trump.jpg
Tren Global

Pantas Trump Berani Acak-Acak Ekonomi Dunia, AS Masih Raksasa Ekonomi Global

  • Hingga kini, Amerika Serikat tetap memegang predikat sebagai ekonomi terbesar di dunia, dengan Produk Domestik Bruto (PDB) nominal mencapai US$ 30,34 triliun (sekitar Rp494.542 triliun) pada awal 2025.

Tren Global

Muhammad Imam Hatami

JAKARTA - Presiden Amerika Serikat Donald Trump secara resmi mengumumkan penerapan tarif dasar global terhadap lebih dari 150 negara. Kebijakan ini disebut Trump sebagai upaya untuk “menyeimbangkan ulang” perdagangan internasional yang menurutnya selama ini “tidak adil bagi Amerika”.

Dalam pidatonya di Gedung Putih, Trump menegaskan bahwa semua negara yang tidak memiliki kesepakatan bilateral langsung dengan AS akan dikenai tarif seragam minimal 10%, dengan kemungkinan naik menjadi 15-20% dalam waktu dekat, padahal sebelumnya Trump juga telah menerapkan beragam tarif ke berbagai negara.

"Semuanya akan sama untuk semua pihak, untuk kelompok itu," tegas Trump kepada wartawan saat menggelar pembicaraan dengan Putra Mahkota Bahrain Salman bin Hamad Al Khalifa di Gedung Putih, Washington, dikutip Sabtu, 18 Juli 2025.

Meski sering menuai kritik karena kebijakan tarifnya yang agresif,  Donald Trump tampaknya memiliki landasan kuat untuk melangkah berani di panggung perdagangan global. 

Hingga kini, Amerika Serikat tetap memegang predikat sebagai ekonomi terbesar di dunia, dengan Produk Domestik Bruto (PDB) nominal mencapai US$ 30,34 triliun (sekitar Rp494.542 triliun) pada awal 2025. Angka ini jauh melampaui China yang PDB nya mencapai US$ 19,53 triliun atau sekitar Rp318.339 triliun).

Ukuran Ekonomi AS Tak Tertandingi

Ekonomi Amerika didominasi oleh sektor jasa, yang menyumbang sekitar 68% dari total PDB, atau setara US$ 17,05 triliun (sekitar Rp277.915 triliun) pada kuartal pertama 2025.

Sektor manufaktur tetap kuat dengan kontribusi US$ 2,41 triliun (sekitar Rp39.283 triliun), disusul sektor pertambangan dan pertanian masing-masing US$ 333,1 miliar ( Rp5.429 triliun) dan US$ 249,5 miliar (≈ Rp4.068 triliun).

Meski secara ukuran tetap perkasa, ekonomi AS mencatat kontraksi 0,5% secara kuartalan (QoQ) pada Q1 2025, kontraksi pertama sejak 2022. Secara tahunan (YoY), pertumbuhan melambat menjadi 2%, turun dari 2,5% di kuartal sebelumnya. 

Lonjakan impor (+37,9%) menjelang kenaikan tarif Trump disebut sejumlah analis sebagai salah satu penyebab utama pelambatan, karena perusahaan menimbun stok sebelum aturan baru berlaku.

Di sisi fiskal, pemangkasan belanja pemerintah sebesar 4,6% juga ikut menekan PDB. Departemen Efisiensi Pemerintah AS disebut memangkas berbagai anggaran belanja sebagai bagian dari kebijakan pengendalian defisit.

Meski ada tekanan jangka pendek, pertumbuhan ekonomi AS pada 2026–2027 diproyeksikan tetap stabil di kisaran 1,9-2%. Indeks optimisme ekonomi diperkirakan naik menjadi 54 poin pada 2026, dibandingkan 48,6 pada Juli 2025. 

Namun demikian, Lembaga Keuangan Goldman Sachs memperkirakan adanya risiko 20% potensi resesi dalam 12 bulan ke depan, terutama jika ketidakpastian kebijakan tarif Trump berdampak buruk terhadap konsumsi dan investasi.

Saat ini AS masih mengandalkan konsumsi domestik sebagai pendorong utama pertumbuhan, menyumbang 68% dari total PDB, dengan belanja konsumen tumbuh 0,5% di Q1. Inovasi teknologi dan kekuatan sektor keuangan tetap menjadi tulang punggung ekonomi. Namun, tantangan masih ada, termasuk inflasi inti sebesar 3,1% (masih di atas target The Fed), serta defisit fiskal yang mencapai -7% dari PDB.

Dengan fondasi ekonomi yang masih kokoh, langkah Trump dalam menerapkan tarif ke lebih dari 150 negara, termasuk Eropa, Jepang, dan Korea bukan semata strategi politik, melainkan juga cerminan posisi tawar global AS. Meski berisiko menekan pertumbuhan jangka pendek, kekuatan struktural ekonomi AS membuatnya tetap jadi raksasa yang sulit dilawan dalam peta dagang dunia.