelompok peneliti dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) mencoba mengubah abu vulkanik Gunung Kelud menjadi pupuk pelet.
Kandungan unsur hara seperti besi, mangan, silikat, hingga aluminium menjadikan pupuk ini cadangan nutrisi jangka panjang untuk lahan pertanian.
Tak berhenti di situ, warga Desa Ngablak, Magelang, berinovasi dengan menciptakan pupuk “VOLPO” dari campuran abu vulkanik dan pupuk organik cair. Hasilnya? Produktivitas meningkat, ketergantungan pada pupuk kimia berkurang, dan tanah kembali subur.
Inspirasi ini sampai juga ke Cibuntu. Di lahan-lahan yang dulunya gersang bekas tambang, kini tumbuh rosella, sayuran organik, dan bahkan kebun edukasi.
Penelitian dari UIN Sunan Gunung Djati menunjukkan bahwa menambahkan pasir vulkanik ke media tanam rosella mempercepat pertumbuhan batang hingga 14,5 cm per hari. Jumlah daun dan bunga meningkat drastis, dan waktu berbunga jadi lebih cepat.
Baca Juga: Perkuat Inklusi Keuangan di Indonesia, AgenBRILink Jangkau 67 Ribu Desa
Pelatihan, Gotong-Royong, dan Semangat Warga
Tak semua warga langsung mengerti cara mengolah pasir vulkanik. Tapi mereka tidak menyerah.
Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata) dan kelompok tani lokal rutin mengikuti bimbingan teknis (Bimtek) dari berbagai instansi. Mereka belajar mengembangkan mikroba tanah, mencampur kotoran kambing dari "kampung domba" dengan pasir vulkanik, dan perlahan mengganti pupuk kimia dengan bahan-bahan alami yang mereka produksi sendiri.
Produk Inovatif: Dari Pupuk hingga Souvenir Kelas Dunia
Kreativitas warga tidak berhenti di lahan pertanian. Mereka melihat peluang lain—mengolah pasir vulkanik menjadi produk bernilai jual tinggi.
Beberapa inovasi warga Desa Cibuntu antara lain:
- Pupuk organik granular: Serbuk pasir vulkanik diayak halus, dicampur kompos dan kotoran ternak, lalu dikemas dalam karung sebagai pupuk siap pakai.
- Kerajinan tangan: Pasir vulkanik yang dicampur resin diubah jadi vas, lampu hias, atau gelas antik—menarik sebagai oleh-oleh bagi wisatawan.
- Filter air tradisional: Batu apung vulkanik dirangkai untuk menyaring air sumur dari logam berat dan kotoran.
- Bata ringan eco-brick: Campuran pasir vulkanik, abu sekam, dan semen menciptakan bata ramah lingkungan yang ringan dan tahan panas.
Setiap produk adalah cerminan bagaimana sumber daya lokal bisa menjadi solusi inovatif dan berkelanjutan.
Menyatu dengan Alam: Sinergi Pertanian dan Pariwisata
Cibuntu tak hanya menjadi desa pertanian. Ia telah naik kelas menjadi desa wisata edukatif.
Lewat program dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), Cibuntu dikemas sebagai destinasi agroekowisata. Pengunjung bisa:
- Menanam rosella di media pasir vulkanik.
- Membuat pupuk VOLPO dari kotoran ternak dan abu.
- Belajar memecah kaolin sambil memahami pentingnya geologi bagi pertanian.
Setiap aktivitas dirancang sebagai pengalaman belajar sekaligus rekreasi. Ini bukan sekadar liburan, tapi perjalanan untuk mengenal tanah, alam, dan diri sendiri.
- Gaji Stagnan dan Kontrak Abadi Hantui Pekerja Gen Z
- Info Saham Hari Ini: IHSG di Fase Korektif, Cermati Peluang MBMA hingga SMDR
- Serangan AS ke Iran Picu Gejolak Pasar Global: Ini Saran Analis untuk Investor
Bangkitnya Generasi Muda Desa
Dulu, merantau ke kota adalah impian banyak anak muda desa. Tapi Cibuntu mengubah cara pandang itu.
Anak-anak muda kini melihat desa bukan sebagai tempat yang tertinggal, melainkan sebagai lahan inovasi. Mereka mulai memadukan ilmu geologi, pertanian, dan kewirausahaan digital. Mereka mengikuti pelatihan koding pertanian, membangun toko online untuk produk lokal, dan menggelar workshop kerajinan pasir vulkanik bagi pengunjung.
Apa hasilnya?
- Ekonomi lokal tumbuh.
- Nilai budaya terjaga.
- Lingkungan pulih.
- Anak muda tak lagi mencari masa depan di luar desa—karena masa depan itu ada di tanah tempat mereka berpijak.