hulu-migas-by-fahrudin-efendi.jpg
Tren Ekbis

Migas Masih Harta Karun, Kontribusi Migas ke Kas Negara Mulai Tergeser

  • Data terbaru dari Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menunjukkan penerimaan negara dari sektor hulu migas baru mencapai US$5,88 miliar hingga semester I-2025. Angka ini setara Rp96,8 triliun (kurs Rp16.000 per dolar AS)

Tren Ekbis

Debrinata Rizky

JAKARTA – Di masa lalu, sektor minyak dan gas (migas) menjadi tulang punggung Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Tapi di 2025, produksi migas nasional masih dikejar mati-matian, bagaimana kontribusinya ke kas negara??

Data terbaru dari Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menunjukkan penerimaan negara dari sektor hulu migas baru mencapai US$5,88 miliar hingga semester I-2025. Angka ini setara Rp96,8 triliun (kurs Rp16.000 per dolar AS)

Padahal, dalam APBN 2025, pemerintah menargetkan penerimaan negara dari sektor ini sebesar US$13,03 miliar. Artinya, capaian semester pertama lebih rendah 22,94% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Saat itu, realisasi penerimaan negara telah mencapai US$7,63 miliar.

Anjloknya kontribusi ini bukan tanpa sebab, Kepala SKK Migas Djoko Siswanto menyebut harga minyak global yang lebih rendah dari asumsi jadi penyebab utama.

"Sepanjang paruh pertama 2025, harga rata-rata minyak mentah Indonesia (ICP) tercatat sekitar US$69-US$70 per barel. Padahal APBN 2025 disusun dengan asumsi harga minyak di kisaran US$82 per barel," ujat Djoksis pada Konferensi Pers Capaian Kinerja Semester I-2025 di Jakarta dilansir pada Selasa, 22 Juli 2025.

Djoko mengatakan kondisi harga minyak yang lebih rendah berdampak terhadap proyeksi penerimaan negara hingga akhir tahun 2025. Ia memperkirakan outlook penerimaan mencapai US$10,83 miliar sekitar Rp175,45 triliun, atau 83,1% dari target APBN.

Sementara itu, beban cost recovery atau penggantian biaya eksplorasi dan produksi migas yang ditanggung negara justru makin membengkak.

Per akhir Juni, nilainya sudah mencapai US$4,48 miliar atau sekitar Rp73,8 triliun. Jumlah ini setara 52,7% dari target cost recovery sepanjang tahun. Dengan kontribusi penerimaan migas yang kian kecil, posisi sektor ini dalam struktur APBN perlahan tergeser.

Lifting Minus

SKK Migas mencatatkan, realisasi lifting migas mencapai 1.557,1 ribu barel setara minyak per hari (mboepd) per semester I-2025.

Realisasi lifting pada paruh pertama tahun ini lebih rendah 3,29% dari target anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2025 yang dipatok 1.610 mboepd. “Sejak bulan Juli itu naik terus lifting per hari sekitar 100 barel, semoga bisa mencapai target APBN,” kata Djoksis.

Adapun, lifting migas itu berasal dari realisasi lifting minyak sebesar 578 ribu barel per hari (mbopd), sekitar 95,5% dari target yang dipatok dalam APBN sebesar 605 mbopd.

Sekadar informasi, lifting migas adalah volume produksi minyak dan gas bumi yang sudah diolah dan siap untuk dijual. Istilah ini juga bisa merujuk pada proses penyerahan migas dari produsen ke pembeli.

Sementara itu, salur gas sampai periode yang berakhir Juni 2025 mencapai 5.483 juta standar kaki kubik per hari (MMscfd). Realisasi salur gas itu telah mencapai 97,4% dari target yang tertuang dalam APBN 2025 sebesar 5.628 MMscfd.

Investasi Migas Naik?

SKK Migas menyebut, investasi hulu migas yang terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Tercatat Semester 1-2025 meningkat sebesar 28,6% menjadi US$ 7,19 miliar atau sekitar Rp118 triliun dibandingkan realisasi pada periode yang sama 2024 sebesar US$5,59 miliar.

Adapun outlook realiasi investasi hingga akhir tahun 2025 diperkirakan akan mencapai sekitar US$ 16,5 miliar hingga US$16,9 miliar. Angka ini akan melampaui realisasi investasi 2024 yang sebesar US$14,4 miliar serta akan menjadi investasi hulu migas terbesar terbesar di Indonesia sejak 10 tahun terakhir.

Berdasarkan data SKK Migas dalam 9 tahun terakhir periode 2015-2024, investasi tertinggi terjadi di tahun 2015 sebesar US$15,3 miliar. Setelah itu mengalami tren menurun dengan salah satu periode terendah adalah di tahun 2020 saat pandemi Covid-19 dengan realisasi investasi sebesar US$10,5 miliar. Sejak 2021 tren investasi terus meningkat dan di tahun 2024 sudah mencapai US$14,3 miliar