Skema Baru Subsidi Gas Melon - Panji 3.jpg
Tren Ekbis

Papua vs Jakarta, Tantangan Berat Kebijakan LPG Satu Harga

  • Pada Juli 2025, masyarakat Papua, khususnya Jayapura dan sekitarnya, menanggung beban yang jauh lebih tinggi dibanding Jakarta harga tabung LPG non-subsidi 12 kg dijual Rp249.000, sementara harga yang sama di Jakarta hanya Rp192.000 selisih mencapai Rp57.000 per tabung.

Tren Ekbis

Debrinata Rizky

JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah mengkaji kebijakan “satu harga” LPG 3 kg mulai 2026. Tujuannya agar harga gas subsidi di seluruh Indonesia seragam dan tepat sasaran industri. Namun, kabar di lapangan menunjukkan jurang harga yang besar antara kota besar dan daerah terpencil menuai kritik bahwa kebijakan ini lebih ilusi daripada solusi.

Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi mengatakan jika lagi-lagi kebijakan yang dikeluarkan Bahlil cenderung blunder. Menurut Fahmy, kebijakan satu harga LPG 3 Kg juga tidak akan menjadikan subsidi tepat sasaran lantaran siapa pun, termasuk orang kaya, masih leluasa membeli LPG Subsidi.

Bagaimana di Lapangan?

Pada Juli 2025, masyarakat Papua dan Maluku menanggung beban yang jauh lebih tinggi dibanding Jakarta harga tabung LPG non-subsidi 12 kg dijual Rp249.000, sementara harga yang sama di Jakarta hanya Rp192.000 selisih mencapai Rp57.000 per tabung.

Sedangkan untuk tabung LPG 5,5 kg di Maluku dan Papua Rp117.000 per tabung. Sementara untuk wilayah DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat LPG 5,5 kg dibanderol  Rp90.000 ada gap Rp27.000 yang harus ditanggung Masyarakat Papua jika untuk membeli gas yang nonsubsidi.

Jika dilihat dari data diatas, bayangkan warga Papua hanya perlu merogoh kocek Rp5.000 lebih murah untuk setiap tabung subsidi 3 kg dengan pemakaian rata-rata 12 tabung per tahun, penghematan mencapai Rp60.000.

Uang ini bisa digunakan untuk hal lain  berlangganan Spotify Premium atau menambah kuota internet sepekan penuh. Dampak kecil tersebut sebenarnya sangat berarti dalam menjaga kualitas hidup di daerah terpencil. Harga tersebut tentunya lebih tinggi dibandingkan harga resmi yang dirilis Pertamina, khususnya untuk level agen resmi LPG Pertamina.

Daftar harga LPG non subsidi tersebut untuk tabung 5,5 kg dan 12 kg di tingkat agen resmi Pertamina, termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN), berlaku sejak 22 November 2023. Harga jual LPG Non PSO Rumah Tangga di tingkat Agen di luar radius 60 km dari lokasi Filling Plant adalah harga jual di tingkat Agen di bawah ini ditambah dengan biaya angkutan atau ongkos kirim.

Berapa HET LPG 3 kg?

Berdasarkan data Kementerian ESDM,hasil temuan di lapangan, harga eceran tertinggi (HET) yang sudah ditentukan berkisar antara Rp16.000-Rp19.000 per tabung seringkali bisa mencapai Rp50.000. Hal ini memicu pemerintah mentransformasi tata kelola LPG 3 Kg.

Salah satu faktor utama adalah adanya ketidakseimbangan antara anggaran subsidi yang disediakan negara dengan realisasi di lapangan bahkan membuka celah kebocoran kuota dan rantai pasok yang panjang. Namun sebelum kebijakan bisa benar-benar merata, dua tantangan utama mengintai:

1. Biaya logistik tinggi

Biaya angkut ke Papua mencapai puluhan ribu rupiah ekstra per tabung. Jika harga diseragamkan, selisih harga ini harus ditutupi subsidi pemerintah yang selama ini sudah menanggung beban besar, Rp87 triliun per tahun untuk LPG 3 kg. Beban baru tentu membebani APBN lebih dalam.

2. Subsidi masih terbuka untuk disalahgunakan

Tanpa filterisasi pemiliknya, orang kaya pun bisa membeli gas subsidi satu harga. Ini mengancam tujuan subsidi tepat sasaran.

Lebih jauh kata Fahmy, pengalaman larangan pengecer menjual LPG 3 kg pernah diterapkan sebelumnya. Akibatnya, warga miskin malah kesulitan mendapat gas, karena pangkalan tidak tersebar merata hingga kebijakan itu pun kemudian dicabut oleh Presiden Prabowo

Lantas, apa kuncinya agar “satu harga” bukan hanya Blunder?

Perluasan distribusi nyata

Pemerintah harus lebih dulu membangun pangkalan dan jaringan pengecer hingga desa-desa di Papua. Tanpa itu, penyeragaman harga hanya di atas kertas.

Sistem identifikasi dan kontrol distribusi

Subsidi harus bergantung NIK atau database terpadu. Data digital dan verifikasi pengecer perlu ditingkatkan agar subsidi hanya disalurkan ke yang berhak.

Pengawasan ketat

Penindakan terhadap penyimpangan harga dan penyalahgunaan distribusi wajib digencarkan, termasuk melalui sistem pengaduan publik. Kesenjangan Rp57.000 antara Papua dan Jakarta bukan hanya angka statistik itu beban riil bagi keluarga di pedalaman.