
Musim Kemarau Tapi Masih Hujan, Ini Penjelasan Ilmiahnya
- Kemarau basah adalah istilah untuk menyebut kondisi ketika hujan masih sering turun selama periode kemarau, bahkan dengan intensitas di atas normal. Tahun ini, fenomena tersebut terjadi akibat suhu muka laut yang lebih hangat dari rata-rata di perairan sekitar Indonesia.
Tren Leisure
JAKARTA - Alih-alih kering dan panas seperti biasanya, musim kemarau pada 2025 di Indonesia justru disertai hujan dengan intensitas yang tergolong tinggi di sejumlah wilayah.
Fenomena ini dikenal sebagai "kemarau basah", berdasarkan data terbaru dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), kondisi ini dipengaruhi oleh kombinasi faktor lokal dan global yang saling berinteraksi.
Kemarau basah adalah istilah untuk menyebut kondisi ketika hujan masih sering turun selama periode kemarau, bahkan dengan intensitas di atas normal.
Tahun ini, fenomena tersebut terjadi akibat suhu muka laut yang lebih hangat dari rata-rata di perairan sekitar Indonesia, yang meningkatkan penguapan dan memicu pembentukan awan hujan.
Selain itu, fenomena global seperti La Nina lemah hingga April 2025 dan IOD (Indian Ocean Dipole) negatif turut memperkuat curah hujan di berbagai wilayah.
BMKG juga mencatat peran signifikan dari gelombang atmosfer aktif seperti Madden-Julian Oscillation (MJO), Rossby Ekuatorial, dan Kelvin wave. Ketiganya memperkuat pertumbuhan awan Cumulonimbus yang membawa hujan lebat, khususnya di wilayah selatan dan tengah Indonesia.
- Baca Juga: Banjir 2025: Terperosok ke Lubang yang Sama
Wilayah Terdampak dan Data Curah Hujan
Data curah hujan selama Mei 2025 menunjukkan bahwa sekitar 26% wilayah Indonesia, setara dengan 185 Zona Musim (ZOM) masih mengalami hujan di atas normal meski telah memasuki musim kemarau.
Beberapa daerah yang paling terdampak antara lain Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Maluku, Papua Pegunungan, Jawa Timur, dan Kalimantan Utara.
Contoh hujan ekstrem tercatat di Kabupaten Jembrana, Bali, dengan curah hujan 121,4 mm/hari pada 9 Mei. Di hari berikutnya, Tangerang Selatan, Banten, mencatat curah hujan sebesar 103 mm/hari, angka yang biasanya terjadi saat musim hujan.
Kondisi cuaca saat ini juga mencerminkan masa transisi atau pancaroba. BMKG mencatat bahwa selama Mei hingga Juni 2025, banyak wilayah mengalami pola cuaca harian yang ekstrem, pagi hingga siang terasa sangat panas, dengan suhu di beberapa wilayah seperti Tanah Merah, Papua, mencapai 37°C, namun sore hingga malam turun hujan deras disertai petir dan angin kencang.
Pemanasan permukaan tanah yang cepat, labilnya atmosfer, serta kondisi angin yang lemah menjadi pemicu lokal yang memperparah kondisi ini. Hasilnya adalah akumulasi panas yang meledak menjadi hujan sore hari, sering kali dalam bentuk badai lokal.
Kapan Hujan Akan Berakhir?
BMKG memproyeksikan bahwa hujan di musim kemarau ini akan berangsur berkurang setelah Agustus 2025, saat angin kering dari Australia mulai menguat dan mendominasi wilayah Indonesia bagian selatan.
Beberapa daerah seperti Nusa Tenggara Timur dan Barat bahkan telah lebih dahulu mengalami musim kemarau secara kering.
Peralihan ke musim hujan diperkirakan akan terjadi mulai September hingga November 2025, seiring meredanya fenomena La Nina dan kembalinya pola iklim normal. Namun demikian, BMKG memperingatkan kemungkinan munculnya siklon tropis selama masa transisi tersebut.
Fenomena kemarau basah ini memunculkan berbagai risiko hidrometeorologis, mulai dari banjir bandang di Jawa Barat, tanah longsor di Sleman, hingga angin kencang di Bali dan NTB.
Di sisi lain, masyarakat juga menghadapi risiko dehidrasi dan penyakit pernapasan akibat kontras suhu panas siang hari dan kelembapan tinggi saat malam.
Sektor pertanian juga terdampak. Meskipun kondisi lahan basah membuka peluang untuk perluasan tanam, tetapi juga meningkatkan potensi serangan hama dan penyakit tanaman.
Secara statistik, awal kemarau tahun ini terjadi lebih lambat dari biasanya, di mana 59% ZOM baru mulai masuk musim kemarau pada Mei hingga Juni. Sementara itu, 43% wilayah mengalami kemarau dengan durasi lebih pendek dari normal yang biasanya berlangsung 4-6 bulan. Puncak kemarau diperkirakan tetap terjadi pada Agustus, meskipun disertai curah hujan tinggi di sebagian wilayah.