
Mobil Listrik Melonjak 29 Kali Lipat, Infrastruktur SPKLU Sudah Siap?
- Industri kendaraan listrik memanas. Pembangunan SPKLU di Indonesia semakin gencar dengan persaingan ketat antar pemain besar. Simak peta persaingannya dan siapa yang memimpin perlombaan.
Tren Ekbis
JAKARTA, TRENASIA.ID – Pemerintah Indonesia kian gencar mendorong adopsi kendaraan listrik berbasis baterai (KLBB) sebagai bagian dari strategi transisi energi dan pengurangan emisi karbon. Tren ini memang menjanjikan masa depan transportasi yang lebih ramah lingkungan, namun di balik pertumbuhan pesat mobil listrik, muncul tantangan besar: kesiapan infrastruktur pengisian daya.
Berdasarkan proyeksi dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL), jumlah mobil listrik di Indonesia diperkirakan akan meroket dari hanya 98.764 unit pada 2025 menjadi hampir 3 juta unit pada 2034. Dalam waktu kurang dari satu dekade, lonjakan ini setara dengan pertumbuhan lebih dari 29 kali lipat.
Pertumbuhan kendaraan listrik harus berjalan beriringan dengan pembangunan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU). Pemerintah memproyeksikan kebutuhan SPKLU akan meningkat drastis dari sekitar 5.810 unit pada 2025 menjadi 192.251 unit pada 2034 atau tumbuh lebih dari 33 kali lipat.
Kenaikan minat terhadap EV tak lepas dari harga yang semakin kompetitif, berkat rangkaian insentif pemerintah seperti pemotongan PPN, penghapusan PPnBM, hingga pembebasan bea masuk. Hasilnya, mobil listrik mulai menjadi pilihan rasional, terutama bagi masyarakat urban kelas menengah atas yang ingin menghemat biaya operasional sekaligus berkontribusi pada pengurangan emisi.
Namun, euforia ini bisa menjadi bumerang jika infrastruktur pengisian daya tak memadai. Tanpa SPKLU yang merata dan memadai, potensi “kemacetan baru” dalam transisi energi bisa muncul, mulai dari antrean panjang saat pengisian daya, ketimpangan akses antara kota besar dan daerah, hingga kekhawatiran soal kestabilan pasokan listrik. Proyeksi Mobil Listrik dan SPKLU Nasional 2025–2034:
Tahun | Proyeksi Mobil Listrik | Proyeksi SPKLU |
---|---|---|
2025 | 98.764 | 5.810 |
2026 | 163.764 | 9.633 |
2027 | 243.764 | 14.339 |
2028 | 393.764 | 26.251 |
2029 | 633.764 | 42.251 |
2030 | 943.764 | 62.918 |
2031 | 1.323.764 | 88.251 |
2032 | 1.773.764 | 118.251 |
2033 | 2.293.764 | 152.918 |
2034 | 2.883.764 | 192.251 |
Pemerintah telah mendorong BUMN dan swasta untuk ambil bagian dalam pembangunan SPKLU. Namun skala kebutuhan yang masif menuntut kolaborasi cepat, terutama untuk menjangkau wilayah luar Jawa yang rawan tertinggal dalam infrastruktur. Pertanyaannya, apakah investasi SPKLU akan sebanding dengan subsidi untuk mobil listrik? Atau justru akan muncul “EV privilege” yang hanya dinikmati di kota-kota besar?
Jika Indonesia serius ingin mencapai target Net Zero Emission 2060, kuncinya bukan hanya menjual mobil listrik sebanyak-banyaknya, tapi memastikan setiap kendaraan tersebut dapat mengisi daya dengan mudah, cepat, murah, dan merata di seluruh penjuru negeri.
Peta Persaingan Pembangunan SPKLU: Siapa Pemain Utamanya?
1. PLN (BUMN) – Penggerak Utama Infrastruktur SPKLU
Hingga Maret 2025, jumlah SPKLU yang sudah ada mencapai 3.772 unit, tersebar di seluruh Indonesia, termasuk Jawa (2.667), Sumatera (442), Kalimantan (217), dan wilayah timur seperti Sulawesi, Bali-Nusa Tenggara, Maluku, hingga Papua.
Sepanjang 2024, PLN mencatat pertumbuhan SPKLU hingga 299%, dari 1.081 unit menjadi 3.233 unit. Begitu juga dengan Home Charging Services (HCS) yang melonjak 302% menjadi 28.356 unit. Per Mei 2025, total SPKLU mencapai 3.862 unit, dengan target penambahan sekitar 1.600 unit pada tahun ini. PLN juga memperkuat konektivitas melalui aplikasi PLN Mobile yang dilengkapi fitur seperti Trip Planner.
2. Swasta & Start-up – Mulai Bergerak, Fokus pada Inovasi
VinFast (produsen EV asal Vietnam) berencana untuk memasang hingga 100.000 stasiun pengisian di Indonesia, sebuah ambisi besar yang dapat mempercepat penetrasi SPKLU. Lalu, ada Oyika, start-up asal Singapura, telah mengembangkan jaringan battery swapping (SPBKLU) khusus untuk kendaraan roda dua. Hingga 2023, Oyika mengoperasikan setidaknya 112 SPBKLU di Jabodetabek. Rencana selanjutnya adalah bersama PLN dan 28 mitra swasta lain untuk membangun 3.000 SPKLU dan 250 SPBKLU pada akhir 2024.
3. Regulasi sebagai Pendorong Pemerataan
Keputusan Menteri ESDM No. 24 Tahun 2025 mewajibkan pembangunan SPKLU di wilayah non-padat, sebagai syarat untuk memperluas akses, misalnya setiap 5 SPKLU di Jabodetabek harus diimbangi 1 di luar wilayah padat; serupa rasio diterapkan di wilayah di luar Jawa.