
Negara-negara yang Coba Lawan Mata Uang AS Dolar dan Gagal
- Hingga kini, belum ada yang berhasil menandingi posisi dolar sebagai mata uang cadangan utama global. Dari euro hingga yuan, dari proposal dinar emas hingga dedolarisasi paksa oleh Rusia, semuanya menemui jalan buntu.
Tren Global
JAKARTA, TRENASIA.ID - Upaya berbagai negara dan aliansi global untuk menggantikan dominasi dolar Amerika Serikat (AS) dalam sistem keuangan dunia telah berlangsung selama beberapa dekade.
Namun, hingga kini, belum ada yang berhasil menandingi posisi dolar sebagai mata uang cadangan utama global. Dari euro hingga yuan, dari proposal dinar emas hingga dedolarisasi paksa oleh Rusia, semuanya menemui jalan buntu.
Berdasarkan berbagai data yang dihimpun TrenAsia dari berbagai sumber, Jumat, 8 Agustus 2025, berikut adalah daftar pihak yang pernah mencoba menggoyang posisi dolar AS, beserta penyebab kegagalannya.
Euro: Tak Solid di Dalam, Lemah di Luar
Diluncurkan pada 1999 dengan harapan menjadi penantang dolar, euro sempat mencuri perhatian sebagai mata uang cadangan global. Namun, kegagalan menciptakan kesatuan fiskal antarnegara anggota dan krisis utang zona euro pada 2010-2015 membuat kepercayaan internasional memudar. Hingga 2025, pangsa euro dalam cadangan devisa global hanya berkisar 20%, tanpa pertumbuhan signifikan.
Rusia: Dedolarisasi Paksa Gagal karena Isolasi
Sejak invasi ke Ukraina pada 2022, Rusia berupaya keluar dari ketergantungan terhadap dolar dengan menjual minyak dalam rupee dan dirham serta memperkuat cadangan emas dan yuan.
Namun, pemblokiran akses ke sistem keuangan global seperti SWIFT dan depresiasi rubel lebih dari 40% membuat strategi ini dinilai gagal. Rusia akhirnya hanya berpindah ketergantungan dari Washington ke Beijing.
Baca juga : Kekuatan Dolar Membuat Amerika Percaya Diri Kenakan Tarif ke Dunia
China: Yuan Ambisius, Tapi Tak Likuid
China telah mendorong internasionalisasi yuan lewat proyek Belt and Road Initiative (BRI), petroyuan, dan berbagai kesepakatan currency swap bilateral. Sayangnya, kontrol modal yang ketat, rendahnya transparansi hukum dan institusional, serta pangsa cadangan global yang masih di bawah 3% menunjukkan yuan belum mampu menjadi mata uang global sejati.
BRICS: Visi Besar, Eksekusi Minim
Aliansi negara berkembang BRICS sempat menggagas mata uang bersama untuk mengurangi dominasi dolar dalam perdagangan. Namun, perbedaan politik dan ekonomi antarnegara anggotanya seperti China dan India, serta tekanan sanksi dari AS, membuat upaya ini stagnan. Hingga kini, belum ada sistem pembayaran terpadu atau bank sentral bersama yang diwujudkan.
Jepang: Yen Tak Mampu Menjadi "Safe Haven" Global
Meski pernah dianggap sebagai aset aman alternatif dolar, yen gagal menjadi alat pembayaran global karena kebijakan suku bunga negatif dan beban utang publik Jepang yang sangat tinggi (lebih dari 260% dari PDB). Investor global tetap memilih obligasi AS sebagai pilihan utama.
Dinar Emas: Gagasan Ideal, Realisasi Gagal
Beberapa negara produsen minyak seperti Malaysia dan negara-negara Teluk pernah mengusulkan penggunaan mata uang berbasis emas, seperti "gold dinar", untuk perdagangan energi. Namun, tekanan geopolitik dari AS, keterbatasan likuiditas emas dalam transaksi global, dan minimnya infrastruktur pendukung membuat gagasan ini tidak berlanjut.
Dinar Emas untuk Afrika
Moamar Khadafi pernah berupaya menggoyang dominasi dolar AS, terutama dalam perdagangan minyak di Afrika. Pada tahun 2009, ia mengusulkan penciptaan mata uang baru bernama Gold Dinar, sebuah dinar berbasis emas yang akan digunakan sebagai alat transaksi utama di antara negara-negara Afrika, menggantikan dolar yang selama ini mendominasi perdagangan hidrokarbon.
Gagasan ini bukan sekadar teori, Khadafi bahkan menyampaikan rencana tersebut dalam forum-forum regional. Konsep ini mendapat perhatian sebagai ancaman serius terhadap sistem petrodolar global, yakni penggunaan dolar dalam perdagangan minyak.
Sayangnya, ide ini tidak pernah terealisasi. Ketika konflik dan intervensi militer terjadi pada 2011, impian akan Gold Dinar pun musnah bersama tumbangnya rezim Gaddafi
Baca juga : Beberapa Bank Besar AS Berencana Meluncurkan Stablecoin
Mengapa Dolar Masih Unggul?
Keberhasilan dolar bukan semata karena kekuatan ekonomi AS, tapi juga karena ekosistem finansial global yang sudah terintegrasi dengan dolar. Sistem pembayaran seperti SWIFT dan CHIPS, likuiditas pasar Treasury AS, serta tingginya utang global dalam denominasi dolar (33%) menciptakan ketergantungan struktural.
Dolar juga mendapat dukungan dari aspek non-finansial, seperti dominasi militer AS dan kemampuan menggunakan sanksi ekonomi sebagai alat politik luar negeri. Pembekuan cadangan devisa Rusia pasca-invasi Ukraina menjadi contoh paling konkret dari kekuatan geopolitik dolar.
Meski pangsa dolar dalam cadangan devisa global terus menurun dari 71% pada 2000 menjadi 58% pada 2025, belum ada mata uang yang mampu menggantikannya secara penuh.
Para analis memprediksi masa depan sistem keuangan global bisa menjadi lebih multipolar, dengan kombinasi euro, yuan, dan emas. Namun, transisi ini diperkirakan membutuhkan waktu puluhan tahun.
Kendati demikian, risiko domestik AS seperti utang pemerintah yang kian menumpuk (proyeksi 118% PDB pada 2034) dan kebuntuan dalam kebijakan fiskal seperti debt ceiling dapat menjadi titik lemah dominasi dolar ke depan.