
Negara Kaya Sumber Daya, Tapi Pendapatan Masih dari Rakyat?
- Indonesia dikenal sebagai negeri kaya sumber daya. Setiap tahun, jutaan ton batu bara, emas, hingga minyak bumi digali dari perut bumi Nusantara. Tapi ironisnya, sebagian besar pemasukan negara justru masih bertumpu pada kantong rakyat.
Tren Ekbis
JAKARTA, TRENASIA.ID — Indonesia dikenal sebagai negeri kaya sumber daya. Setiap tahun, jutaan ton batu bara, emas, hingga minyak bumi digali dari perut bumi Nusantara. Tapi ironisnya, sebagian besar pemasukan negara justru masih bertumpu pada kantong rakyat.
Meskipun dihadapkan pada tekanan ekonomi global dan penurunan harga komoditas kinerja pajak Indonesia hingga April 2025 mencapai Rp624.19 triliun atau Rp28,5% dari target yang ditetapkan dalam APBN.
- Harga Emas Boncos Gara-gara Deal Dagang, Analis Malah Bilang Ini Peluang Serok
- Ambisi Amerika Serikat Mendominasi AI, Apa Implikasi Geopolitiknya?
- Danantara University: Peluang atau Ancaman Baru bagi PTS?
Faktor Penghambat dan Pendorong
Kinerja penerimaan pajak di awal tahun 2025 dipengaruhi oleh sejumlah faktor negatif maupun positif. Beberapa faktor penghambat di antaranya. Moderasi harga komoditas utama ekspor seperti batu bara dan minyak sawit mentah (CPO), yang menyebabkan penurunan setoran pajak dari sektor pertambangan dan industr pengolahan.
Selain itu ada normalisasi harga energi global, membuat penerimaan dari sektor migas dan logistik cenderung stagnan . Penurunan aktivitas impor, berdampak pada penerimaan PPh 22 Impor dan PPN Impor.
Namun demikian, ada pula beberapa faktor pendorong yang membuat kinerja tetap positif diantaranya pemulihan sektor jasa dan konstruksi, didukung proyek-proyek strategis nasional dan belanja pemerintah Kenaikan kepatuhan formal wajib pajak, seiring semakin meluasnya penggunaan sisten administrasi perpajakan Coretax.
Efek kebijakan intensifikasi, seperti perluasan pengawasan berbasis risiko dan digitalisasi layanan.
Struktur penerimaan pajak nasional hingga April 2025 didominasi oleh tiga jenis pajak utama PPh Non Migas: Rp346,37 triliun tumbuh 3,4%, PPN dan PPnBM: Rp226,69 triliun atau tumbuh 4,5% dan PPh Migas: Rp37,53 triliun turun 5,1%.
Komponen lain seperti PBB dan pajak lainnya tumbuh signifikan, sebesar 29,4% meski kontribusinya masih relatif kecil terhadap total penerimaan.
Secara keseluruhan, kontribusi PPh Non Migas dan PPN masih menjadi andalan utama, masing-masing berkontribusi 55,5% dan 36,3% terhadap total penerimaan pajak nasional.
Kinerja PPN Domestik hingga April 2025 mengalami tekanan, utamanya disebabkan peningkatan restitusi. Realisasi restitusi PPN tercatat mencapai Rp78,3 triliun, tumbuh 16,8% secara tahunan (yoy).
Peningkatan restitusi ini mengindikasikan kelebihan Pajak Masukan yang signifikan pada sektor manufaktur akibat penurunan penjualan. Manfaat dari sistem pengembalian pendahuluan yang semakin cepat sejak Coretax mulai digunakan.