
OCBC Gaungkan Kampanye #BaiknyaBarengBareng untuk Memerdekakan Diri dari Bias Gender
- Meskipun wacana kesetaraan gender semakin sering dibicarakan, data menunjukkan bahwa kesenjangan masih lebar. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) 2024, partisipasi angkatan kerja perempuan pada 2023 hanya mencapai 55%, jauh di bawah partisipasi laki-laki yang berada di angka 85%. Sementara itu, data SDG Global Database (2022) mencatat bahwa perempuan hanya mengisi 32% posisi manajerial di perusahaan.
Tren Inspirasi
JAKARTA, TRENASIA.ID - Kemerdekaan sejati bukan hanya berarti bebas dari penjajahan, tetapi juga lepas dari bias dan stigma yang membatasi langkah. Di Indonesia, masih banyak perempuan dan laki-laki yang terjebak dalam norma sosial yang mengatur peran mereka di rumah maupun di dunia kerja. Padahal, di era modern, pembatasan berbasis gender justru menjadi penghambat bagi kemajuan individu dan masyarakat.
Dengan semangat Hari Kemerdekaan, OCBC menggelar Media Talk bertajuk #BaiknyaBarengBareng yang menghadirkan dua narasumber dari lembaga kredibel, yaitu Badan PBB untuk Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan (UN Women) serta Aliansi Laki-Laki Baru (ALB).
Diskusi yang diselenggarakan Rabu, 13 Agustus 2025, ini mengusung tema “Perjalanan Menuju Merdeka dari Bias Gender”, yang mengajak publik untuk memaknai ulang arti kemerdekaan dengan membebaskan diri dari bias dan ketidaksetaraan yang seringkali menghambat ruang gerak, baik di lingkungan kerja maupun di rumah.
- Emas Vs Bitcoin: Mana Safe Haven Terbaik di Tengah Krisis?
- Deposito Bank Digital Jadi Primadona Baru Investasi Pekerja Muda
- Tambah Cuan, Ini 5 Bank Digital dengan Bunga Paling Menggiurkan
Bias Gender di Indonesia Masih Nyata
Meskipun wacana kesetaraan gender semakin sering dibicarakan, data menunjukkan bahwa kesenjangan masih lebar. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) 2024, partisipasi angkatan kerja perempuan pada 2023 hanya mencapai 55%, jauh di bawah partisipasi laki-laki yang berada di angka 85%. Sementara itu, data SDG Global Database (2022) mencatat bahwa perempuan hanya mengisi 32% posisi manajerial di perusahaan.
Angka-angka ini mencerminkan bahwa hambatan struktural dan kultural masih kuat. Banyak perempuan harus menghadapi beban ganda: bekerja di luar rumah sekaligus memikul tanggung jawab penuh di ranah domestik. Persepsi tradisional yang menempatkan pekerjaan rumah tangga sebagai tugas utama perempuan menjadi salah satu akar masalah yang sulit dihilangkan.
Betti Alisjahbana: Kepemimpinan Perempuan Harus Jadi Hal Biasa
Salah satu pembicara utama, Betti Alisjahbana, Komisaris Independen OCBC, berbagi pandangannya sebagai figur perempuan yang telah lama mematahkan berbagai bias di dunia kerja. Menurutnya, perempuan dan laki-laki sama-sama memiliki potensi besar untuk berprestasi dan berkontribusi maksimal.
“Dalam menghadapi stigma berbasis gender, saya memilih untuk tetap fokus berkarya dan membuktikan diri lewat dedikasi, prestasi, dan integritas. Kepemimpinan perempuan tidak perlu menjadi pengecualian—melainkan bagian dari budaya profesional yang kita bangun bersama,” tegasnya.
Betti menambahkan bahwa perusahaan memiliki peran penting dalam memastikan terciptanya ruang kerja yang inklusif. Di OCBC, komitmen ini diterapkan melalui kebijakan yang adil gender, program pengembangan untuk semua level karyawan, fasilitas ramah keluarga, serta komposisi manajemen yang berimbang di posisi strategis. Menurutnya, keberagaman talenta justru menjadi kekuatan kompetitif yang dapat mendorong inovasi dan pertumbuhan.
Baca Juga: DBS Indonesia Gelar Edukasi Finansial untuk Guru dan Penghuni Lapas Perempuan
UN Women: Ubah Persepsi Tentang Peran Domestik
Dari perspektif lembaga internasional, Dwi Yuliawati, Head of Programmes UN Women Indonesia, menyoroti salah satu hambatan terbesar yang dihadapi perempuan, yakni norma gender yang tidak setara.
“Bentuk yang paling nyata adalah persepsi bahwa pekerjaan rumah tangga dan perawatan anggota keluarga sepenuhnya menjadi tanggung jawab perempuan,” ujarnya.
Untuk mengatasi hal tersebut, UN Women berkolaborasi dengan sektor swasta dalam mengintegrasikan Prinsip-Prinsip Pemberdayaan Perempuan (Women’s Empowerment Principles/WEPs). Melalui prinsip ini, perusahaan didorong untuk menciptakan kebijakan tempat kerja yang ramah keluarga, memberikan fleksibilitas, serta memastikan kesempatan setara bagi perempuan untuk berkembang dan berkarier.
Dwi menegaskan bahwa kesetaraan gender di dunia kerja bukan hanya isu keadilan sosial, tetapi juga strategi bisnis yang dapat meningkatkan produktivitas, inovasi, dan daya saing.
ALB: Kesetaraan Perlu Peran Laki-Laki
Menambahkan perspektif berbeda, Wawan Suwandi, Koordinator Nasional Aliansi Laki-Laki Baru, mengingatkan bahwa perjuangan menuju kesetaraan tidak bisa dilakukan hanya oleh perempuan.
“Dunia kerja yang lebih fleksibel dan rumah tangga yang lebih adil perannya akan membuat laki-laki dan perempuan bisa berkolaborasi lebih sehat,” ungkapnya.
Ia mengajak masyarakat untuk menormalisasi konsep “rumah tangga bersama” alih-alih “ibu rumah tangga” saja, sehingga peran domestik dibagi secara setara. Wawan juga menyoroti perlunya mengubah narasi yang menganggap keberhasilan karier perempuan sebagai ancaman bagi pasangan laki-laki. Menurutnya, dukungan dari lingkungan terdekat adalah kunci keberhasilan dalam memutus mata rantai bias gender.
Dampak Nyata Kampanye #BaiknyaBarengBareng
Kampanye keberlanjutan #BaiknyaBarengBareng 2025 dari OCBC bukan hanya sekadar wacana. Hingga Juli 2025, inisiatif ini telah mencatat 117.194 keterlibatan, 1.822.152 jangkauan, dan 2.695.786 impresi di berbagai kanal komunikasi. Angka ini menunjukkan bahwa isu kesetaraan gender mendapatkan perhatian luas dan mendorong diskusi publik yang lebih dalam.
- Menimbang Untung Rugi Jelang Rebalancing MSCI: Efek ke Saham BREN dkk
- Mengukur Potensi Pasar Bank Muhammadiyah: Sanggupkah Jadi Kekuatan Baru?
- Waspada Dark Patterns: Ancaman Tersembunyi di Balik Pesatnya Ekonomi Digital RI
Menuju Kemerdekaan Sejati
Diskusi “Perjalanan Menuju Merdeka dari Bias Gender” menegaskan bahwa kesetaraan adalah proses kolektif yang membutuhkan keterlibatan semua pihak—mulai dari individu, keluarga, komunitas, hingga institusi besar. Ketika hambatan-hambatan berbasis gender dihapus, perempuan dapat berkontribusi penuh di bidang sosial dan ekonomi, sementara laki-laki dapat mengambil peran aktif di rumah tanpa stigma.
OCBC, UN Women, dan ALB sama-sama mengajak masyarakat untuk bersama-sama menciptakan lingkungan yang setara dan inklusif. Sebab, kemerdekaan sejati adalah ketika tidak ada lagi bias yang membatasi langkah, dan semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang.