
Pasar Abaikan Harta Karun Surya 2 GW, Saham ADRO Jadi Peluang Investasi?
- Saham ADRO anjlok 23% saat saham EBT lain meroket. Analis ungkap potensi besar dari proyek PLTS 2 GW yang bisa jadi peluang value investing unik di 2025.
Tren Pasar
JAKARTA, TRENASIA.ID - Pasar modal Indonesia saat ini sedang dilanda gelombang euforia energi hijau yang luar biasa. Investor ramai-ramai memburu saham yang terafiliasi dengan energi baru terbarukan (EBT), sehingga mendorong lonjakan harga fantastis dan minat yang sangat tinggi di sepanjang tahun ini.
Hal ini sejalan dengan, Indeks acuan iShares Global Clean Energy ETF, barometer industri energi bersih, berhasil menunjukkan kinerja yang jauh lebih unggul melampaui indeks S&P 500 secara signifikan.
Menjalar ke Indonesia, Saham-saham seperti PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO), PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA), dan PT Barito Pacific Tbk (BRPT), semuanya menguat signifikan antara +72% hingga +167% year to dat, jauh melampaui kinerja Indek Harga Saham Gabungan (IHSG).
Namun, di tengah euforia ini, sebuah anomali besar justru mencuri perhatian para analis. Raksasa batu bara PT Alamtri Resources Indonesia Tbk (ADRO), yang juga mulai merambah bisnis hijau, malah terpuruk dengan kinerja saham minus 23% secara year-to-date (ytd).
Kontras yang sangat tajam ini tentu memicu pertanyaan besar di kalangan investor. Namun, riset terbaru dari Indo Premier Sekuritas mengungkap fakta krusial: ada komponen bernilai jumbo dalam portofolio ADRO yang tampaknya sengaja diabaikan atau belum dipahami oleh pasar.
1. Mengungkap Harta Karun Tersembunyi: Proyek Surya 2 GW
Nah, jawaban sementaranya terletak pada identitas kuat ADRO sebagai produsen batu bara. Padahal, para analis menyoroti adanya ‘harta karun tersembunyi’ yang dapat mengubah narasi ini secara fundamental.
Harta karun tersebut adalah sebuah proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terapung yang masif. Proyek ini bukan rencana kecil, karena direncanakan memiliki kapasitas dasar yang sangat besar mencapai 2 Gigawatt (GW), sebuah skala utilitas yang sangat signifikan di Indonesia.
Menurut riset tersebut, proyek raksasa ini memiliki potensi menambah nilai intrinsik perusahaan secara signifikan. Analis Ryan Winipta dan Reggie Parengkuan mengestimasi adanya tambahan valuasi yang setara dengan sekitar Rp535 per lembar saham, sebuah angka yang sangat material.
Analis menilai pasar belum sepenuhnya menghitung nilai proyek ini, dengan menyatakan bahwa ada fokus yang kurang tepat dari investor. "Ada komponen besar yang belum dimasukkan dalam perhitungan harga saham ADRO," tulis analis dalam risetnya dikutip pada Senin, 11 Agustus 2025.
Untuk memberikan gambaran kuantitatif, para analis memproyeksikan target harga baru yang lebih optimis. "Jika kami menempatkan valuasi proyek solar PV sebesar US$1,3 miliar, TP kami dapat dinaikkan ke Rp2.500 per saham," tandas riset tersebut.
2. Prospek Investasi di Tengah Ambisi Transisi Nasional
Langkah ekspansi ADRO ini sangat sejalan dengan peta jalan ambisius Indonesia untuk mencapai Net Zero Emission(NZE) pada 2060. Dalam skenario tersebut, energi surya diproyeksikan menjadi tulang punggung utama dari sistem kelistrikan nasional, menyumbang porsi mayoritas bauran energi.
Pemerintah juga telah menyusun rencana untuk mengakselerasi proses pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara setelah tahun 2030. Hal ini dilakukan untuk memberi ruang bagi energi terbarukan yang lebih bersih dan ramah lingkungan untuk dapat berkembang pesat.
Meski demikian, jalan transisi ini tidak sepenuhnya mulus. Indonesia terus berjuang mencapai target tahunan EBT karena berbagai tantangan. Salah satu tantangan terbesarnya adalah biaya investasi awal yang masih sangat tinggi jika dibandingkan dengan sumber energi fosil yang sudah ada.
IEA bahkan melaporkan bahwa biaya instalasi energi surya di Indonesia bisa dua kali lebih mahal dari negara lain. Hal ini disebabkan oleh kombinasi berbagai faktor, termasuk di dalamnya adalah hambatan regulasi, perizinan yang kompleks, serta tantangan logistik di negara kepulauan.
Walaupun menghadapi tekanan jual jangka pendek akibat sentimen MSCI, prospek ADRO tetap menarik. Pelemahan harga saham pada perdagangan Jumat, 9 Agustus 2025, ke level Rp1.790, justru dapat dipandang sebagai sebuah peluang oleh investor yang jeli dan berorientasi jangka panjang.
Bagi investor oportunistik, tekanan jual ini bisa menjadi pintu masuk yang ideal. Di saat valuasi saham EBT lainnya seperti PGEO, TOBA, dan BRPT sudah melambung tinggi, ADRO menawarkan sebuah narasi value investing yang unik di dalam tema besar tren transisi energi global.