0_3tx3FwLAFu0n8WeH.jpg
Tren Inspirasi

Palantir, Perusahaan yang Menjadikan Data Manusia sebagai Senjata Rahasia AS

  • Pada tahun 2020, Palantir menandatangani kontrak senilai US$91 juta dengan Komando Khusus Angkatan Darat AS, dan di tahun-tahun berikutnya terus mendapatkan perpanjangan kontrak dengan nilai hingga ratusan juta dolar.

Tren Inspirasi

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA – Palantir Technologies merupakan perusahaan teknologi data asal Amerika Serikat yang dikenal karena kecanggihan produknya dalam analisis data besar dan keterlibatannya dalam proyek-proyek sensitif, termasuk dengan militer dan badan intelijen.

Palantir Technologies didirikan pada tahun 2003 oleh sekelompok tokoh teknologi ternama, termasuk Peter Thiel, salah satu pendiri PayPal, bersama dengan Nathan Gettings, Joe Lonsdale, Stephen Cohen, dan Alex Karp, yang kini menjabat sebagai CEO.

Nama “Palantir” diambil dari artefak magis dalam kisah The Lord of the Rings karya J.R.R. Tolkien—sebuah bola kristal yang memungkinkan penggunanya melihat kejadian di tempat lain. Filosofi ini mencerminkan tujuan perusahaan: membantu pengguna "melihat" melalui data yang kompleks untuk mengungkap pola dan informasi tersembunyi.

Thiel, yang juga investor awal Facebook, percaya bahwa pendekatan anti-penipuan yang digunakan di PayPal bisa digunakan untuk membantu pemerintah Amerika Serikat melawan terorisme pasca tragedi 9/11. Maka lahirlah Palantir, dengan fokus awal pada teknologi penggabungan dan analisis data demi mendukung keamanan nasional.

Produk Utama: Palantir Gotham, Foundry, dan Apollo

Palantir mengembangkan beberapa produk utama yang kini menjadi tulang punggung operasional perusahaan:

1. Palantir Gotham

Produk ini awalnya dikembangkan untuk lembaga intelijen Amerika Serikat, terutama CIA dan FBI. Gotham membantu agen intelijen mengintegrasikan, memvisualisasikan, dan menganalisis data dalam jumlah besar dari berbagai sumber, seperti metadata telepon, data keuangan, catatan imigrasi, dan data kriminal.

Gotham telah digunakan secara luas oleh Dinas Intelijen, Departemen Pertahanan, hingga kepolisian kota, untuk mendeteksi jaringan terorisme, mencegah serangan, dan bahkan dalam investigasi kejahatan terorganisir.

2. Palantir Foundry

Berbeda dengan Gotham yang berfokus pada intelijen, Foundry ditujukan untuk dunia bisnis dan sektor swasta. Foundry memampukan perusahaan untuk mengintegrasikan data operasional mereka dari berbagai sistem dan membuat dashboard analitik yang canggih. Foundry digunakan oleh berbagai perusahaan besar dalam sektor energi, manufaktur, kesehatan, dan keuangan.

Misalnya, Airbus menggunakan Foundry untuk meningkatkan efisiensi produksi pesawat, sementara Ferrari memanfaatkan Foundry dalam mengembangkan strategi balap dan produksi mobil sport.

3. Palantir Apollo

Apollo adalah platform continuous delivery yang memungkinkan software Palantir untuk di-deploy dan dioperasikan di berbagai lingkungan cloud dan on-premise. Apollo memperkuat skalabilitas dan fleksibilitas Palantir, sehingga bisa digunakan oleh pelanggan di sektor-sektor yang memiliki regulasi ketat.

Keterlibatan dalam Proyek Militer dan Intelijen

Palantir dikenal luas karena hubungan eratnya dengan pemerintah Amerika Serikat dan komunitas intelijen. Perusahaan ini mendapatkan kontrak besar dari:

  • CIA (melalui In-Q-Tel, unit modal ventura CIA) yang menjadi investor awal Palantir.
  • Departemen Pertahanan AS (DoD) untuk analisis intelijen medan perang.
  • ICE (Immigration and Customs Enforcement) untuk sistem pelacakan imigrasi.
  • Departemen Kesehatan dan Human Services AS, termasuk dalam mengelola respons data pandemi COVID-19.

Pada tahun 2020, Palantir menandatangani kontrak senilai US$91 juta dengan Komando Khusus Angkatan Darat AS, dan di tahun-tahun berikutnya terus mendapatkan perpanjangan kontrak dengan nilai hingga ratusan juta dolar.

Bahkan dalam perang di Ukraina, Palantir mengklaim teknologi mereka digunakan untuk membantu militer Ukraina menganalisis pola serangan dan mengarahkan respons terhadap invasi Rusia.

Tak Luput dari Kontroversi

Meskipun teknologi Palantir dipuji karena kekuatan analitiknya, perusahaan ini juga sering dikecam karena keterlibatannya dalam proyek-proyek kontroversial.

1. Isu Privasi dan Pelanggaran HAM

Palantir dituding memfasilitasi pelacakan imigran gelap oleh ICE, yang menurut aktivis HAM merupakan bentuk pelanggaran privasi dan hak asasi. Beberapa organisasi, termasuk ACLU dan Amnesty International, menyoroti bahwa teknologi Palantir berpotensi disalahgunakan untuk pengawasan massal.

2. Transparansi dan Etika

Sifat pekerjaan Palantir yang banyak dilakukan "di balik layar" dan melibatkan lembaga keamanan negara, menimbulkan kekhawatiran akan kurangnya transparansi publik. Beberapa kontrak mereka bahkan dirahasiakan karena berkaitan dengan keamanan nasional, sehingga menimbulkan debat tentang kontrol sipil terhadap kekuasaan teknologi.

3. Penolakan Internal

Sejumlah karyawan teknologi dari perusahaan seperti Google dan Amazon pernah menolak bekerja sama dengan Pentagon, sedangkan Palantir justru mendukung kolaborasi dengan militer. Sikap ini membuat Palantir sering dianggap "anti-mainstream" di Silicon Valley.

Baca Juga: Desa Digital Bandung Barat: Bukti Nyata Teknologi Bisa Dimulai dari Pinggiran

Menuju Kesuksesan Finansial dan IPO di Bursa Amerika

Meski selama bertahun-tahun Palantir tidak mencetak laba, mereka terus mendapatkan suntikan dana dari investor besar. Setelah lebih dari 17 tahun berdiri, akhirnya pada 30 September 2020, Palantir melantai di Bursa Efek New York (NYSE) dengan simbol PLTR.

Namun, berbeda dari IPO tradisional, Palantir memilih mekanisme Direct Listing, mengikuti jejak Spotify dan Slack. Ini artinya, mereka tidak menerbitkan saham baru, tetapi menjual saham yang sudah dimiliki pemegang saham awal ke publik.

Harga saham pembukaan Palantir saat itu adalah US$10 per lembar, dan dalam waktu singkat sahamnya melonjak, mencerminkan tingginya minat investor terhadap perusahaan data dan keamanan siber.

Performa Keuangan dan Ekspansi Global

Dalam beberapa tahun terakhir, Palantir mulai menunjukkan sinyal positif dari sisi keuangan. Pada kuartal pertama tahun 2023, Palantir mencatatkan laba bersih positif untuk pertama kalinya dalam sejarahnya, yang menandai transisi dari perusahaan “growth” ke perusahaan “profitability”.

Beberapa capaian keuangan penting:

  • Pendapatan tahun 2023: US$2,2 miliar, naik dari US$1,9 miliar tahun sebelumnya.
  • Pendapatan dari sektor komersial naik signifikan, menunjukkan diversifikasi bisnis mereka dari hanya mengandalkan kontrak pemerintah.
  • Cash flow operasional positif selama lebih dari empat kuartal berturut-turut.
  • Valuasi pasar Palantir sempat mencapai lebih dari US$45 miliar.

Selain di AS, Palantir memperluas kehadirannya ke Inggris, Prancis, Jerman, Jepang, dan Korea Selatan dengan proyek yang mencakup bidang perbankan, energi, kesehatan, dan manufaktur.

Masa Depan Palantir: AI dan Etika di Persimpangan Jalan

Palantir juga aktif mengembangkan Artificial Intelligence (AI) Platform (AIP) yang memungkinkan pelanggan membangun model AI di atas data mereka sendiri, tanpa harus membocorkannya ke penyedia layanan cloud. Hal ini dianggap sebagai solusi bagi perusahaan yang ingin mengadopsi AI tanpa mengorbankan privasi data.

CEO Alex Karp pernah menyatakan bahwa Palantir adalah perusahaan AI militer terbesar di dunia. Dalam berbagai wawancaranya, ia menegaskan bahwa Palantir memandang AI sebagai alat untuk mempertahankan nilai-nilai demokrasi, dan bukan semata-mata untuk komersialisasi seperti perusahaan Big Tech lainnya.

Antara Kejeniusan dan Kontroversi

Palantir Technologies adalah perusahaan teknologi unik yang berdiri di persimpangan antara kecanggihan, keamanan, privasi, dan etika. Dengan sejarah panjang bekerja sama dengan lembaga intelijen, Palantir membangun reputasi sebagai pionir dalam teknologi analitik data.

Meski menuai banyak kritik, tidak bisa dipungkiri bahwa Palantir telah merevolusi cara organisasi—baik pemerintah maupun swasta—mengelola dan memahami data. Dengan strategi ekspansi komersial dan fokus pada AI, Palantir tampaknya siap menjadi kekuatan utama dalam lanskap teknologi global ke depan.